Mengapa Hong Beng dan Goat Lan yang ditunggu-tunggu oleh Lili tak juga datang menyusul ke kota Ki-ciu seperti yang mereka janjikan? Marilah kita ikuti pengalaman mereka.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, kedua orang muda ini menuju ke kota Ta-liong untuk memenuhi undangan pibu yang diterima oleh Hong Beng dari kelima ketua dari Hek-tung Kai-pang.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Hong Beng bersama Goat Lan sudah menuju ke tempat terbuka dimana kemarin harinya Hong Beng telah menolong Lo Sian dari keroyokan para anggauta Hek-tung Kai-pang.
Ternyata ketika mereka tiba di tempat itu, disitu telah berkumpul puluhan orang pengemis anggauta Hek-tung Kai-pang dan semua orang itu telah membuat lingkaran. Di tengah-tengah lingkaran, nampak sebuah meja butut dan beberapa buah bangku butut pula.
Di belakang meja, lima orang nampak menduduki lima buah bangku, duduk berjajar bagaikan arca batu. Kelima orang ini bukan lain adalah lima orang ketua dari Hek-tung Kai-pang yang sesungguhnya bukanlah saudara-saudara sekandung melainkan saudara-saudara angkat yang telah bersumpah sehidup semati. Selain daripada ini, mereka juga merupakan saudara seperguruan, karena kelimanya adalah murid dari Hek-tung Kai-ong, pencipta dari Hek-tung Kai-pang dan ilmu tongkat hitam yang amat lihai.
Lima orang ketua ini kesemuanya berpakaian tambal-tambalan dan usia mereka antara empat puluh sampal lima puluh tahun. Setelah mengangkat saudara menjadi ketua dari Hek-tung Kai-pang, mereka telah menggunakan nama baru dengan she (nama keturunan) Hek pula yaitu Hek Liong, Hek Houw, Hek Pa, Hek Kwi dan Hek Sai.
Semenjak kelima saudara ini menemukan buku pelajaran silat dari guru mereka yang telah meninggal dunia, dan bersama-sama melatih lagi Ilmu Tongkat Hek-tung-hoat dari kitab ini, kepandaian mereka meningkat tinggi sekali dan tiap kali ada pemilihan pengurus baru tak seorang pun dapat mengalahkan mereka! Baru menghadapi seorang diantara mereka saja sudah amat berat apalagi kalau menghadapi mereka berlima sekaligus!
Betapapun juga, Perkumpulan Pengemis Tongkat Hitam ini mendapat nama baik di kalangan kang-ouw. Juga Ngo-hek-pangcu (Lima Ketua Hek) ini tidak tercela namanya, karena selama memegang pimpinan, mereka berlaku adil dan juga melakukan perbuatan-perbuatan gagah.
Akan tetapi, tentu saja sebagai ketua-ketua dari perkumpulan seperti Hek-tung Kai-pang yang amat terkenal, mereka juga mempunyai keangkuhan. Ketika mereka tiba di Ta-liong dari kota raja dan mendengar bahwa anak buah mereka yaitu para kepala ranting dan cabang yang berkumpul di situ, telah dihajar oleh seorang pemuda yang membela seorang pengemis golongan lain yang datang mengacau, mereka menjadi penasaran sekali. Maka diutuslah anak buah mereka untuk menantang pibu kepada pemuda itu.
Kini, pagi-pagi sekali Ngo-hek-pangcu telah bersiap sedia menanti kedatangan orang yang ditantangnya. Melihat kedatangan dua orang muda, seorang pemuda tampan dan gagah bersama seorang gadis cantik jelita, maka kelima orang pangcu ini merasa heran dan juga diam-diam mereka merasa kagum. Inikah orangnya yang telah dapat mengocar-ngacirkan para pemimpin ranting? Hampir tak dapat dipercaya!
Namun, sebagai orang-orang kango-uw yang ulung, mereka tidak berani memperlihatkan sikap memandang rendah dan segera mereka bangun berdiri ketika melihat Hong Beng dan Goat Lan menghampiri mereka.
“Maafkan kami, sahabat muda yang gagah. Kami sebagai pengemis-pengemis hina dina dan miskin tentu saja tidak dapat menyambut kedatanganmu sebagai mana layaknya seorang tamu agung dihormati,” kata Hek Liong, ketua yang paling tua diantara kelima orang itu.
Merahlah telinga Hong Beng mendengar ucapan dan melihat sikap ini. Ia merasa betapa “tuan rumah” ini terlalu berlebih-lebihan merendahkan diri dan mengangkatnya sebagai tamu agung. Akan tetapi Hong Beng memang berwatak sabar dan tenang, maka ia menjawab sambil menjura pula.
“Akulah yang minta maaf, Pangcu (Ketua)! Aku sebagai orang luar yang masih hijau dan bodoh, berani datang mengganggu kesenanganmu. Memang serba sukarlah kedudukanku, Pangcu. Tidak datang memenuhi panggilanmu, tentu akan mengecewakan hati Ngo-wi yang gagah, sebaliknya memenuhi undangan, berarti mengganggu rapat ini!”
Mendengar ucapan yang panjang lebar ini, serta melihat sikap pemuda yang amat tenang itu, kelima ketua itu diam-diam makin mengindahkan sikap Hong Beng. Pemuda dengan sikap seperti ini tak boleh dipandang ringan, pikir mereka.
“Dan bolehkah kiranya kami bertanya, dengan keperluan apakah Nona ini ikut datang ke sini!”
Goat Lan tersenyum dan dengan jenaka sekali ia tersenyum lalu menjura sambil menjawab,
“Ngo-wi Pangcu (Lima Tuan Ketua), aku adalah seorang perantau yang menjadi sahabat baik orang muda ini. Mendengar sahabat baikku ini mendapat undangan dari perkumpulan Hek-tung Kai-pang, hatiku amat tertarik sekali. Aku bersama kedua suhuku, Sin Kong Tianglo dan Im-yang Giok-cu, telah seringkali mengunjungi orang-orang besar di dunia kang-ouw, mengunjungi perkumpulan-perkumpulan orang gagah di dunia ini yang banyak macamnya. Akan tetapi, sungguh aku belum pernah bertemu dengan Perkumpulan Hek-tung Kai-pang yang sudah amat tersohor di empat penjuru ini!”
Goat Lan sengaja memperkenalkan diri sebagai murid Sin Kong Tianglo dan Im-yang Giok-cu, karena ia mengharapkan nama-nama kedua orang gurunya dapat melemahkan hati kelima orang pangcu itu sehingga permusuhan dapat dicegah.
Memang gadis yang cantik ini tepat sekali perhitungannya, karena mendengar nama kedua orang tokoh persilatan yang tinggi dan tersohor namanya ini, kelima orang pangcu itu lalu berdiri dari tempat duduk mereka dan menjura ke arah Goat Lan.
“Ah, sungguh mata kami seperti buta saja, tidak melihat Gunung Thai-san menjulang di depan mata! Silakan duduk, Li-hiap (Pendekar Wanita), dan perkenalkan nama kami kelima pangcu dari Hektung Kai-pang.”
Kelima orang raja pengemis itu lalu memperkenalkan nama mereka seorang demi seorang. Hong Beng juga memperkenalkan nama demikian pula Goat Lan. Berbeda dengan Goat Lan, Hong Beng tidak mau menceritakan siapa gurunya dan siapa pula orang tuanya. Ia ingin melihat bagaimana sikap raja-raja pengemis itu.
Akan tetapi setelah mempersilakan kedua orang tamunya itu mengambil tempat duduk, agaknya kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang itu tidak mempedulikan mereka lagi dan melayani orang-orang yang mulai datang, dan diantara para pendatang baru itu, nampak pula tiga orang pengemis yang membawa tongkat berbentuk ular. Mereka ini adalah ketua-ketua dari Coa-tung Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Tongkat Ular) dari timur yang juga besar pengaruhnya.
Selain tiga orang ketua Coa-tung Kaipang ini, nampak juga seorang tosu tinggi kurus, dan seorang laki-laki setengah tua yang rambutnya dikuncir panjang ke belakang dan memakai topi bundar sikapnya kasar dan berlagak. Tosu ini adalah seorang ahli silat yang bernama Beng Beng Tojin, seorang tokoh Bu-tong-san yang suka merantau.
Adapun orang bertopi bundar itu adalah seorang kasar yang terkenal sebagai ahli gwa-kang (tenaga kasar) dan ahli tiam-hoat (menotok jalan darah). Namanya Cong Tan dan julukannya It-ci-sin-kang (Si Jari Tangan Lihai).
Kelima saudara Hek yang menjadi ketua dari Hek-tung Kai-pang itu menyambut kedatangan lima orang ini dengan penuh penghormatan pula, akan tetapi mereka tidak dipersilakan duduk seperti Hong Beng dan Goat Lan.
Hong Beng dan Goat Lan saling pandang dan keduanya merasa heran mengapa tuan rumah tidak mempedulikan mereka lagi, dan bagaimanakah dengan pibu yang diajukan oleh kelima orang ketua itu? Bagi Hong Beng dan Goat Lan, memang mereka mengharapkan agar supaya tidak terjadi salah paham atau permusuhan, akan tetapi mereka pun, terutama Hong Beng takkan merasa puas sebelum mencoba kepandaian kelima orang tokoh Hek-tung Kai-pang yang terkenal itu.
Setelah menyambut tamu-tamu yang baru datang, Hek Liong, saudara tertua dari kelima orang itu, lalu berkata dengan suara keras kepada para pemimpin Hek-tung Kai-pang yang hadir di situ.
“Kawan-kawan sekalian! Sebagaimana telah ditentukan kemarin, maka pemilihan ketua akan dilakukan hari ini. Oleh karena hari ini sudah tiba waktunya bagi kami yang sudah memenuhi tugas sebagai ketua, maka dengan ini kami menyatakan turun dari kedudukan ketua untuk menghadapi pemilihan baru. Nah, silakan kawan-kawan yang mempunyai calon untuk mengajukan calonnya!”
Ramailah suara para anggauta perkumpulan pengemis itu setelah ketua mereka membuka rapat istimewa itu. Ternyata bahwa kelima orang tamu yang datang itu, yaitu ketiga ketua Coa-tung Kai-pang, Beng Beng Tojin, dan Cong Tan, datang atas kehendak mereka sendiri dengan maksud untuk mencoba merobohkan ketua lama untuk menduduki kedudukan ketua baru dari Hek-tung Kaiang. Semua yang hadir dengan suara bulat memilih kelima saudara Hek sebagai ketua lagi.
“Kami memilih Ngo-hek-pangcu tetap menjadi ketua kami!” seru suara para hadirin dengan serentak.
Mendengar seruan para anggauta Hektung Kai-pang ini, ketiga ketua Coatung Kai-pang itu segera berdiri dengan senyum mengejek. Mereka ini adalah ketua tingkat dua dari Coa-tung Kai-pang, dan usia mereka baru tiga puluh tahun lebih. Sikap mereka amat tinggi dan memandang rendah sedangkan mulut mereka selalu tersenyum seolah-olah menghadapi perkumpulan yang jauh lebih kecil daripada perkumpulan mereka sendiri. Juga pakaian tambal-tambalan yang mereka pakai berbeda dengan pakaian para pemimpin Hek-tung Kai-pang, karena biarpun pakaian mereka penuh tambalan, namun baik pakaian dasar maupun tambalannya amat bersih!
“Cu-wi sekalian,” kata yang tertua di antara mereka, yaitu seorang bertubuh tinggi besar bermuka hitam, “kami adalah anggauta-anggauta dewan pimpinan dari Coa-tung Kai-pang di timur yang mewakili perkumpulan kami. Kedatangan kami ini membawa maksud yang amat mulia. Menurut hasil perundingan dewan pengurus kami, maka sungguh tidak layak apabila di negeri ini terdapat terlatu banyak perkumpulan seperti yang kita sekalian dirikan. Mungkin Cu-wi sekalian sudah mendengar bahwa Hwa-i Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Baju Kembang) dari Secuan, Lo-kai Hwekoan (Rumah Perkumpulan Pengemis Tua) dari Santung, keduanya telah menggabungkan diri dan melebur perkumpulan mereka menjadi cabang dari perkumpulan kami Coa-tung Kai-pang yang terbesar dan jaya! Oleh karena itu, maka kedatangan kami ini merupakan wakil daripada perkumpulan kami untuk minta Cu-wi sekalian menginsyafi hal ini dan melebur perkumpulan Hek-tung Kai-pang menjadi cabang pula dari Coa-tung Kai-pang kami!”
Ucapan ini menyatakan betapa sombongnya Si Muka Hitam itu. Kalau ia dengan suara membujuk minta agar supaya Perkumpulan Tongkat Hitam itu suka menggabungkan diri dengan Perkumpulan Tongkat Ular, ini masih dapat diterima. Akan tetapi ia mempergunakan ucapan agar supaya Perkumpulan Pengemis Tongkat Hitam insaf dan melebur diri menjadi cabang Coa-tung Kai-pang! Sungguh tidak melihat muka para pemimpin Hek-tung Kai-pang!
Dengan wajah berubah merah, Hek Pa seorang ketiga dari kelima Ketua Hek-tung Kai-pang, bangkit berdiri dan menudingkan jari tangan kirinya kepada ketiga orang tamu itu sambil berkata,
“Orang-orang Coa-tung Kai-pang sombong amat! Siapakah yang tidak mendengar bahwa Hwa-i Kai-pang dan Lo-kai Hweekoan menggabungkan diri karena kalian paksa dengan kekerasan? Dan siapa pula yang tidak mendengar bahwa Coa-tung Kai-pang mempunyai banyak anggautanya yang melakukan pelanggaran dan kejahatan, tidak patut sebagai perkumpulan pengemis pendekar? Orang lain boleh kalian gertak, akan tetapi kami para pengurus Hek-tung Kai-pang tak gentar menghadapi tongkat ularmu!”
Para pengemis tongkat hitam yang berjumlah empat putuh orang lebih itu ketika mendengar ucapan Sam-pangcu (Ketua ke Tiga), serentak berseru,
”Betul! Usirlah orang-orang Coa-tung Kai-pang ini!” Dan dengan tongkat hitam diangkat tinggi-tinggi mereka maju mengurung!
Akan tetapi ketiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang itu masih saja bersikap tenang bahkan kini senyum mereka melebar sombong.
“Hemm, begitukah kegagahan Hek-tung Kai-pang? Hendak mengandalkan jumlah besar mengeroyok kami tiga orang? Alangkah rendah dan pengecutnya!”
Mendengar ejekan ini, Hek Liong lalu berdiri dan dengan gerak tangannya ia minta kepada semua anak buahnya untuk mundur. Setelah keadaan menjadi reda, ia lalu menghadapi Si Tinggi Besar itu sambil menantang,
“Dengarlah, kawan! Kami seluruh anggauta dan pengurus Hek-tung Kai-pang, tidak mau menerima usulmu untuk menggabungkan perkumpulan kami dengan perkumpulanmu. Habis, kau mau apa?”
“Hek-pangcu,” kata Si Muka Hitam yang tinggi besar itu, “lupakah kau bahwa hari ini adalah hari pemilihan pengurus baru perkumpulanmu? Aku mendengar bahwa siapa yang dapat mengalahkan Hek-tung-hwat, dialah yang berhak menjadi pangcu dari Hek-tung Kai-pang. Nah, kami bertiga hendak mencoba-coba kelihaian Ilmu Tongkat Hek-tung-hwat!”
“Bagus!” Tiba-tiba Beng Beng Tojin melangkah maju. “Inilah baru ucapan orang gagah. Untuk apa bertengkar mulut seperti wanita? Aturan harus dijalankan dan dipegang teguh. Kedatangan pinto juga ingin menguji kehebatan Hek-tung-hwat dan kalau pinto beruntung, pinto akan merasa senang menjadi pangcu!”
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, kedua orang muda ini menuju ke kota Ta-liong untuk memenuhi undangan pibu yang diterima oleh Hong Beng dari kelima ketua dari Hek-tung Kai-pang.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Hong Beng bersama Goat Lan sudah menuju ke tempat terbuka dimana kemarin harinya Hong Beng telah menolong Lo Sian dari keroyokan para anggauta Hek-tung Kai-pang.
Ternyata ketika mereka tiba di tempat itu, disitu telah berkumpul puluhan orang pengemis anggauta Hek-tung Kai-pang dan semua orang itu telah membuat lingkaran. Di tengah-tengah lingkaran, nampak sebuah meja butut dan beberapa buah bangku butut pula.
Di belakang meja, lima orang nampak menduduki lima buah bangku, duduk berjajar bagaikan arca batu. Kelima orang ini bukan lain adalah lima orang ketua dari Hek-tung Kai-pang yang sesungguhnya bukanlah saudara-saudara sekandung melainkan saudara-saudara angkat yang telah bersumpah sehidup semati. Selain daripada ini, mereka juga merupakan saudara seperguruan, karena kelimanya adalah murid dari Hek-tung Kai-ong, pencipta dari Hek-tung Kai-pang dan ilmu tongkat hitam yang amat lihai.
Lima orang ketua ini kesemuanya berpakaian tambal-tambalan dan usia mereka antara empat puluh sampal lima puluh tahun. Setelah mengangkat saudara menjadi ketua dari Hek-tung Kai-pang, mereka telah menggunakan nama baru dengan she (nama keturunan) Hek pula yaitu Hek Liong, Hek Houw, Hek Pa, Hek Kwi dan Hek Sai.
Semenjak kelima saudara ini menemukan buku pelajaran silat dari guru mereka yang telah meninggal dunia, dan bersama-sama melatih lagi Ilmu Tongkat Hek-tung-hoat dari kitab ini, kepandaian mereka meningkat tinggi sekali dan tiap kali ada pemilihan pengurus baru tak seorang pun dapat mengalahkan mereka! Baru menghadapi seorang diantara mereka saja sudah amat berat apalagi kalau menghadapi mereka berlima sekaligus!
Betapapun juga, Perkumpulan Pengemis Tongkat Hitam ini mendapat nama baik di kalangan kang-ouw. Juga Ngo-hek-pangcu (Lima Ketua Hek) ini tidak tercela namanya, karena selama memegang pimpinan, mereka berlaku adil dan juga melakukan perbuatan-perbuatan gagah.
Akan tetapi, tentu saja sebagai ketua-ketua dari perkumpulan seperti Hek-tung Kai-pang yang amat terkenal, mereka juga mempunyai keangkuhan. Ketika mereka tiba di Ta-liong dari kota raja dan mendengar bahwa anak buah mereka yaitu para kepala ranting dan cabang yang berkumpul di situ, telah dihajar oleh seorang pemuda yang membela seorang pengemis golongan lain yang datang mengacau, mereka menjadi penasaran sekali. Maka diutuslah anak buah mereka untuk menantang pibu kepada pemuda itu.
Kini, pagi-pagi sekali Ngo-hek-pangcu telah bersiap sedia menanti kedatangan orang yang ditantangnya. Melihat kedatangan dua orang muda, seorang pemuda tampan dan gagah bersama seorang gadis cantik jelita, maka kelima orang pangcu ini merasa heran dan juga diam-diam mereka merasa kagum. Inikah orangnya yang telah dapat mengocar-ngacirkan para pemimpin ranting? Hampir tak dapat dipercaya!
Namun, sebagai orang-orang kango-uw yang ulung, mereka tidak berani memperlihatkan sikap memandang rendah dan segera mereka bangun berdiri ketika melihat Hong Beng dan Goat Lan menghampiri mereka.
“Maafkan kami, sahabat muda yang gagah. Kami sebagai pengemis-pengemis hina dina dan miskin tentu saja tidak dapat menyambut kedatanganmu sebagai mana layaknya seorang tamu agung dihormati,” kata Hek Liong, ketua yang paling tua diantara kelima orang itu.
Merahlah telinga Hong Beng mendengar ucapan dan melihat sikap ini. Ia merasa betapa “tuan rumah” ini terlalu berlebih-lebihan merendahkan diri dan mengangkatnya sebagai tamu agung. Akan tetapi Hong Beng memang berwatak sabar dan tenang, maka ia menjawab sambil menjura pula.
“Akulah yang minta maaf, Pangcu (Ketua)! Aku sebagai orang luar yang masih hijau dan bodoh, berani datang mengganggu kesenanganmu. Memang serba sukarlah kedudukanku, Pangcu. Tidak datang memenuhi panggilanmu, tentu akan mengecewakan hati Ngo-wi yang gagah, sebaliknya memenuhi undangan, berarti mengganggu rapat ini!”
Mendengar ucapan yang panjang lebar ini, serta melihat sikap pemuda yang amat tenang itu, kelima ketua itu diam-diam makin mengindahkan sikap Hong Beng. Pemuda dengan sikap seperti ini tak boleh dipandang ringan, pikir mereka.
“Dan bolehkah kiranya kami bertanya, dengan keperluan apakah Nona ini ikut datang ke sini!”
Goat Lan tersenyum dan dengan jenaka sekali ia tersenyum lalu menjura sambil menjawab,
“Ngo-wi Pangcu (Lima Tuan Ketua), aku adalah seorang perantau yang menjadi sahabat baik orang muda ini. Mendengar sahabat baikku ini mendapat undangan dari perkumpulan Hek-tung Kai-pang, hatiku amat tertarik sekali. Aku bersama kedua suhuku, Sin Kong Tianglo dan Im-yang Giok-cu, telah seringkali mengunjungi orang-orang besar di dunia kang-ouw, mengunjungi perkumpulan-perkumpulan orang gagah di dunia ini yang banyak macamnya. Akan tetapi, sungguh aku belum pernah bertemu dengan Perkumpulan Hek-tung Kai-pang yang sudah amat tersohor di empat penjuru ini!”
Goat Lan sengaja memperkenalkan diri sebagai murid Sin Kong Tianglo dan Im-yang Giok-cu, karena ia mengharapkan nama-nama kedua orang gurunya dapat melemahkan hati kelima orang pangcu itu sehingga permusuhan dapat dicegah.
Memang gadis yang cantik ini tepat sekali perhitungannya, karena mendengar nama kedua orang tokoh persilatan yang tinggi dan tersohor namanya ini, kelima orang pangcu itu lalu berdiri dari tempat duduk mereka dan menjura ke arah Goat Lan.
“Ah, sungguh mata kami seperti buta saja, tidak melihat Gunung Thai-san menjulang di depan mata! Silakan duduk, Li-hiap (Pendekar Wanita), dan perkenalkan nama kami kelima pangcu dari Hektung Kai-pang.”
Kelima orang raja pengemis itu lalu memperkenalkan nama mereka seorang demi seorang. Hong Beng juga memperkenalkan nama demikian pula Goat Lan. Berbeda dengan Goat Lan, Hong Beng tidak mau menceritakan siapa gurunya dan siapa pula orang tuanya. Ia ingin melihat bagaimana sikap raja-raja pengemis itu.
Akan tetapi setelah mempersilakan kedua orang tamunya itu mengambil tempat duduk, agaknya kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang itu tidak mempedulikan mereka lagi dan melayani orang-orang yang mulai datang, dan diantara para pendatang baru itu, nampak pula tiga orang pengemis yang membawa tongkat berbentuk ular. Mereka ini adalah ketua-ketua dari Coa-tung Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Tongkat Ular) dari timur yang juga besar pengaruhnya.
Selain tiga orang ketua Coa-tung Kaipang ini, nampak juga seorang tosu tinggi kurus, dan seorang laki-laki setengah tua yang rambutnya dikuncir panjang ke belakang dan memakai topi bundar sikapnya kasar dan berlagak. Tosu ini adalah seorang ahli silat yang bernama Beng Beng Tojin, seorang tokoh Bu-tong-san yang suka merantau.
Adapun orang bertopi bundar itu adalah seorang kasar yang terkenal sebagai ahli gwa-kang (tenaga kasar) dan ahli tiam-hoat (menotok jalan darah). Namanya Cong Tan dan julukannya It-ci-sin-kang (Si Jari Tangan Lihai).
Kelima saudara Hek yang menjadi ketua dari Hek-tung Kai-pang itu menyambut kedatangan lima orang ini dengan penuh penghormatan pula, akan tetapi mereka tidak dipersilakan duduk seperti Hong Beng dan Goat Lan.
Hong Beng dan Goat Lan saling pandang dan keduanya merasa heran mengapa tuan rumah tidak mempedulikan mereka lagi, dan bagaimanakah dengan pibu yang diajukan oleh kelima orang ketua itu? Bagi Hong Beng dan Goat Lan, memang mereka mengharapkan agar supaya tidak terjadi salah paham atau permusuhan, akan tetapi mereka pun, terutama Hong Beng takkan merasa puas sebelum mencoba kepandaian kelima orang tokoh Hek-tung Kai-pang yang terkenal itu.
Setelah menyambut tamu-tamu yang baru datang, Hek Liong, saudara tertua dari kelima orang itu, lalu berkata dengan suara keras kepada para pemimpin Hek-tung Kai-pang yang hadir di situ.
“Kawan-kawan sekalian! Sebagaimana telah ditentukan kemarin, maka pemilihan ketua akan dilakukan hari ini. Oleh karena hari ini sudah tiba waktunya bagi kami yang sudah memenuhi tugas sebagai ketua, maka dengan ini kami menyatakan turun dari kedudukan ketua untuk menghadapi pemilihan baru. Nah, silakan kawan-kawan yang mempunyai calon untuk mengajukan calonnya!”
Ramailah suara para anggauta perkumpulan pengemis itu setelah ketua mereka membuka rapat istimewa itu. Ternyata bahwa kelima orang tamu yang datang itu, yaitu ketiga ketua Coa-tung Kai-pang, Beng Beng Tojin, dan Cong Tan, datang atas kehendak mereka sendiri dengan maksud untuk mencoba merobohkan ketua lama untuk menduduki kedudukan ketua baru dari Hek-tung Kaiang. Semua yang hadir dengan suara bulat memilih kelima saudara Hek sebagai ketua lagi.
“Kami memilih Ngo-hek-pangcu tetap menjadi ketua kami!” seru suara para hadirin dengan serentak.
Mendengar seruan para anggauta Hektung Kai-pang ini, ketiga ketua Coatung Kai-pang itu segera berdiri dengan senyum mengejek. Mereka ini adalah ketua tingkat dua dari Coa-tung Kai-pang, dan usia mereka baru tiga puluh tahun lebih. Sikap mereka amat tinggi dan memandang rendah sedangkan mulut mereka selalu tersenyum seolah-olah menghadapi perkumpulan yang jauh lebih kecil daripada perkumpulan mereka sendiri. Juga pakaian tambal-tambalan yang mereka pakai berbeda dengan pakaian para pemimpin Hek-tung Kai-pang, karena biarpun pakaian mereka penuh tambalan, namun baik pakaian dasar maupun tambalannya amat bersih!
“Cu-wi sekalian,” kata yang tertua di antara mereka, yaitu seorang bertubuh tinggi besar bermuka hitam, “kami adalah anggauta-anggauta dewan pimpinan dari Coa-tung Kai-pang di timur yang mewakili perkumpulan kami. Kedatangan kami ini membawa maksud yang amat mulia. Menurut hasil perundingan dewan pengurus kami, maka sungguh tidak layak apabila di negeri ini terdapat terlatu banyak perkumpulan seperti yang kita sekalian dirikan. Mungkin Cu-wi sekalian sudah mendengar bahwa Hwa-i Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Baju Kembang) dari Secuan, Lo-kai Hwekoan (Rumah Perkumpulan Pengemis Tua) dari Santung, keduanya telah menggabungkan diri dan melebur perkumpulan mereka menjadi cabang dari perkumpulan kami Coa-tung Kai-pang yang terbesar dan jaya! Oleh karena itu, maka kedatangan kami ini merupakan wakil daripada perkumpulan kami untuk minta Cu-wi sekalian menginsyafi hal ini dan melebur perkumpulan Hek-tung Kai-pang menjadi cabang pula dari Coa-tung Kai-pang kami!”
Ucapan ini menyatakan betapa sombongnya Si Muka Hitam itu. Kalau ia dengan suara membujuk minta agar supaya Perkumpulan Tongkat Hitam itu suka menggabungkan diri dengan Perkumpulan Tongkat Ular, ini masih dapat diterima. Akan tetapi ia mempergunakan ucapan agar supaya Perkumpulan Pengemis Tongkat Hitam insaf dan melebur diri menjadi cabang Coa-tung Kai-pang! Sungguh tidak melihat muka para pemimpin Hek-tung Kai-pang!
Dengan wajah berubah merah, Hek Pa seorang ketiga dari kelima Ketua Hek-tung Kai-pang, bangkit berdiri dan menudingkan jari tangan kirinya kepada ketiga orang tamu itu sambil berkata,
“Orang-orang Coa-tung Kai-pang sombong amat! Siapakah yang tidak mendengar bahwa Hwa-i Kai-pang dan Lo-kai Hweekoan menggabungkan diri karena kalian paksa dengan kekerasan? Dan siapa pula yang tidak mendengar bahwa Coa-tung Kai-pang mempunyai banyak anggautanya yang melakukan pelanggaran dan kejahatan, tidak patut sebagai perkumpulan pengemis pendekar? Orang lain boleh kalian gertak, akan tetapi kami para pengurus Hek-tung Kai-pang tak gentar menghadapi tongkat ularmu!”
Para pengemis tongkat hitam yang berjumlah empat putuh orang lebih itu ketika mendengar ucapan Sam-pangcu (Ketua ke Tiga), serentak berseru,
”Betul! Usirlah orang-orang Coa-tung Kai-pang ini!” Dan dengan tongkat hitam diangkat tinggi-tinggi mereka maju mengurung!
Akan tetapi ketiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang itu masih saja bersikap tenang bahkan kini senyum mereka melebar sombong.
“Hemm, begitukah kegagahan Hek-tung Kai-pang? Hendak mengandalkan jumlah besar mengeroyok kami tiga orang? Alangkah rendah dan pengecutnya!”
Mendengar ejekan ini, Hek Liong lalu berdiri dan dengan gerak tangannya ia minta kepada semua anak buahnya untuk mundur. Setelah keadaan menjadi reda, ia lalu menghadapi Si Tinggi Besar itu sambil menantang,
“Dengarlah, kawan! Kami seluruh anggauta dan pengurus Hek-tung Kai-pang, tidak mau menerima usulmu untuk menggabungkan perkumpulan kami dengan perkumpulanmu. Habis, kau mau apa?”
“Hek-pangcu,” kata Si Muka Hitam yang tinggi besar itu, “lupakah kau bahwa hari ini adalah hari pemilihan pengurus baru perkumpulanmu? Aku mendengar bahwa siapa yang dapat mengalahkan Hek-tung-hwat, dialah yang berhak menjadi pangcu dari Hek-tung Kai-pang. Nah, kami bertiga hendak mencoba-coba kelihaian Ilmu Tongkat Hek-tung-hwat!”
“Bagus!” Tiba-tiba Beng Beng Tojin melangkah maju. “Inilah baru ucapan orang gagah. Untuk apa bertengkar mulut seperti wanita? Aturan harus dijalankan dan dipegang teguh. Kedatangan pinto juga ingin menguji kehebatan Hek-tung-hwat dan kalau pinto beruntung, pinto akan merasa senang menjadi pangcu!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar