Senin, 15 Juli 2019

Pendekar Remaja Jilid 031

“Bangsat gundul! Dengan menyebut nama itu, berarti kau harus mampus!” teriaknya dan kembali ia memukul.

Akan tetapi Pek I Hosiang dapat mengelak dengan cepat sambil berkata,
“Tentu Ang I Niocu! Siapa lagi wanita berbaju merah yang cantik jelita dan dapat mainkan Ilmu Silat Pek-in-hoatsut selain Ang I Niocu?”

Ucapan ini makin membakar hati Ang I Niocu. Sesungguhnya, dalam pandangan mata Pek I Hosiang, ia masih nampak cantik jelita, sungguhpun sudah amat tua, akan tetapi ia mengira bahwa hwesio itu sengaja menghina dan mengejeknya dengan menyebutkan cantik jelita tadi.

Ketika ia hendak menyerang kembali, tiba-tiba Lie Siong berkata,
“Ibu, berikanlah hwesio ini kepadaku!”

Ang I Niocu tiba-tiba teringat akan puteranya dan ia lalu timbul pikiran untuk mencoba kepandaian puteranya itu. Hwesio ini cukup tangguh, dan tepatlah kalau digunakan sebagai ujian bagi puteranya.

“Baik, kau majulah dan hancurkan kepala orang yang sudah berani menghina ibumu ini,” katanya sambil melompat mundur.

Di dalam hatinya, Lie Siong tidak setuju dengan pendapat ibunya. Ia sama sekali tidak menganggap hwesio tua ini menghina ibunya, akan tetapi ia tidak berkata sesuatu. Memang ia sengaja hendak mencoba kepandaian hwesio ini, sekalian untuk mencegah ibunya turun tangan, karena pemuda ini dapat menduga bahwa kalau ibunya yang maju, hwesio ini pasti akan tewas!

Demikianlah, tanpa menanti hwesio itu mengeluarkan kata-kata, Lie Siong lalu melompat maju dan menyerangnya dengan pukulan dari Ilmu Silat Sianli-utauw. Hwesio itu kagum sekali melihat gerakan yang indah ini dan timbul kegembiraan hatinya untuk mencoba kepandaian “siluman” ini.

Pek I Hosiang adalah seorang hwesio yang memiliki ilmu silat tinggi. Dia adalah murid tunggal dari Biauw Leng Hosiang, tokoh kang-ouw yang amat terkenal. Bagi pembaca yang sudah membaca cerita Pendekar Bodoh, tentu masih ingat bahwa Biauw Leng Hosiang adalah sute (adik seperguruan) dari Biauw Suthai, tokouw (pendeta wanita) yang lihai dan yang menjadi guru pertama dari Lin Lin atau Nyonya Cin Hai si Pendekar Bodoh! Oleh karena itu tentu saja ilmu silatnya amat tinggi. Tidak seperti gurunya yang tersesat (baca Pendekar Bodoh), Pek I Hosiang ternyata menjadi seorang hwesio yang suci dan beribadat.

Pek I Hosiang telah sering mendengar nama Ang I Niocu dan mendengar pula bahwa ilmu silat Pendekar Wanita Baju Merah itu amat tinggi. Ia tahu pula bahwa Ang I Niocu mendapat latihan dari Bu Pun Su dan mempelajari ilmu-ilmu silat tinggi seperti Pek-in-hoatsut, Kong-ciak-sinna dan lain-lain. Maka ketika ia melihat pemuda itu bersilat demikian indahnya, ia dapat menduga bahwa tentu inilah ilmu silat yang disebut Sianli-utauw!

Biarpun gerakan pemuda itu lemah lembut dan ilmu silatnya lebih patut disebut tarian yang indah, namun ia maklum akan kelihaian tarian ini dan tidak berani memandang ringan. Beberapa kali ia sengaja menangkis untuk mencoba tenaga pemuda ini, akan tetapi ia terkejut sekali ketika merasa betapa lengannya tergetar tiap kali bertemu dengan lengan pemuda itu! Ia menjadi kagum sekali.

“Pantas…!” serunya sambil mengelak dari sebuah pukulan. “Pantas sekali kau menjadi putera Ang I Niocu yang lihai!”

Selama hidup Pek I Hosiang belum pernah menghadapi tandingan semuda dan selihai ini, maka saking gembiranya, ia lalu mencabut keluar senjatanya, yaitu sepasang toya pendek yang tadi diselipkan pada ikat pinggangnya.

“Anak muda, mari kita coba-coba mengadu senjata!” katanya.

Lie Siong mewarisi watak ibunya yang keras dan tinggi hati, maka mendapat tantangan ini, ia tidak mempedulikan lawannya dan terus saja menyerang dengan tangan kosong! Ia lalu mengeluarkan limu Silat Kong-ciak-sinna, semacam ilmu silat yang banyak mempergunakan cengkeraman dan memang tepat sekali dipergunakan untuk menghadapi lawan bersenjata dengan tangan kosong!

Pek I Hosiang terkejut sekali dan biarpun mulutnya tetap tersenyum dan sepasang matanya memandang kagum, namun di dalam hatinya ia merasa penasaran dan tidak senang. Alangkah sombongnya anak muda ini, pikirnya. Karena itu, ia lalu memutar kedua toyanya dengan cepat sekali dan mengerahkan seluruh kepandaiannya bermain toya.

Perlu diketahui oleh para pembaca yang belum membaca Pendekar Bodoh bahwa tingkat ilmu silat Biauw Leng Hosiang tidak di bawah tingkat Ang I Niocu, maka karena Pek I Hosiang juga sudah mewarisi sebagian besar dari ilmu silat gurunya itu, maka tentu saja Lie Siong tak dapat tahan menghadapinya dengan tangan kosong.






Kedua toya pendek di tangan Pek I Hosiang bergerak bagaikan sepasang ular besar menyerang dengan berlenggak-lenggok, sehingga usaha Lie Siong dengan Ilmu Silat Kong-ciak-sinna untuk merampas senjata ini tak pernah berhasil. Bahkan lambat akan tetapi pasti, Pek I Hosiang mulai mendesak pemuda itu!

Melihat betapa pemuda itu masih saja tidak mau mengeluarkan senjatanya, Pek I Hosiang lalu mainkan gerak tipu Hing-san-chian-kun (Menyerampang Bersih Ribuan Tentara). Kedua toyanya menyambar-nyambar dari kanan kiri mengeluarkan gulungan sinar putih yang mendatangkan angin menderu.

Lie Siong diam-diam terkejut juga melihat kehebatan lawan ini dan ia terpaksa lalu menggerakkan kedua kakinya dan menghindarkan desakan lawan dengan Tui-po-lian-hoan (Gerakan Kaki Mundur Berantai) sambil memukul-mukulkan kedua tangan menggunakan tenaga dari Ilmu Silat Pek-in-hoatsut untuk menolak datangnya kedua toya yang berbahaya itu.

Namun, gerakan kedua toya di tangan Pek I Hosiang amat cepatnya dan juga tidak lurus seperti senjata lain, melainkan berlenggak-lenggok tak tentu dari mana arah menyerangnya sehingga sukarlah untuk ditangkis, sungguhpun dengan tenaga Pek-in-hoatsut yang lihai.

Karena itu, terpaksa Lie Siong mengenjot kedua kakinya, dan sambil berseru keras ia melompat dengan gerakan Lee-hi-ta-teng (Ikan Melompat ke Atas) kemudian disusul dengan gerakan Koai-liong-hoan-sin (Naga Iblis Berjungkir Balik) tubuhnya lalu berjumpalitan di udara dan dengan jalan ini ia terhindar dari serangan lawan. Ketika ia melompat turun kembali, di tangannya telah nampak pedang Sin-liong-kiam yang berbentuk naga itu!

Bukan main kagumnya Pek I Hosiang melihat Sin-liong-kiam yang hebat itu!
“Bagus, jangan berlaku seeji (sungkan) anak muda yang gagah, kau majulah dengan pedangmu itu!”

Mereka bertempur lagi dan kali ini benar-benar pertempuran itu hebat dan ramai sekali. Lie Siong memutar pedangnya yang aneh itu dengan Ilmu Pedang Ngo-lian-hoan-kiam-hwat, sedangkan Pek I Hosiang mainkan Ilmu Toya Hek-cia-kun-hwat yang juga luar biasa cepat dan kuatnya.

Akan tetapi, akhirnya hwesio tua itu terpaksa harus mengakui keunggulan ilmu pedang lawan yang muda tapi lihai itu. Dengan gerak tipu Lian-hwa-gai-ho (Bunga Teratai Membuka Daun), Lie Siong menyerang dengan hebat sekali menusuk pusar lawannya.

Pek I Hosiang amat terkejut menyaksikan hebatnya serangan ini. Sungguhpun pedang lawannya itu tidak runcing, namun bahayanya tidak kalah oleh pedang biasa yang runcing, karena kepala naga itu mempunyai tanduk yang runcing dan dapat digunakan untuk menotok jalan darah atau melukai tubuh. Ia cepat menangkis dengan toya di tangan kanannya sambil mengayun toya di tangan kiri mengemplang lawan. Inilah gerakan ilmu toya yang disebut Menerima Kembang Memberi Buah dari Ilmu Toya Heng-cia-kun-hwat yang lihai.

Memang Ilmu Toya Heng-cia-kun-hwat ini selalu mengutamakan gerakan pembalasan yang amat cepat. Tiap kali toya kanan atau kiri menangkis, maka toya kedua pasti membarengi serangan lawan itu untuk mengirim serangan balasan yang tak kalah hebatnya!

Akan tetapi, Lie Siong sudah tahu akan sifat ilmu toya ini, maka ia tadi menyerang dengan gerakan Lian-hwa-gai-ho, ia telah siap sedia dengan tangan kirinya. Melihat toya di tangan kiri lawan menyambar ke arah kepalanya, ia cepat mengulur tangan dan menggunakan cengkeraman Kong-ciak-sinna mencoba merampas toya itu!

Tentu saja Pek I Hosiang tidak mau membiarkan toyanya dirampas, dan ia cepat mengubah gerakan toya kiri ini ke samping agar tidak sampai dirampas. Akan tetapi ternyata bahwa gerakan merampas dari pemuda itu hanya gerakan pancingan belaka untuk mengalihkan perhatian Pek I Hosiang, karena sesungguhnya yang hendak merampas senjata lawan adalah tangan kanannya yang memegang pedang.

Ketika lawannya memperhatikan gerakan tangan kiri maka ketika pedang itu ditangkis oleh toya kanan, Lie Siong menggetarkan tangan kanannya dan lidah merah dari pedang naga itu dengan cepat lalu membelit toya lawan dan sekali ia berseru keras dan menarik, toya kanan dari Pek I Hosiang telah terbetot dan terlepas!

Pek I Hosiang terkejut sekali, cepat ia menggunakan gerakan Naga Hitam Keluar dari Awan, melompat ke belakang untuk menghindarkan diri dari serangan lawannya. Akan tetapi sebetulnya, tak perlu ia menggunakan gerakan ini, karena Lie Siong tidak menyerangnya, juga tidak mengejarnya.

Melihat sebatang toyanya tergantung pada lidah pedang naga itu, Pek I Hosiang menghela napas dan tersenyum pahit.

“Omitohud! Kau anak muda benar-benar mengagumkan! Pinceng Pek I Hosiang mengaku kalah!” Ia menjura kepada Lie Siong.

Pemuda itu tidak menjawab, hanya menggerakkan tangan kanan dan tiba-tiba toya yang tadi terbelit oleh lidah pedang naganya, kini terlepas dan meluncur ke arah pemiliknya dengan kecepatan seperti anak panah terlepas dari busurnya!

Pek I Hosiang cepat mengulur tangan dan menangkap toyanya yang hendak menembus dadanya itu.

Akan tetapi, Ang I Niocu tidak puas dengan kemenangan puteranya yang tidak melukai lawannya itu.

“Hwesio busuk, lekas kau pergi dari sini dan tinggalkan toyamu!” katanya dan secepat kilat ia telah mencabut pedang Liong-cu-kiam yang bercahaya menyilaukan itu. “Tak seorang pun yang datang bersenjata boleh pulang membawa senjatanya!”

Ia lalu menerjang dengan cepat, menyerang dengan gerak tipu Dewi Kwan Im Menyebar Bunga hingga pedangnya berkelebat berubah menjadi segulung sinar indah. Pek I Hosiang terkejut dan cepat mengangkat kedua toyanya untuk menangkis.

“Traang…! Traaaang…!”

Ketika dua kali pedang Liong-cu-kiam bertemu dengan sepasang toya itu, ternyata dengan amat mudahnya toya-toya itu terbabat putus!

Ang I Niocu melompat mundur kembali, masukkan pedang ke dalam sarung pedangnya dan berkata singkat,

“Pergilah!”

Pek I Hosiang menjadi pucat dan ia masih menahan perihnya hati karena hinaan ini. Ia tersenyum sabar dan menjura.

“Terima kasih atas petunjuk dari Ang I Niocu dan puteramu!” hwesio ini lalu melompat dan turun gunung dengan tindakan kaki cepat sekali.

Setelah hwesio itu tidak nampak bayangannya lagi, Lie Siong lalu berkata kepada ibunya,

“Ibu, Liong-cu-kiam itu hebat sekali. Kalau pedangku Sin-liong-kiam bertemu dengan pedang Liong-cu-kiam, bukankah senjataku akan terbabat putus pula?”

“Siong-ji, apa kau kira ibumu akan mencarikan pedang sembarangan saja untukmu tanpa diuji terlebih dulu? Cabutlah pedangmu itu!”

Lie Siong meloloskan Sin-liong-kiam sedangkan Ang I Niocu juga mencabut Liong-cu-kiam.

“Nah, mari kita berlatih, sekalian untuk membuktikan apakah pedangmu akan rusak kalau akan bertemu dengan pedangku!”

Anak dan ibu itu lalu bermain pedang, serang menyerang dengan hebatnya, bahkan lebih hebat daripada pertempuran melawan hwesio tadi! Beginilah Ang I Niocu melatih anaknya!

Dulu, sebelum Lie Siong memiliki kepandaian tinggi, tiap kali berlatih dengan ibunya, pemuda ini tentu mengalami kesakitan dan selalu dirobohkan oleh ibunya! Pernah ia mengalami ditotok sampai pingsan, dipukul sampai matang biru, bahkan ketika berlatih senjata tajam, pernah pundaknya tergores pedang sampai mengeluarkan darah!

Hal ini disengaja oleh Ang I Niocu untuk memberi ketabahan kepada puteranya. Kini mereka berlatih dengan pedang-pedang mustika, hal yang baru kali ini mereka lakukan. Liong-cu-kiam dan Sin-liong-kiam berkali-kali bertemu dan terdengar suara nyaring dibarengi bunga api berpijar, akan tetapi kedua pedang itu ternyata tidak rusak!

Seratus jurus lebih mereka bermain pedang dan yang nampak hanya bayang-bayang putih dan merah yang diselimuti oleh gulungan sinar pedang Liong-cu-kiam yang putih seperti perak dan sinar pedang Sin-liong-kiam yang kekuning-kuningan seperti emas!






Tidak ada komentar:

Posting Komentar