Menghadapi keramahan anak ini, Goat Lan tak dapat menolak dan ia menganggukkan kepalanya. Ong Tek menjadi girang sekali dan ketika ia melihat Hong Beng ia segera bertanya,
“Li-hiap, siapakah Twako yang gagah ini?”
“Dia adalah… kawan baikku, dan kedatanganku juga bersama dia.”
Ong Tek yang terpelajar itu lalu menjura dan memberi hormat kepada Hong Beng yang membalasnya dengan tersenyum. Ia suka juga melihat anak yang sopan dan peramah ini.
“Silakan naik kuda pengawalku!” kata Ong Tek, yang menyuruh dua orang pengawalnya turun dari kuda.
Akan tetapi Goat Lan dan Hong Beng tentu saja menolaknya dan menyatakan lebih baik berjalan kaki. Ong Tek tak dapat memaksa dan ia pun lalu menyuruh para pengawalnya berangkat lebih dulu sambil membawa kudanya, mengabarkan bahwa penolongnya akan datang ke rumahnya. Ia sendiri lalu bersama dua orang muda itu berjalan kaki!
Rumah gedung Pangeran Ong Tiang Houw, ayah Ong Tek, amat besar dan megah. Pangeran ini cukup berpengaruh, karena dia masih terhitung keluarga dekat dengan Kaisar. Maka ia amat disegani. Akan tetapi oleh karena ia amat setia kepada Kaisar dan tidak mau berbaik dengan para pembesar durna, diam-diam banyak pembesar yang membencinya.
Ketika Goat Lan dan Hong Beng tiba di gedung itu, mereka merasa amat malu-malu dan sungkan karena ternyata bahwa Pangeran Ong Tiang Houw suami-isteri menyambut mereka sendiri sampai di depan pintu, diiringkan oleh banyak sekali pelayan dan pengawal!
Begitu berhadapan, ibu Ong Tek lalu maju dan merangkul Goat Lan. Ia menatap wajah pendekar wanita itu dengan kagum lalu berkata,
“Ah, melihat kau begini cantik dan lemah-lembut, sukarlah bagiku untuk percaya cerita Tek-ji (Anak Tek) bahwa kau adalah seorang pendekar wanita gagah perkasa yang telah menolong nyawa anakku.”
Goat Lan dengan muka kemerah-merahan mengucapkan kata-kata merendah. Juga Pangeran Ong menyatakan kegembiraan dan kekagumannya.
“Nona, siapakah sebenarnya namamu? Putera kami sendiri tidak tahu siapa nama penolongnya.”
Goat Lan dengan sikap hormat dan manis lalu memperkenalkan namanya dan juga nama Hong Beng. Ketika mendengar bahwa Goat Lan adalah puteri Kwee An dan Hong Beng putera Pendekar Bodoh, Pangeran Ong makin menghormat sikapnya. Kedua orang muda itu lalu diajak masuk ke dalam dimana mereka diterima dengan jamuan makan yang mewah serta percakapan yang amat ramah tamah dan meriah.
Pada saat mereka sedang makan minum sambil bercakap-cakap, ditemani oleh beberapa orang pengawal kepala yang duduk di meja lain, tiba-tiba seorang penjaga pintu datang menghadap Pangeran Ong dengan wajah pucat.
“Taijin, di luar ada utusan dari Hong-siang (Kaisar) yang minta agar Paduka dan tamu Paduka keluar.”
Pangeran Ong mengerutkan kening mendengar ini. Tidak biasa Kaisar mengutus orang pada waktu seperti ini, dan sepanjang ingatannya, tidak ada urusan penting di istana. Betapapun juga, ia berdiri dari tempat duduknya dan Hong Beng yang mendengar ucapan penjaga itu pun lalu bangun berdiri mengikuti tuan rumah keluar dari ruangan dalam.
Adapun Goat Lan yang duduk bercakap-cakap dengan Nyonya Ong, hanya memandang ke arah Hong Beng, seakan-akan ia menyatakan sudah cukup diwakili oleh tunangannya itu untuk melihat apakah yang terjadi di luar gedung.
Ketika Pangeran Ong dan Hong Beng tiba di luar, ternyata yang datang adalah Perwira Bu Kwan Ji sendiri, diikuti oleh lima orang perwira lain. Melihat Pangeran Ong, Bu Kwan Ji memberi hormat karena kedudukan Pangeran ini jauh lebih tinggi daripada kedudukannya yang hanya sebagai kepala pengawal raja.
“Mohon dimaafkan apabila hamba mengganggu Taijin. Hamba mendapat keterangan bahwa kedua orang muda yang lancang berani memberi obat palsu kepada Pangeran yang sedang sakit berada di gedung Taijin dan hamba datang hendak menangkap mereka.” Ia memandang ke arah Hong Beng yang berdiri dengan tenangnya.
Pangeran Ong memandang heran. Sesungguhnya Hong Beng dan Goat Lan tidak menceritakan kepadanya tentang hal pengobatan itu.
“Bu-ciangkun, apakah kau mengimpi? Memang ada kedua orang tamuku disini, akan tetapi mereka adalah pendekar-pendekar muda yang gagah perkasa. Inilah seorang diantaranya, ia adalah putera dari Pendekar Bodoh, apakah ini yang kau maksudkan?”
Bu Kwan Ji tertegun mendengar bahwa pemuda ini adalah putera Pendekar Bodoh, akan tetapi ia dapat menetapkan hatinya dan berkata,
“Betul, Taijin. Dia inilah dan seorang gadis telah berani memberi obat palsu kepada Hong-siang dan setelah diberikan kepada Pangeran yang sakit, ternyata obat itu membuat sakitnya lebih berat!”
Hong Beng melangkah maju,
“Ciangkun, apakah bicaramu itu boleh dipercaya?”
“Mengapa tidak? Hayo kau menyerah untuk kami tangkap! Kau dan kawanmu telah berani mati mencoba meracuni Pangeran!”
Sambil berkata demikian, Bu Kwan Ji bergerak maju diikuti lima orang kawannya. Akan tetapi Hong Beng sudah marah sekali.
“Maaf, Ong-taijin,” katanya kepada Pangeran Ong, “terpaksa hamba akan melayani perwira-perwira kasar ini.” Ia lalu menantang kepada Bu Kwan Ji dengan suara keras. “Perwira she Bu, aku tidak percaya akan semua ucapanmu itu! Kalau memang benar kata-katamu, antarkanlah aku dan kawanku ke tempat Pangeran yang sedang sakit berada, agar kami dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri!”
“Hemm, penjahat muda. Apakah kau hendak datang dan membunuh Pangeran dengan kedua tanganmu sendiri, setelah obat racunmu tidak berhasil membunuhnya?”
Keadaan menjadi tegang dan Pangeran Ong lalu berlari masuk sambil berkata,
“Baik kupanggil Nona Kwee!”
Sementara itu, dua orang pengawalnya berdiri menjaga pintu sedangkan Hong Beng berdiri bertolak pinggang dengan sikap menantang.
Tiba-tiba terdengar suara bergelak dari sebelah belakang para perwira itu dan tahu-tahu seorang kakek tua yang berpakaian mewah dan membawa sebatang huncwe panjang melangkah maju.
“Bu-ciangkun, orang ini mengaku sebagai putera Pendekar Bodoh! Ha-ha-ha! Agaknya semua penjahat muda menggunakah nama Pendekar Bodoh untuk menakut-nakuti orang. Akan tetapi aku tidak takut! Biarlah aku menolong kalian menangkapnya!”
Orang tua itu bukan lain adalah Ban Sai Cinjin! Biarpun Hong Beng belum pernah melihat sendiri kakek ini, namun ia telah mendengar dari Goat Lan tentang kakek ini. Ketika Ban Sai Cinjin mengirim huncwenya ke arah Hong Beng, pemuda ini merasa betapa angin yang keras menyambar ke arahnya. Cepat ia mengelak dan kini ia tidak merasa ragu-ragu lagi. Melihat kelihaian sambaran huncwe tadi, ia maklum bahwa tentulah ini orangnya yang pernah bertempur dengan Lili dan Goat Lan.
“Apakah ini yang disebut Huncwe Maut?” katanya mengejek. “Biar kulihat sampai dimana sih kepandaianmu maka kau sejahat itu!”
Ban Sai Cinjin merasa penasaran sekali ketika sambaran huncwenya dapat dielakkan dengan secara mudah sekali oleh pemuda itu. Tadinya ia masih memandang rendah dan sama sekali tidak percaya bahwa pemuda ini pun putera Pendekar Bodoh, maka ia lalu maju menyerang dengan cepatnya.
Akan tetapi, akhirnya ia merasa ragu-ragu dan terkejut sekali karena gerakan pemuda itu benar-benar luar biasa sekali. Dengan ilmu gin-kang bagaikan seekor burung walet ringannya pemuda itu dapat menghindarkan diri dari serangan-serangan huncwenya, bahkan kini membalas dengan serangan pukulan tangan kosong yang luar biasa sekali. Makin besar rasa terkejutnya ketika ia mengenal ilmu silat pemuda ini sebagai Ilmu Silat Pat-kwa-ciang-hoat, ilmu silat satu-satunya di dunia barat yang menjadi kepandaian seorang tokoh besar.
“Eh, dari mana kau mencuri ilmu silat dari Pok Pok Sianjin?” bentaknya sambil mengayun huncwenya.
“Tua bangka rendah! Pok Pok Sianjin adalah Suhuku, kau mau apa?” Hong Beng memaki sambil mempercepat gerakannya.
Pertempuran berjalan ramai sekali dan sungguhpun Hong Beng menghadapinya dengan tangan kosong, namun dalam beberapa belas jurus ini belum kelihatan pemuda itu terdesak, bahkan ia mempergunakan kegesitan dan keringanan tubuhnya untuk menyambar-nyambar dari atas dan mengirim pukulan dan tendangan ke arah kepala lawannya!
Bukan main terkejut dan marahnya Ban Sai Cinjin. Tadi ia telah menyombong di depan Bu Kwin Ji dan ketiga tabib istana untuk menangkap dua orang muda yang hendak mencoba mengobati Pangeran, akan tetapi sekarang baru menghadapi seorang diantara kedua orang muda itu saja, ia tidak dapat menangkapnya, biarpun pemuda itu bertangan kosong!
Ia berseru keras dan dengan cepat ia menjemput tembakau hitam dari kantong tembakau yang tergantung pada huncwenya, memasukkan tembakau itu di kepala huncwenya yang masih berapi. Tak lama kemudian mengepullah asap hitam dari huncwenya!
Akan tetapi pada saat itu, berkelebat bayangan putih kemerahan dan tahu-tahu Goat Lan telah melompat dari dalam dan berdiri di depan kedua orang pengawal Pangeran Ong yang berdiri menjaga di depan pintu masuk. Di belakangnya nampak Ong Tek berlari-lari mengikutinya. Kini keduanya berdiri bengong memandang ke arah mereka yang sedang bertempur.
Ong Tek memandang dengan hati berdebar ngeri ketika mengenal bekas gurunya yang sedang menyerang Hong Beng, adapun Goat Lan juga merasa heran mengapa kakek ini tiba-tiba saja dapat muncul di tempat itu. Akan tetapi ketika ia melihat huncwe yang mengepulkan asap hitam itu, tak terasa pula ia mendekatkan telunjuknya ke mulut. Hatinya gelisah dan ia memandang dengan hati kuatir sekali akan keselamatan tunangannya.
“Hati-hati, Koko, asap tembakaunya beracun! Biar aku menghadapi pesolek tua bangka ini!”
Setelah berkata demikian, ia mencabut sepasang bambu runcingnya dan melompat ke kalangan pertempuran.
Bukan main kagetnya hati Ban Sai Cinjin ketika ia melihat gadis yang pernah mengacau kuilnya dulu. Ia cepat memutar huncwenya untuk menangkis bambu runcing yang telah dikenal kelihaiannya itu. Sungguh sial, pikirnya. Keadaan pemuda itu saja sudah merupakan kesialan baginya, karena tadinya ia tidak percaya bahwa pemuda ini benar-benar putera Pendekar Bodoh dan memiliki ilmu silat sedemikian lihainya, bahkan ternyata masih murid Pok Pok Sianjin pula! Dan sama sekali tidak pernah ia mimpi bahwa gadis yang membawa obat untuk Pangeran itu adalah Kwee Goat Lan yang lihai!
Menghadapi kedua orang muda ini, ia tidak akan menang, pikirnya, maka setelah menyemburkan asap hitam tembakaunya, ia lalu melompat mundur dan lari keluar dari tempat itu! Goat Lan memutar sepasang bambu runcingnya untuk memukul buyar asap hitam yang bergumpal-gumpal sedangkan Hong Beng juga melompat mundur sambil menggerakkan kedua tangannya agar mendatangkan angin mengusir asap berbahaya tadi.
Ketika keduanya memandang ke depan, ternyata rombongan perwira tadipun sudah lenyap dari situ! Pangeran Ong Tiang Houw sudah keluar pula dan Pangeran ini marah sekali. Ia membanting-banting kakinya dan berkata dengan gemas,
“Terlalu sekali si Bu Kwan Ji! Aku harus memprotes hal ini di hadapan Kaisar! Perwira itu sudah sepatutnya diganti dengan orang lain! Sungguh kurang ajar, di rumahku berani berlagak seperti itu!”
Adapun Goat Lan merasa marah sekali dan juga mendongkol.
“Susah payah Suhu mencarikan obat sampai mengorbankan nyawa dan aku melanjutkan usahanya mencari obat itu, tidak tahu hanya begini saja terima kasih orang! Koko, apa gunanya mengobati orang yang tidak tahu terima kasih? Aku mau pulang saja ke Tiang-an!”
Biarpun dibujuk oleh Pangeran Ong, Goat Lan tetap tidak mau tinggal lebih lama di gedung Pangeran itu dan bersama Hong Beng lalu keluar dari situ. Akan tetapi Hong Beng berhasil membujuk Goat Lan agar jangan meninggalkan kota raja dulu.
“Moi-moi, hatiku masih merasa amat curiga terhadap Bu Kwan Ji itu! Siapa tahu kalau-kalau dia yang main gila dan bukan Kaisar yang menyuruh tangkap kita? Dan siapa tahu pula kalau dia bermain gila dan mengganti obat buah mutiara itu dengan lain buah?”
“Li-hiap, siapakah Twako yang gagah ini?”
“Dia adalah… kawan baikku, dan kedatanganku juga bersama dia.”
Ong Tek yang terpelajar itu lalu menjura dan memberi hormat kepada Hong Beng yang membalasnya dengan tersenyum. Ia suka juga melihat anak yang sopan dan peramah ini.
“Silakan naik kuda pengawalku!” kata Ong Tek, yang menyuruh dua orang pengawalnya turun dari kuda.
Akan tetapi Goat Lan dan Hong Beng tentu saja menolaknya dan menyatakan lebih baik berjalan kaki. Ong Tek tak dapat memaksa dan ia pun lalu menyuruh para pengawalnya berangkat lebih dulu sambil membawa kudanya, mengabarkan bahwa penolongnya akan datang ke rumahnya. Ia sendiri lalu bersama dua orang muda itu berjalan kaki!
Rumah gedung Pangeran Ong Tiang Houw, ayah Ong Tek, amat besar dan megah. Pangeran ini cukup berpengaruh, karena dia masih terhitung keluarga dekat dengan Kaisar. Maka ia amat disegani. Akan tetapi oleh karena ia amat setia kepada Kaisar dan tidak mau berbaik dengan para pembesar durna, diam-diam banyak pembesar yang membencinya.
Ketika Goat Lan dan Hong Beng tiba di gedung itu, mereka merasa amat malu-malu dan sungkan karena ternyata bahwa Pangeran Ong Tiang Houw suami-isteri menyambut mereka sendiri sampai di depan pintu, diiringkan oleh banyak sekali pelayan dan pengawal!
Begitu berhadapan, ibu Ong Tek lalu maju dan merangkul Goat Lan. Ia menatap wajah pendekar wanita itu dengan kagum lalu berkata,
“Ah, melihat kau begini cantik dan lemah-lembut, sukarlah bagiku untuk percaya cerita Tek-ji (Anak Tek) bahwa kau adalah seorang pendekar wanita gagah perkasa yang telah menolong nyawa anakku.”
Goat Lan dengan muka kemerah-merahan mengucapkan kata-kata merendah. Juga Pangeran Ong menyatakan kegembiraan dan kekagumannya.
“Nona, siapakah sebenarnya namamu? Putera kami sendiri tidak tahu siapa nama penolongnya.”
Goat Lan dengan sikap hormat dan manis lalu memperkenalkan namanya dan juga nama Hong Beng. Ketika mendengar bahwa Goat Lan adalah puteri Kwee An dan Hong Beng putera Pendekar Bodoh, Pangeran Ong makin menghormat sikapnya. Kedua orang muda itu lalu diajak masuk ke dalam dimana mereka diterima dengan jamuan makan yang mewah serta percakapan yang amat ramah tamah dan meriah.
Pada saat mereka sedang makan minum sambil bercakap-cakap, ditemani oleh beberapa orang pengawal kepala yang duduk di meja lain, tiba-tiba seorang penjaga pintu datang menghadap Pangeran Ong dengan wajah pucat.
“Taijin, di luar ada utusan dari Hong-siang (Kaisar) yang minta agar Paduka dan tamu Paduka keluar.”
Pangeran Ong mengerutkan kening mendengar ini. Tidak biasa Kaisar mengutus orang pada waktu seperti ini, dan sepanjang ingatannya, tidak ada urusan penting di istana. Betapapun juga, ia berdiri dari tempat duduknya dan Hong Beng yang mendengar ucapan penjaga itu pun lalu bangun berdiri mengikuti tuan rumah keluar dari ruangan dalam.
Adapun Goat Lan yang duduk bercakap-cakap dengan Nyonya Ong, hanya memandang ke arah Hong Beng, seakan-akan ia menyatakan sudah cukup diwakili oleh tunangannya itu untuk melihat apakah yang terjadi di luar gedung.
Ketika Pangeran Ong dan Hong Beng tiba di luar, ternyata yang datang adalah Perwira Bu Kwan Ji sendiri, diikuti oleh lima orang perwira lain. Melihat Pangeran Ong, Bu Kwan Ji memberi hormat karena kedudukan Pangeran ini jauh lebih tinggi daripada kedudukannya yang hanya sebagai kepala pengawal raja.
“Mohon dimaafkan apabila hamba mengganggu Taijin. Hamba mendapat keterangan bahwa kedua orang muda yang lancang berani memberi obat palsu kepada Pangeran yang sedang sakit berada di gedung Taijin dan hamba datang hendak menangkap mereka.” Ia memandang ke arah Hong Beng yang berdiri dengan tenangnya.
Pangeran Ong memandang heran. Sesungguhnya Hong Beng dan Goat Lan tidak menceritakan kepadanya tentang hal pengobatan itu.
“Bu-ciangkun, apakah kau mengimpi? Memang ada kedua orang tamuku disini, akan tetapi mereka adalah pendekar-pendekar muda yang gagah perkasa. Inilah seorang diantaranya, ia adalah putera dari Pendekar Bodoh, apakah ini yang kau maksudkan?”
Bu Kwan Ji tertegun mendengar bahwa pemuda ini adalah putera Pendekar Bodoh, akan tetapi ia dapat menetapkan hatinya dan berkata,
“Betul, Taijin. Dia inilah dan seorang gadis telah berani memberi obat palsu kepada Hong-siang dan setelah diberikan kepada Pangeran yang sakit, ternyata obat itu membuat sakitnya lebih berat!”
Hong Beng melangkah maju,
“Ciangkun, apakah bicaramu itu boleh dipercaya?”
“Mengapa tidak? Hayo kau menyerah untuk kami tangkap! Kau dan kawanmu telah berani mati mencoba meracuni Pangeran!”
Sambil berkata demikian, Bu Kwan Ji bergerak maju diikuti lima orang kawannya. Akan tetapi Hong Beng sudah marah sekali.
“Maaf, Ong-taijin,” katanya kepada Pangeran Ong, “terpaksa hamba akan melayani perwira-perwira kasar ini.” Ia lalu menantang kepada Bu Kwan Ji dengan suara keras. “Perwira she Bu, aku tidak percaya akan semua ucapanmu itu! Kalau memang benar kata-katamu, antarkanlah aku dan kawanku ke tempat Pangeran yang sedang sakit berada, agar kami dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri!”
“Hemm, penjahat muda. Apakah kau hendak datang dan membunuh Pangeran dengan kedua tanganmu sendiri, setelah obat racunmu tidak berhasil membunuhnya?”
Keadaan menjadi tegang dan Pangeran Ong lalu berlari masuk sambil berkata,
“Baik kupanggil Nona Kwee!”
Sementara itu, dua orang pengawalnya berdiri menjaga pintu sedangkan Hong Beng berdiri bertolak pinggang dengan sikap menantang.
Tiba-tiba terdengar suara bergelak dari sebelah belakang para perwira itu dan tahu-tahu seorang kakek tua yang berpakaian mewah dan membawa sebatang huncwe panjang melangkah maju.
“Bu-ciangkun, orang ini mengaku sebagai putera Pendekar Bodoh! Ha-ha-ha! Agaknya semua penjahat muda menggunakah nama Pendekar Bodoh untuk menakut-nakuti orang. Akan tetapi aku tidak takut! Biarlah aku menolong kalian menangkapnya!”
Orang tua itu bukan lain adalah Ban Sai Cinjin! Biarpun Hong Beng belum pernah melihat sendiri kakek ini, namun ia telah mendengar dari Goat Lan tentang kakek ini. Ketika Ban Sai Cinjin mengirim huncwenya ke arah Hong Beng, pemuda ini merasa betapa angin yang keras menyambar ke arahnya. Cepat ia mengelak dan kini ia tidak merasa ragu-ragu lagi. Melihat kelihaian sambaran huncwe tadi, ia maklum bahwa tentulah ini orangnya yang pernah bertempur dengan Lili dan Goat Lan.
“Apakah ini yang disebut Huncwe Maut?” katanya mengejek. “Biar kulihat sampai dimana sih kepandaianmu maka kau sejahat itu!”
Ban Sai Cinjin merasa penasaran sekali ketika sambaran huncwenya dapat dielakkan dengan secara mudah sekali oleh pemuda itu. Tadinya ia masih memandang rendah dan sama sekali tidak percaya bahwa pemuda ini pun putera Pendekar Bodoh, maka ia lalu maju menyerang dengan cepatnya.
Akan tetapi, akhirnya ia merasa ragu-ragu dan terkejut sekali karena gerakan pemuda itu benar-benar luar biasa sekali. Dengan ilmu gin-kang bagaikan seekor burung walet ringannya pemuda itu dapat menghindarkan diri dari serangan-serangan huncwenya, bahkan kini membalas dengan serangan pukulan tangan kosong yang luar biasa sekali. Makin besar rasa terkejutnya ketika ia mengenal ilmu silat pemuda ini sebagai Ilmu Silat Pat-kwa-ciang-hoat, ilmu silat satu-satunya di dunia barat yang menjadi kepandaian seorang tokoh besar.
“Eh, dari mana kau mencuri ilmu silat dari Pok Pok Sianjin?” bentaknya sambil mengayun huncwenya.
“Tua bangka rendah! Pok Pok Sianjin adalah Suhuku, kau mau apa?” Hong Beng memaki sambil mempercepat gerakannya.
Pertempuran berjalan ramai sekali dan sungguhpun Hong Beng menghadapinya dengan tangan kosong, namun dalam beberapa belas jurus ini belum kelihatan pemuda itu terdesak, bahkan ia mempergunakan kegesitan dan keringanan tubuhnya untuk menyambar-nyambar dari atas dan mengirim pukulan dan tendangan ke arah kepala lawannya!
Bukan main terkejut dan marahnya Ban Sai Cinjin. Tadi ia telah menyombong di depan Bu Kwin Ji dan ketiga tabib istana untuk menangkap dua orang muda yang hendak mencoba mengobati Pangeran, akan tetapi sekarang baru menghadapi seorang diantara kedua orang muda itu saja, ia tidak dapat menangkapnya, biarpun pemuda itu bertangan kosong!
Ia berseru keras dan dengan cepat ia menjemput tembakau hitam dari kantong tembakau yang tergantung pada huncwenya, memasukkan tembakau itu di kepala huncwenya yang masih berapi. Tak lama kemudian mengepullah asap hitam dari huncwenya!
Akan tetapi pada saat itu, berkelebat bayangan putih kemerahan dan tahu-tahu Goat Lan telah melompat dari dalam dan berdiri di depan kedua orang pengawal Pangeran Ong yang berdiri menjaga di depan pintu masuk. Di belakangnya nampak Ong Tek berlari-lari mengikutinya. Kini keduanya berdiri bengong memandang ke arah mereka yang sedang bertempur.
Ong Tek memandang dengan hati berdebar ngeri ketika mengenal bekas gurunya yang sedang menyerang Hong Beng, adapun Goat Lan juga merasa heran mengapa kakek ini tiba-tiba saja dapat muncul di tempat itu. Akan tetapi ketika ia melihat huncwe yang mengepulkan asap hitam itu, tak terasa pula ia mendekatkan telunjuknya ke mulut. Hatinya gelisah dan ia memandang dengan hati kuatir sekali akan keselamatan tunangannya.
“Hati-hati, Koko, asap tembakaunya beracun! Biar aku menghadapi pesolek tua bangka ini!”
Setelah berkata demikian, ia mencabut sepasang bambu runcingnya dan melompat ke kalangan pertempuran.
Bukan main kagetnya hati Ban Sai Cinjin ketika ia melihat gadis yang pernah mengacau kuilnya dulu. Ia cepat memutar huncwenya untuk menangkis bambu runcing yang telah dikenal kelihaiannya itu. Sungguh sial, pikirnya. Keadaan pemuda itu saja sudah merupakan kesialan baginya, karena tadinya ia tidak percaya bahwa pemuda ini benar-benar putera Pendekar Bodoh dan memiliki ilmu silat sedemikian lihainya, bahkan ternyata masih murid Pok Pok Sianjin pula! Dan sama sekali tidak pernah ia mimpi bahwa gadis yang membawa obat untuk Pangeran itu adalah Kwee Goat Lan yang lihai!
Menghadapi kedua orang muda ini, ia tidak akan menang, pikirnya, maka setelah menyemburkan asap hitam tembakaunya, ia lalu melompat mundur dan lari keluar dari tempat itu! Goat Lan memutar sepasang bambu runcingnya untuk memukul buyar asap hitam yang bergumpal-gumpal sedangkan Hong Beng juga melompat mundur sambil menggerakkan kedua tangannya agar mendatangkan angin mengusir asap berbahaya tadi.
Ketika keduanya memandang ke depan, ternyata rombongan perwira tadipun sudah lenyap dari situ! Pangeran Ong Tiang Houw sudah keluar pula dan Pangeran ini marah sekali. Ia membanting-banting kakinya dan berkata dengan gemas,
“Terlalu sekali si Bu Kwan Ji! Aku harus memprotes hal ini di hadapan Kaisar! Perwira itu sudah sepatutnya diganti dengan orang lain! Sungguh kurang ajar, di rumahku berani berlagak seperti itu!”
Adapun Goat Lan merasa marah sekali dan juga mendongkol.
“Susah payah Suhu mencarikan obat sampai mengorbankan nyawa dan aku melanjutkan usahanya mencari obat itu, tidak tahu hanya begini saja terima kasih orang! Koko, apa gunanya mengobati orang yang tidak tahu terima kasih? Aku mau pulang saja ke Tiang-an!”
Biarpun dibujuk oleh Pangeran Ong, Goat Lan tetap tidak mau tinggal lebih lama di gedung Pangeran itu dan bersama Hong Beng lalu keluar dari situ. Akan tetapi Hong Beng berhasil membujuk Goat Lan agar jangan meninggalkan kota raja dulu.
“Moi-moi, hatiku masih merasa amat curiga terhadap Bu Kwan Ji itu! Siapa tahu kalau-kalau dia yang main gila dan bukan Kaisar yang menyuruh tangkap kita? Dan siapa tahu pula kalau dia bermain gila dan mengganti obat buah mutiara itu dengan lain buah?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar