“Kwee Goat Lan, tahukah kau bahwa dosamu masuk ke dalam istana tanpa ijin dan menahanku di dalam kamar sampai tiga hari itu saja sudah cukup untuk memberi hukuman mati kepadamu?”
Seorang menteri tua segera maju dan sambil mengangguk-anggukkan kepalanya yang penuh uban ia berkata,
“Mohon Paduka sudi mengampuni gadis ini tentang dosa dan pelanggaran itu karena paduka tadi dalam anugerah pertama telah membebaskannya dari kesalahan itu.”
Memang menteri tua yang berpengalaman ini kuatir sekali kalau-kalau Kaisar dalam kemarahannya akan menarik kembali keputusan yang sudah dikeluarkan lebih dulu dan kalau hal ini terjadi, amat tidak baik bagi pribadi Kaisar sendiri. Keputusan yang keluar dari mulut seorang kaisar besar, tak dapat diubahnya lagi!
Kaisar teringat akan hal ini dan berkatalah dia,
“Sesungguhnya aku telah mengampuni kesalahan yang itu, akan tetapi gadis ini berani sekali menghinaku dan membikin malu Pangeran, maka untuk kedosaannya ini kuputuskan hukum buang keluar Tembok Besar di utara!”
Terdengar isak tertahan di leher gadis itu. Sebagai seorang gagah, tentu saja ia tidak takut dan dapat melarikan diri, akan tetapi sebagai seorang setiawan dan seorang yang menjunjung tinggi kepada Kaisar, tentu saja ia tidak berani melakukan hal ini, karena hal ini akan merupakan pemberontakan dan akan mencemarkan namanya dan nama keluarganya. Bagaimana ia dapat mencemarkan nama ayah ibunya?
“Ayah… Ibu…”
Goat Lan mengeluh di dalam hatinya, akan tetapi tanpa disadarinya bibirnya ikut menggerakkan sebutan ini. Hong Beng yang berlutut tidak jauh darinya mendengar keluhan ini dan dapat dibayangkan betapa hancurnya hati pemuda ini mendengar keputusan hukuman yang dijatuhkan oleh Kaisar kepada Goat Lan.
“Hamba tidak dapat menerima keputusan hukuman yang dijatuhkan atas diri Nona Kwee Goat Lan!”
Hong Beng berseru keras sekali sehingga semua orang terkejut. Kaisar memandangnya dengan marah.
“Hemm, agaknya bukan kosong belaka desas-desus bahwa keturunan Pendekar Bodoh memang berjiwa pemberontak. Teringat olehku betapa dahulu ayahmu dan kawan-kawannya juga pernah melawan tentara kerajaan!” kata Kaisar dengan marah. “Dan apakah sekarang kau hendak mengulangi perbuatan ayahmu yang tidak benar itu? Kau hendak melawan keputusan dari Kaisarmu?”
Menteri tua yang tadi membela Goat Lan, seorang bangsawan she Liem, segera mengajukan usulnya,
“Hamba mohon sudilah kiranya Paduka suka mempertimbangkan keadaan dua orang muda ini. Jasa mereka amat besar, karena selain telah menyembuhkan Putera Mahkota, mereka jugalah yang menghancurkan komplotan jahat dari Bu Kwan Ji. Kalau sekarang Paduka menjatuhkan hukuman berat, bukankah hal ini akan mengejutkan orang-orang gagah yang banyak terdapat di antara rakyat dan membuat mereka takut sehingga tidak berani membantu pemerintah untuk menyatakan kesetiaan mereka?”
Kaisar mendongkol juga mendengar ucapan ini, sungguhpun diam-diam ia harus mengakui kebenarannya.
“Habis, kalau menurut pendapatmu bagaimana baiknya?”
“Harap Paduka sudi mengampunkan hamba yang lancang. Hukuman mengusir Nona ini ke utara sudah dikeluarkan dan tak mungkin dicabut kembali, hanya dapat diubah sifatnya. Hukuman ini bukan pembuangan seumur hidup, melainkan pembuangan sementara saja. Hamba teringat bahwa kini bangsa Tartar sedang bergerak dari barat dan utara, melakukan pengacauan dan merampok serta menculik rakyat yang tinggal di perbatasan utara dan barat. Mengapa tidak memberi kesempatan kepada Nona Kwee dan kawannya yang gagah perkasa ini untuk membuktikan kesetiaan dan kebaktian mereka terhadap negara? Hamba rasa lebih baik kalau memberi tugas kepada mereka ini untuk mengusir musuh, dan apabila mereka ternyata benar-benar setia, Paduka akan melakukan sesuatu yang adil dan mulia apabila mengampuni mereka ini!”
Kaisar mengangguk-angguk dan merasa setuju sekali. Menteri tua she Liem ini sekelebatan saja dapat menduga bahwa diantara kedua orang muda itu pasti ada hubungan kasih, terbukti dari kerling mereka dan betapa pemuda itu dengan mati-matian berani membela Goat Lan di depan Kaisar. Maka timbullah hati kasihan di dalam dadanya sehingga mengajukan usul ini.
Demikianlah, pada hari itu juga, Goat Lan dan Hong Beng diberi tanda cap pada lengan tangan mereka dengan semacam tinta yang tak dapat dihapus oleh siapa pun juga, kecuali apabila dicuci dengan obat yang tersimpan di istana.
Cap dari Kaisar ini merupakan tanda bahwa mereka masih berada di dalam urusan dan apabila cap ini belum dihapus oleh Kaisar, berarti mereka selama hidup akan menjadi pesakitan! Kaisar berjanji bahwa apabila mereka membuktikan kesetiaan mereka dan berhasil mengusir para pengacau di utara, cap di lengan itu akan dihapus bersih sebagai tanda pengampunan bagi mereka!
Dengan hati sedih, Hong Beng dan Goat Lan lalu berangkat ke utara, dikawal oleh sepasukan perajurit istimewa yang selain akan mengamat-amati mereka, juga bertugas membantu mereka membasmi para pengacau.
Pasukan ini terdiri dari empat puluh orang prajurit pilihan yang pandai ilmu silat. Pada hari keberangkatan pertama, kedua mata Goat Lan menjadi merah dan ia tak dapat banyak mengeluarkan kata-kata. Baiknya ada Hong Beng di sampingnya sehingga berkat hiburan-hiburan pemuda ini, pada keesokan harinya Goat Lan telah mendapatkan kembali kegembiraannya.
Dengan amat mudah Goat Lan dapat merubah hukum buang itu seperti sebuah perjalanan pelesir saja. Tiada hentinya di sepanjang jalan ia berjenaka sehingga kini sebaliknya Hong Beng yang terhibur!
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali tiba-tiba serombongan pasukan berkuda menyusul cepat dan ketika pasukan itu tiba, semua perajurit pengawal Hong Beng dan Goat Lan cepat-cepat memberi hormat kepada seorang panglima muda yang mengepalai pasukan itu.
Hong Beng dan Goat Lan mengenal panglima muda yang gagah dan tampan ini sebagai panglima yang membantu mereka mengalahkan Bu Kwan Ji dan kaki tangannya di depan kamar Pangeran itu. Memang panglima muda ini adalah Kam Liong! Ia cepat turun dari kudanya dan menjura kepada Hong Beng dan Goat Lan sambil berkata dengan senyum,
“Alangkah gembira hati siauwte dapat mengejar dan menyusul Ji-wi hari ini! Siauwte Kam Liong adalah orang pertama yang merasa amat menyesal dan kecewa mendengar nasib malang yang menimpa diri Ji-wi yang mulia, karena sesungguhnya antara Ji-wi dan siauwte terdapat hubungan yang sudah lama, semenjak ayah kita masing-masing masih muda!”
Hong Beng dan Goat Lan cepat membalas penghormatan panglima muda ini dengan gembira dan juga terheran. Kam Liong lalu memerintahkan agar pasukan itu beristirahat kemudian ia mengajak kedua orang muda itu duduk di tempat tersendiri sambil mengeluarkan perbekalan mereka untuk makan minum.
Di bawah sebatang pohon yang besar mereka duduk bercakap-cakap sambil makan. Di situlah Kam Liong menceritakan bahwa ia adalah putera dari Panglima Besar Kam Hong Sin yang sudah kenal baik dengan ayah ibu kedua orang muda itu.
“Siauwte telah bertemu dengan kedua saudaramu, Sie-enghiong,” katanya kepada Hong Beng sehingga pemuda ini menjadi terheran. “Bukankah adikmu perempuan bernama Sie Hong Li dengan pedangnya Liong-coan-kiam yang hebat itu? Hanya sayangnya aku belum mengetahui nama saudaramu laki-laki itu, juga tidak tahu apakah dia adik-atau kakakmu.”
Hong Beng adalah seorang pemuda yang pendiam akan tetapi cerdik sekali. Biarpun ia tahu bahwa panglima muda ini telah salah duga, namun ia tidak segera mengemukakan hal ini, bahkan lalu bertanya,
“Siapakah dia, dimana kau bertemu dengannya dan bagaimana rupanya?”
Dengan gembira Kam Liong lalu menceritakan tentang pertemuannya dengan Lie Siong ketika pemuda ini menolong Lilani.
“Pemuda itu aneh sekali, tidak mau menyebutkan nama dan tidak mengaku pula siapa orang tuanya, akan tetapi melihat ilmu silatnya, aku tidak ragu-ragu lagi bahwa kalau dia bukan saudaramu, Sie-enghiong, pasti dia adalah saudara dari Kwee Li-hiap ini!”
Akan tetapi, Hong Beng dan Goat Lan yang mendengar penuturan itu saling pandang dengan terheran-heran.
“Aku tidak mempunyai saudara laki-laki, Kam-ciangkun,” kata Hong Beng.
“Dan adikku masih kecil,” kata Goat Lan.
Kam Liong memandang kepada mereka dengan tajam. Memang pemuda ini memiliki mata yang tajam sekali tanda bahwa otaknya cerdik.
“Ah, kalau begitu, tidak salah lagi ia tentulah putera Ang I Niocu.”
Kemudian Kam Liong merubah pembicaraan dan menyatakan maksudnya menyusul rombongan yang mengantar kedua orang muda keluar Tembok Besar itu.
“Semenjak kemarin dulu siauwte berternu dengan Ji-wi ketika kita bersama memberi hajaran kepada komplotan Bu Kwan Ji yang busuk, siauwte telah merasa tertarik sekali dan ingin mengadakan perkenalan. Akan tetapi, sayang sekali siauwte menerima tugas keluar kota raja dan baru kemarin siauwte datang. Alangkah kecewa hatiku mendengar bahwa Ji-wi telah berangkat menerima keputusan dari Hong-Siang yang sesungguhnya amat kurang bijaksana itu. Akan tetapi, harap Ji-wi tidak kuatir. Kalau sudah selesai tugasku di selatan, aku pasti akan menyusul ke utara dan kita bersama bisa menghancurkan pengacau-pengacau itu! Di utara, siauwte pernah bertugas dan mempunyai tempat merupakan benteng di sebelah dusun di lereng Gunung Alkata-san. Ji-wi harap mendirikan markas disana sementara itu kalau siauwte ke selatan, siauwte akan mengunjungi Kwee-lo-enghiong dan Sie Taihiap untuk menyampaikan warta ini dan memberitahukan bahwa Ji-wi berada dalam keadaan selamat!”
Hong Beng dan Goat Lan merasa girang sekali dan juga bersyukur maka mereka lalu menyatakan terima kasih berulang-ulang. Saking gembiranya, kedua orang muda ini menerima saja usul Kam Liong yang ramah-tamah ketika Kam Liong mengajak keduanya mempertebal persahabatan dengan menyebut nama masing-masing begitu saja tanpa embel-embel lagi!
Kam Liong lalu memberi perintah kepada perajurit-perajurit yang mengawal Hong Beng dan Goat Lan, memberi tahu kemana mereka harus pergi untuk mendapatkan benteng yang dulu menjadi tempat tinggal pasukannya itu.
Kemudian, tiga orang muda yang gagah ini lalu berpisah. Sebelum berpisah, Kam Liong melakukan sesuatu yang amat mengharukan hati kedua orang muda itu. Panglima muda ini memerintahkan kepada perajurit-perajuritnya untuk meninggalkan semua kuda sehingga pasukan pengawal Hong Beng dan Goat Lan semua mendapat seekor kuda. Kuda Kam Liong sendiri diserahkan kepada Hong Beng dan Goat Lan juga mendapatkan seekor kuda yang terbagus!
Ketika Hong Beng dan Goat Lan hendak menolak, Kam Liong berkata,
“Tujuan perjalanan kalian masih jauh dan panjang, adapun kami dapat mudah saja membeli kuda atau meminjam di kota. Bahkan untuk berjalan kaki ke kota raja pun tidak berapa jauh.” Terpaksa kedua orang muda itu menerima sambil menghaturkan terima kasih.
Tentu saja Hong Beng dan Goat Lan sama sekali tidak dapat membaca isi hati panglima muda itu. Biarpun Kam Liong amat mengagumi kedua remaja itu dan memang ingin mengikat tali persahabatan, namun kalau tidak ada “apa-apanya” belum tentu Kam Liong akan berlaku luar biasa baiknya itu.
Semenjak Kam Liong bertemu dengan Lili, hati pemuda ini telah runtuh dan ia terjeblos dalam perangkap asmara. Ia jatuh cinta kepada Lili dan semenjak hari pertemuan itu, setiap malam ia termenung dan merindukan Lili. Ia ingin sekali menyuruh seorang perantara untuk mengajukan pinangan kepada orang tua Lili di Shaning, akan tetapi hatinya masih ragu-ragu karena meminang puteri Pendekar Bodoh bukanlah perkara lumrah saja!
Baginya, lebih mudah meminang puteri seorang pangeran di kota raja daripada harus meminang puteri Pendekar Bodoh yang dulu seringkali disebut-sebut oleh ayahnya, Kam Hong Sin yang sudah gugur dalam peperangan.
Kemudian, tanpa disangka-sangka, ia mendengar berita tentang adanya putera Pendekar Bodoh yang mengacau di istana! Ketika itu ia baru saja datang dari luar kota, karena memang pekerjaan terutama dari Kam Liong adalah melakukan pemeriksaan kepada benteng-benteng penjagaan tentara kerajaan di batas negara.
Maka cepat ia dapat datang pada saat Kaisar memanggil bantuan dan dapat bertemu dengan Hong Beng dan Goat Lan. Akan tetapi, sayang sekali datang laporan dari seorang perwira sehingga ia mesti keluar kota kembali untuk beberapa hari. Maka ketika ia kembali ke kota raja, ia telah terlambat karena Hong Beng dan Goat Lan sudah mendapat hukuman buang ke utara.
Kam Liong tidak mau melepaskan kesempatan baik ini. Ia tergila-gila kepada Lili, dan sekarang kakak dari gadis itu berada disini, bagaimana ia tidak melakukan sesuatu untuk mengambil hati? Demikianlah, ia lalu menyusul dengan cepat dan berhasil menarik dan menawan hati Hong Beng.
Di sepanjang perjalanan, Hong Beng dan Goat Lan tiada henti memuji kebaikan hati Kam Liong. Perwira-perwira yang memimpin pasukan pengawal itu menambahkan,
“Memang Kam-ciangkun baik sekali dan ilmu silatnya juga tinggi. Kabarnya dia mendapat didikan langsung dari tokoh-tokoh Kun-lun-pai. Semenjak berusia tujuh belas tahun, ia telah berjasa dalam peperangan, membantu perjuangan ayahnya. Bahkan ketika ayahnya gugur dalam peperangan, Kam-ciangkun bertempur bahu membahu dengan ayahnya itu.”
Makin kagumlah hati Hong Beng dan Goat Lang dan ini sesuai benar dengan maksud hati Kam Liong! Kemudian, setelah menyelesaikan urusannya di kota raja, Kam Liong berangkat ke selatan dan pertama-tama ia menuju ke Shaning hendak mencari rumah Pendekar Bodoh untuk melaporkan keadaan Hong Beng, dan terutama sekali untuk dapat bertemu dengan Lili!
Ia pikir lebih baik bertemu dengan Pendekar Bodoh dulu sebelum memberanikan diri mengirim perantara mengajukan pinangan. Baiknya ia mempunyai alasan yang amat tepat, yakni berita tentang keadaan Hong Beng, kalau tidak ada alasan, ia merasa sukar juga menjumpai suami isteri pendekar besar itu.
Seorang menteri tua segera maju dan sambil mengangguk-anggukkan kepalanya yang penuh uban ia berkata,
“Mohon Paduka sudi mengampuni gadis ini tentang dosa dan pelanggaran itu karena paduka tadi dalam anugerah pertama telah membebaskannya dari kesalahan itu.”
Memang menteri tua yang berpengalaman ini kuatir sekali kalau-kalau Kaisar dalam kemarahannya akan menarik kembali keputusan yang sudah dikeluarkan lebih dulu dan kalau hal ini terjadi, amat tidak baik bagi pribadi Kaisar sendiri. Keputusan yang keluar dari mulut seorang kaisar besar, tak dapat diubahnya lagi!
Kaisar teringat akan hal ini dan berkatalah dia,
“Sesungguhnya aku telah mengampuni kesalahan yang itu, akan tetapi gadis ini berani sekali menghinaku dan membikin malu Pangeran, maka untuk kedosaannya ini kuputuskan hukum buang keluar Tembok Besar di utara!”
Terdengar isak tertahan di leher gadis itu. Sebagai seorang gagah, tentu saja ia tidak takut dan dapat melarikan diri, akan tetapi sebagai seorang setiawan dan seorang yang menjunjung tinggi kepada Kaisar, tentu saja ia tidak berani melakukan hal ini, karena hal ini akan merupakan pemberontakan dan akan mencemarkan namanya dan nama keluarganya. Bagaimana ia dapat mencemarkan nama ayah ibunya?
“Ayah… Ibu…”
Goat Lan mengeluh di dalam hatinya, akan tetapi tanpa disadarinya bibirnya ikut menggerakkan sebutan ini. Hong Beng yang berlutut tidak jauh darinya mendengar keluhan ini dan dapat dibayangkan betapa hancurnya hati pemuda ini mendengar keputusan hukuman yang dijatuhkan oleh Kaisar kepada Goat Lan.
“Hamba tidak dapat menerima keputusan hukuman yang dijatuhkan atas diri Nona Kwee Goat Lan!”
Hong Beng berseru keras sekali sehingga semua orang terkejut. Kaisar memandangnya dengan marah.
“Hemm, agaknya bukan kosong belaka desas-desus bahwa keturunan Pendekar Bodoh memang berjiwa pemberontak. Teringat olehku betapa dahulu ayahmu dan kawan-kawannya juga pernah melawan tentara kerajaan!” kata Kaisar dengan marah. “Dan apakah sekarang kau hendak mengulangi perbuatan ayahmu yang tidak benar itu? Kau hendak melawan keputusan dari Kaisarmu?”
Menteri tua yang tadi membela Goat Lan, seorang bangsawan she Liem, segera mengajukan usulnya,
“Hamba mohon sudilah kiranya Paduka suka mempertimbangkan keadaan dua orang muda ini. Jasa mereka amat besar, karena selain telah menyembuhkan Putera Mahkota, mereka jugalah yang menghancurkan komplotan jahat dari Bu Kwan Ji. Kalau sekarang Paduka menjatuhkan hukuman berat, bukankah hal ini akan mengejutkan orang-orang gagah yang banyak terdapat di antara rakyat dan membuat mereka takut sehingga tidak berani membantu pemerintah untuk menyatakan kesetiaan mereka?”
Kaisar mendongkol juga mendengar ucapan ini, sungguhpun diam-diam ia harus mengakui kebenarannya.
“Habis, kalau menurut pendapatmu bagaimana baiknya?”
“Harap Paduka sudi mengampunkan hamba yang lancang. Hukuman mengusir Nona ini ke utara sudah dikeluarkan dan tak mungkin dicabut kembali, hanya dapat diubah sifatnya. Hukuman ini bukan pembuangan seumur hidup, melainkan pembuangan sementara saja. Hamba teringat bahwa kini bangsa Tartar sedang bergerak dari barat dan utara, melakukan pengacauan dan merampok serta menculik rakyat yang tinggal di perbatasan utara dan barat. Mengapa tidak memberi kesempatan kepada Nona Kwee dan kawannya yang gagah perkasa ini untuk membuktikan kesetiaan dan kebaktian mereka terhadap negara? Hamba rasa lebih baik kalau memberi tugas kepada mereka ini untuk mengusir musuh, dan apabila mereka ternyata benar-benar setia, Paduka akan melakukan sesuatu yang adil dan mulia apabila mengampuni mereka ini!”
Kaisar mengangguk-angguk dan merasa setuju sekali. Menteri tua she Liem ini sekelebatan saja dapat menduga bahwa diantara kedua orang muda itu pasti ada hubungan kasih, terbukti dari kerling mereka dan betapa pemuda itu dengan mati-matian berani membela Goat Lan di depan Kaisar. Maka timbullah hati kasihan di dalam dadanya sehingga mengajukan usul ini.
Demikianlah, pada hari itu juga, Goat Lan dan Hong Beng diberi tanda cap pada lengan tangan mereka dengan semacam tinta yang tak dapat dihapus oleh siapa pun juga, kecuali apabila dicuci dengan obat yang tersimpan di istana.
Cap dari Kaisar ini merupakan tanda bahwa mereka masih berada di dalam urusan dan apabila cap ini belum dihapus oleh Kaisar, berarti mereka selama hidup akan menjadi pesakitan! Kaisar berjanji bahwa apabila mereka membuktikan kesetiaan mereka dan berhasil mengusir para pengacau di utara, cap di lengan itu akan dihapus bersih sebagai tanda pengampunan bagi mereka!
Dengan hati sedih, Hong Beng dan Goat Lan lalu berangkat ke utara, dikawal oleh sepasukan perajurit istimewa yang selain akan mengamat-amati mereka, juga bertugas membantu mereka membasmi para pengacau.
Pasukan ini terdiri dari empat puluh orang prajurit pilihan yang pandai ilmu silat. Pada hari keberangkatan pertama, kedua mata Goat Lan menjadi merah dan ia tak dapat banyak mengeluarkan kata-kata. Baiknya ada Hong Beng di sampingnya sehingga berkat hiburan-hiburan pemuda ini, pada keesokan harinya Goat Lan telah mendapatkan kembali kegembiraannya.
Dengan amat mudah Goat Lan dapat merubah hukum buang itu seperti sebuah perjalanan pelesir saja. Tiada hentinya di sepanjang jalan ia berjenaka sehingga kini sebaliknya Hong Beng yang terhibur!
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali tiba-tiba serombongan pasukan berkuda menyusul cepat dan ketika pasukan itu tiba, semua perajurit pengawal Hong Beng dan Goat Lan cepat-cepat memberi hormat kepada seorang panglima muda yang mengepalai pasukan itu.
Hong Beng dan Goat Lan mengenal panglima muda yang gagah dan tampan ini sebagai panglima yang membantu mereka mengalahkan Bu Kwan Ji dan kaki tangannya di depan kamar Pangeran itu. Memang panglima muda ini adalah Kam Liong! Ia cepat turun dari kudanya dan menjura kepada Hong Beng dan Goat Lan sambil berkata dengan senyum,
“Alangkah gembira hati siauwte dapat mengejar dan menyusul Ji-wi hari ini! Siauwte Kam Liong adalah orang pertama yang merasa amat menyesal dan kecewa mendengar nasib malang yang menimpa diri Ji-wi yang mulia, karena sesungguhnya antara Ji-wi dan siauwte terdapat hubungan yang sudah lama, semenjak ayah kita masing-masing masih muda!”
Hong Beng dan Goat Lan cepat membalas penghormatan panglima muda ini dengan gembira dan juga terheran. Kam Liong lalu memerintahkan agar pasukan itu beristirahat kemudian ia mengajak kedua orang muda itu duduk di tempat tersendiri sambil mengeluarkan perbekalan mereka untuk makan minum.
Di bawah sebatang pohon yang besar mereka duduk bercakap-cakap sambil makan. Di situlah Kam Liong menceritakan bahwa ia adalah putera dari Panglima Besar Kam Hong Sin yang sudah kenal baik dengan ayah ibu kedua orang muda itu.
“Siauwte telah bertemu dengan kedua saudaramu, Sie-enghiong,” katanya kepada Hong Beng sehingga pemuda ini menjadi terheran. “Bukankah adikmu perempuan bernama Sie Hong Li dengan pedangnya Liong-coan-kiam yang hebat itu? Hanya sayangnya aku belum mengetahui nama saudaramu laki-laki itu, juga tidak tahu apakah dia adik-atau kakakmu.”
Hong Beng adalah seorang pemuda yang pendiam akan tetapi cerdik sekali. Biarpun ia tahu bahwa panglima muda ini telah salah duga, namun ia tidak segera mengemukakan hal ini, bahkan lalu bertanya,
“Siapakah dia, dimana kau bertemu dengannya dan bagaimana rupanya?”
Dengan gembira Kam Liong lalu menceritakan tentang pertemuannya dengan Lie Siong ketika pemuda ini menolong Lilani.
“Pemuda itu aneh sekali, tidak mau menyebutkan nama dan tidak mengaku pula siapa orang tuanya, akan tetapi melihat ilmu silatnya, aku tidak ragu-ragu lagi bahwa kalau dia bukan saudaramu, Sie-enghiong, pasti dia adalah saudara dari Kwee Li-hiap ini!”
Akan tetapi, Hong Beng dan Goat Lan yang mendengar penuturan itu saling pandang dengan terheran-heran.
“Aku tidak mempunyai saudara laki-laki, Kam-ciangkun,” kata Hong Beng.
“Dan adikku masih kecil,” kata Goat Lan.
Kam Liong memandang kepada mereka dengan tajam. Memang pemuda ini memiliki mata yang tajam sekali tanda bahwa otaknya cerdik.
“Ah, kalau begitu, tidak salah lagi ia tentulah putera Ang I Niocu.”
Kemudian Kam Liong merubah pembicaraan dan menyatakan maksudnya menyusul rombongan yang mengantar kedua orang muda keluar Tembok Besar itu.
“Semenjak kemarin dulu siauwte berternu dengan Ji-wi ketika kita bersama memberi hajaran kepada komplotan Bu Kwan Ji yang busuk, siauwte telah merasa tertarik sekali dan ingin mengadakan perkenalan. Akan tetapi, sayang sekali siauwte menerima tugas keluar kota raja dan baru kemarin siauwte datang. Alangkah kecewa hatiku mendengar bahwa Ji-wi telah berangkat menerima keputusan dari Hong-Siang yang sesungguhnya amat kurang bijaksana itu. Akan tetapi, harap Ji-wi tidak kuatir. Kalau sudah selesai tugasku di selatan, aku pasti akan menyusul ke utara dan kita bersama bisa menghancurkan pengacau-pengacau itu! Di utara, siauwte pernah bertugas dan mempunyai tempat merupakan benteng di sebelah dusun di lereng Gunung Alkata-san. Ji-wi harap mendirikan markas disana sementara itu kalau siauwte ke selatan, siauwte akan mengunjungi Kwee-lo-enghiong dan Sie Taihiap untuk menyampaikan warta ini dan memberitahukan bahwa Ji-wi berada dalam keadaan selamat!”
Hong Beng dan Goat Lan merasa girang sekali dan juga bersyukur maka mereka lalu menyatakan terima kasih berulang-ulang. Saking gembiranya, kedua orang muda ini menerima saja usul Kam Liong yang ramah-tamah ketika Kam Liong mengajak keduanya mempertebal persahabatan dengan menyebut nama masing-masing begitu saja tanpa embel-embel lagi!
Kam Liong lalu memberi perintah kepada perajurit-perajurit yang mengawal Hong Beng dan Goat Lan, memberi tahu kemana mereka harus pergi untuk mendapatkan benteng yang dulu menjadi tempat tinggal pasukannya itu.
Kemudian, tiga orang muda yang gagah ini lalu berpisah. Sebelum berpisah, Kam Liong melakukan sesuatu yang amat mengharukan hati kedua orang muda itu. Panglima muda ini memerintahkan kepada perajurit-perajuritnya untuk meninggalkan semua kuda sehingga pasukan pengawal Hong Beng dan Goat Lan semua mendapat seekor kuda. Kuda Kam Liong sendiri diserahkan kepada Hong Beng dan Goat Lan juga mendapatkan seekor kuda yang terbagus!
Ketika Hong Beng dan Goat Lan hendak menolak, Kam Liong berkata,
“Tujuan perjalanan kalian masih jauh dan panjang, adapun kami dapat mudah saja membeli kuda atau meminjam di kota. Bahkan untuk berjalan kaki ke kota raja pun tidak berapa jauh.” Terpaksa kedua orang muda itu menerima sambil menghaturkan terima kasih.
Tentu saja Hong Beng dan Goat Lan sama sekali tidak dapat membaca isi hati panglima muda itu. Biarpun Kam Liong amat mengagumi kedua remaja itu dan memang ingin mengikat tali persahabatan, namun kalau tidak ada “apa-apanya” belum tentu Kam Liong akan berlaku luar biasa baiknya itu.
Semenjak Kam Liong bertemu dengan Lili, hati pemuda ini telah runtuh dan ia terjeblos dalam perangkap asmara. Ia jatuh cinta kepada Lili dan semenjak hari pertemuan itu, setiap malam ia termenung dan merindukan Lili. Ia ingin sekali menyuruh seorang perantara untuk mengajukan pinangan kepada orang tua Lili di Shaning, akan tetapi hatinya masih ragu-ragu karena meminang puteri Pendekar Bodoh bukanlah perkara lumrah saja!
Baginya, lebih mudah meminang puteri seorang pangeran di kota raja daripada harus meminang puteri Pendekar Bodoh yang dulu seringkali disebut-sebut oleh ayahnya, Kam Hong Sin yang sudah gugur dalam peperangan.
Kemudian, tanpa disangka-sangka, ia mendengar berita tentang adanya putera Pendekar Bodoh yang mengacau di istana! Ketika itu ia baru saja datang dari luar kota, karena memang pekerjaan terutama dari Kam Liong adalah melakukan pemeriksaan kepada benteng-benteng penjagaan tentara kerajaan di batas negara.
Maka cepat ia dapat datang pada saat Kaisar memanggil bantuan dan dapat bertemu dengan Hong Beng dan Goat Lan. Akan tetapi, sayang sekali datang laporan dari seorang perwira sehingga ia mesti keluar kota kembali untuk beberapa hari. Maka ketika ia kembali ke kota raja, ia telah terlambat karena Hong Beng dan Goat Lan sudah mendapat hukuman buang ke utara.
Kam Liong tidak mau melepaskan kesempatan baik ini. Ia tergila-gila kepada Lili, dan sekarang kakak dari gadis itu berada disini, bagaimana ia tidak melakukan sesuatu untuk mengambil hati? Demikianlah, ia lalu menyusul dengan cepat dan berhasil menarik dan menawan hati Hong Beng.
Di sepanjang perjalanan, Hong Beng dan Goat Lan tiada henti memuji kebaikan hati Kam Liong. Perwira-perwira yang memimpin pasukan pengawal itu menambahkan,
“Memang Kam-ciangkun baik sekali dan ilmu silatnya juga tinggi. Kabarnya dia mendapat didikan langsung dari tokoh-tokoh Kun-lun-pai. Semenjak berusia tujuh belas tahun, ia telah berjasa dalam peperangan, membantu perjuangan ayahnya. Bahkan ketika ayahnya gugur dalam peperangan, Kam-ciangkun bertempur bahu membahu dengan ayahnya itu.”
Makin kagumlah hati Hong Beng dan Goat Lang dan ini sesuai benar dengan maksud hati Kam Liong! Kemudian, setelah menyelesaikan urusannya di kota raja, Kam Liong berangkat ke selatan dan pertama-tama ia menuju ke Shaning hendak mencari rumah Pendekar Bodoh untuk melaporkan keadaan Hong Beng, dan terutama sekali untuk dapat bertemu dengan Lili!
Ia pikir lebih baik bertemu dengan Pendekar Bodoh dulu sebelum memberanikan diri mengirim perantara mengajukan pinangan. Baiknya ia mempunyai alasan yang amat tepat, yakni berita tentang keadaan Hong Beng, kalau tidak ada alasan, ia merasa sukar juga menjumpai suami isteri pendekar besar itu.
**** 098 ****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar