Selasa, 06 Agustus 2019

Pendekar Remaja Jilid 081

Kemudian Hek Liong berkata kepada Hong Beng,
“Pangcu, kami mempersilakan Pangcu dan Li-hiap untuk datang ke tempat pertemuan kita yang kita sebut Istana Pengemis untuk merayakan pengangkatan ini, juga untuk mengesahkannya!

Beramai-ramai semua pengemis itu lalu mengiringkan Hong Beng dan Goat Lan menuju ke sebuah hutan di sebelah utara tempat itu. Hutan ini besar sekali dan ketika tiba di tengah hutan, Hong Beng dan tunangannya melihat sebuah kuil kuno yang baru saja diperbaiki. Biarpun dari luar nampak sangat miskin, akan tetapi huruf-huruf yang dipasang di luar kuil amat gagah dan angker. Huruf-huruf itu berbunyi : Istana Pengemis HEK TUNG KAI PANG.

Ketika kedua orang muda itu diarak masuk, Hong Beng dan Goat Lan terkejut sekali karena di sebelah dalam sungguh amat berbeda dengan keadaan di luar. Di situ amat indah dan mewah. Meja dan kursi serta perabot-perabot lain terdiri dari barang-barang mahal, terukir indah dan serba baru! Benar-benar patut menjadi perabot dan isi ruang sebuah istana kaisar!

Tahulah kini Hong Beng dan Goat Lan mengapa banyak yang berhati serakah ingin menduduki jabatan ketua dari perkumpulan pengemis ini. Tidak tahunya keadaan mereka begitu kaya raya.

Memang sesungguhnya para pengemis itu yang hidupnya hanya bekerja mengemis dan juga menerima upah dari pekerjaan kasar atau membantu orang menjaga keamanan, selalu mengumpulkan hasil pekerjaan mereka dan menyerahkannya kepada pusat sehingga dapatlah dibangun isi istana yang mewah ini.

Selain perabot-perabot yang indah itu, ternyata banyak pula terdapat harta simpanan yang besar jumlahnya. Setelah bercakap-cakap lebih mendalam, tahulah kedua orang muda itu bahwa harta benda itu bukannya disimpan begitu saja, akan tetapi dipergunakan untuk menolong rakyat miskin dengan jalan menderma dan lain-lain.

Maka makin kagumlah mereka terhadap perkumpulan pengemis ini dan makin yakinlah hati Hong Beng bahwa menjadi ketua perkumpulan macam ini sekali-kali bukanlah hal yang merendahkan namanya!

Ketika mereka duduk bercakap-cakap, masuklah pengemis-pengemis yang masih muda, yaitu anggauta-anggauta yang ditugaskan untuk mengeluarkan hidangan dan kembali Hong Beng dan Goat Lan tercengang karena hidangan yang dikeluarkan adalah hidangan-hidangan yang mewah dan mahal, sedangkan araknyapun adalah arak Hangciu yang lezat dan harum, bukan arak sembarang arak.

Pesta berjalan dengan meriah sekali dan kedua orang muda itu mendapat kenyataan bahwa para pengemis itu makan hidangan mereka dengan cara yang amat beraturan dan sopan. Benar-benar mengagumkan sekali!

Pada saat pesta berjalan ramai, tiba-tiba dari luar pintu terdengar suara bentakan parau dan keras,

“Hek-tung Kai-pang Pangcu, sambutlah kami!”

Belum lenyap gema suara itu, orangnya telah melayang masuk dan tahu-tahu di tengah ruangan itu berdiri dua orang pengemis tua yang berpakaian tambal-tambalan akan tetapi bersih sekali dan mereka memegang tongkat ular! Ternyata mereka ini adalah dua orang pengurus Coa-tung Kai-pang tingkat satu!

Coa-tung Kai-pang mempunyai banyak sekali pengurus, dan pengurus yang bertingkat satu saja ada tujuh orang, dan mereka ini adalah murid dari seorang tosu tua yang menjabat kedudukan pemimpin besar dan bernama Coa Ong Lojin.

Adapun dua orang pengurus tingkat satu yang datang ini bernama Kim Coa Jin dan Bhok Coa Jin. Mereka ini mendapat laporan dari tiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang yang telah roboh di tangan Ngo-hengte dari Hek-tung Kai-pang pagi tadi. Dengan marah Kim Coa Jin dan Bhok Coa Jin lalu mendatangi istana pengemis di dalam hutan itu dengan maksud untuk merobohkan lima orang ketuanya.

Dengan tindakan kaki berlagak sekali dua orang tua itu sambil menggerak-gerakkan tongkat ular di tangannya menghampiri meja Hek Liong dan adik-adiknya yang duduk di sebelah kiri Hong Beng dan Goat Lan. Kim Coa Jin tertawa bergelak di depan lima orang pengurus Hek-tung Kai-pang itu lalu berkata,

“Pangcu-pangcu dari Hek-tung Kai-pang benar-benar tidak memandang mata kepada kami dari Coa-tung Kai-pang. Mengadakan perjamuan minum arak sedemikiah ramainya sama sekali tidak mengundang! Ha-ha, benar-benar tidak memandang mata kepada orang segolongan”






Hek Liong maklum bahwa dua orang tua ini memang datang hendak membuat ribut dan melihat sikap mereka yang kasar ia tidak mau membiarkan pangcunya yang baru untuk menghadapinya, maka ia sendiri lalu berdiri bersama empat orang adiknya, menjura sebagai penghormatan sambil berkata,

“Maaf, Ji-wi datang tanpa kami ketahui sehingga tidak siang-siang mengatur penyambutan. Silakan duduk dan minum arak kami yang murah!”

Sambil berkata demikian Hek Liong lalu mengeluarkan dua buah cawan dan mengisi sendiri cawan-cawan itu sampai penuh dengan arak harum.

“Ha-ha-ha-ha!” Bhok Coa Jin tertawa bergelak, dilain saat dengan gerakan cepat sekali ia mengulur tongkat ularnya sambil berkata, “Biarlah tongkatku mencoba dulu bagamana rasanya arakmu!”

Sambil berkata demikian, sekali tongkatnya bergerak ke depan, kedua cawan arak yang disuguhkan itu terguling di atas meja dan araknya tumpah membasahi meja! Kemudian ujung tongkatnya yang berkepala ular itu meluncur memasuki mulut guci, dari mulut guci itu keluarlah uap hijau bergulung ke atas!

“Ha-ha-ha! Arakmu cukup baik!” kata Bhok Coa Jin kepada lima orang pengurus Hek-tung Kai-pang itu. “Marilah kita minum arak dari guci yang telah dicoba isinya oleh tongkatku tadi!”

Tanpa diketahui oleh orang lain, Goat Lan membisikkan sesuatu kepada Hong Beng sambil memberikan tiga buah pel merah kepada tunangannya itu. Hong Beng lalu berdiri dan mendahului kelima saudara Hek itu berkata kepada dua orang tamu yang aneh ini,

“Ji-wi Lo-kai (Dua Tuan Pengemis Tua), melihat dari tongkatmu, aku dapat menduga bahwa kalian tentulah pengurus-pengurus dari Coa-tung Kai-pang! Pertunjukanmu tadi lucu sekali dan kebetulan aku adalah seorang yang paling doyan arak beruap! Marilah aku menemani kau berdua minum arak!”

Sambil berkata demikian, tanpa menanti jawaban tamunya, Hong Beng mengambil guci arak tadi dan mengisikan arak ke dalam cawan-cawan tamunya yang tadi terguling, juga ia mengisi cawannya sendiri sampai penuh.

Semua orang melihat betapa arak yang keluar dari guci itu telah berwarna hijau, padahal tadinya berwarna kemerahan! Lima orang pengurus Hek-tung Kai-pang menjadi pucat karena mereka maklum bahwa arak itu telah dicampuri racun!

“Arak itu beracun!” seru Hek Liong marah.

“Ha-ha-ha! Ternyata ketua dari Hek tung Kai-pang berhati pengecut! Kalah oleh orang muda berhati tabah dan gagah ini!” kata Kim Coa Jin sambil tertawa bergelak-gelak. “Siapakah pemuda ini yang menantang kami minum arak? Kami tidak sudi minum arak dengan segala orang tak ternama!”

Makin marahlah Hek Liong mendengar ucapan ini.
“Bukalah matamu baik-baik karena kau berhadapan dengan pangcu kami yang baru!”

Kim Coa Jin dan Bhok Coa Jin melengak dengan heran. Kini mereka memandang kepada Hong Beng dengan penuh perhatian. Kemudian mereka menjura ke arah Hong Beng sebagai penghormatan yang dibalas oleh Hong Beng dengan sepatutnya.

“Tidak tahu siapakah nama Pangcu yang terhormat?” tanya Kim Coa Jin.

“Siauwte bernama Sie Hong Beng dan secara kebetulan saja siauwte dipilih menjadi pangcu dari Hek-tung Kai-pang yang mulia. Tidak tahu siapakah Ji-wi dan ada keperluan apakah dua orang penting dari Coa-tung Kai-pang datang kesini?”

“Hemm, kami adalah pengurus-pengurus Coa-tung Kai-pang, namaku Kim Coa Jin dan ini adalah adikku Bhok Coa Jin. Kami tidak tahu bahwa Hek-tung Kai-pang telah berganti pengurus. Bagus, bagus, kami harap saja biarpun kau masih muda, akan tetapi sudah terbuka pikiranmu untuk menggabungkan perkumpulanmu yang kecil ini kepada Coa-tung Kai-pang yang besar sehingga tak perlu ada pertikaian lagi.”

“Ji-wi Lo-kai, hal itu tak mungkin dilakukan. Setiap perkumpulan mempunyai tujuan sendiri-sendiri, dan biarlah kita melakukan tugas masing-masing tanpa saling mengganggu, bukankah dengan demikian akan lebih baik lagi dan tidak ada pertikaian? Aku akan memberi nasihat kepada semua anggauta perkumpulan kami agar jangan mengganggu perkumpulanmu, dan sebaliknya aku mengharap pula dari pihakmu ada kebijaksanaan seperti itu.”

Tiba-tiba Kim Coa Jin tertawa bergelak dengan suara menghina dan memandang rendah sekali.

“Pangcu, kau ternyata masih hijau seperti usiamu. Marilah kita minum arak hijau ini untuk menambah pengalamanmu. Beranikah kau?”

“Mengapa tidak berani?” kata Hong Beng yang sudah menelan tiga butir pel ang-tan pemberian tunangannya tadi.

Ia percaya penuh akan kelihaian tunangannya yang paham betul akan segala macam racun dan pengobatannya, maka ketika tadi Goat Lan menyerahkan pel itu sambil berbisik bahwa itulah pel penawar dan penolak racun hijau, ia segera menelannya dan bertindak seperti yang dituturkan di atas.

Kini ia mengangkat cawan araknya, diturut pula oleh dua orang tamu itu yang memandangnya dengan mata heran akan tetapi mulut tersenyum mengejek. Mereka lalu minum arak itu. Sekali tenggak saja arak hijau itu lenyap dalam perut Hong Beng.

Sekarang barulah dua orang pengemis tua itu terheran-heran. Biasanya, racun hijau yang dimasukkan di dalam arak itu amat keras. Jangankan menghabiskan secawan, baru minum beberapa tetes saja cukup untuk membakar isi perut orang dan membinasakannya seketika itu juga.

Akan tetapi, pemuda yang tampan dan tenang ini setelah minum secawan tidak kelihatan terpengaruh sama sekali, seakan-akan arak itu tidak ada apa-apanya! Mereka menjadi penasaran dan Kim Coa Jin sendiri kini memasukkan kepala tongkatnya ke dalam guci, menambah racun itu dan menuangkan isi guci ke dalam tiga cawan yang sudah kosong, memenuhinya kembali.

“Kau kuat minum secawan lagi, Pangcu?” tanyanya menantang.

Hong Beng tersenyum.
“Mengapa tidak kuat? Marilah kita minum untuk kesejahteraan Hek-tung Kai-pang!”

Kembali mereka minum dan sekali lagi Kim Coa Jin dan Bhok Coa Jin saling pandang dengan heran. Jangankan menjadi mabuk atau roboh binasa, merah pun tidak muka pemuda tampan itu.

“Secawan lagi, Ji-wi Lokai?”

Kini Hong Beng yang menantang! Kedua orang pengemis tua itu menjadi bingung. Obat penawar yang tadinya sudah mereka telan hanya cukup kuat untuk menolak racun dua cawan arak, kalau harus minum secawan lagi, mungkin mereka takkan kuat menahan dan akan roboh binasa dengan isi perut terbakar!

“Cukup, cukup, Pangcu!” kata Kim Coa Jin sambil menggerakkan tongkat ularnya. “Sudah terbuka mata kami bahwa biarpun masih muda, ternyata kau adalah seorang yang kuat minum. Tidak tahu apakah ilmu tongkatmu sekuat tenaga minummu!”

Pada saat itu, Hek Liong melangkah maju menghadap Hong Beng dan menyerahkan sebatang tongkat hitam dengan sikap menghormat sekali. Tongkat ini baru saja ia ambil dari dalam sebuah kamar dan ternyata bahwa tongkat ini luar biasa sekali. Memang warnanya hitam seperti tongkat-tongkat yang dipegang oleh semua anggauta Hek-tung Kai-pang, akan tetapi tongkat ini mengeluarkan cahaya mengkilap dan ternyata dapat digulung.

“Tongkat ini adalah peninggalan sucouw kami Hek-tung Kai-ong. Sudah berpuluh tahun tidak ada orang yang dapat mempergunakan tongkat lemas ini, maka sekarang kami serahkan kepada Pangcu!”

Hong Beng menerima tongkat itu dengan girang dan ketika ia memegang tongkat itu, ia merasa kagum dan juga girang sekali. Ternyata bahwa senjata luar biasa ini terbuat dari logam yang amat kuat dan merupakan sebatang tongkat pusaka yang ampuh sekali. Ia segera turun dari tempat duduknya dan menghadapi dua orang tamunya itu dengan sikap tenang.

“Ji-wi Lo-kai, kami telah maklum bahwa kalian dari Coa-tung Kai-pang ingin sekali memperlebar pengaruhmu, akan tetapi caramu ini benar-benar kurang sempurna. Apa kau kira bahwa di kolong langit ini tidak ada orang-orang yang lebih pandai daripada pemimpin-pemimpin Coa-tung Kai-pang? Tanpa kusengaja, aku yang muda dan bodoh telah terpilih menjadi pemimpin Hek-tung Kai-pang, betapapun juga, aku akan membela perkumpulan ini dengan tongkat yang telah dipercayakan kepadaku. Nah, silakan Ji-wi maju mencoba kekerasan tongkat ini!”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar