Senin, 26 Agustus 2019

Pendekar Remaja Jilid 122

“Lili, dia adalah seorang pemuda yang baik, dia benar-benar putera Ang I Niocu, aku memang diculiknya, akan tetapi itu dilakukannya karena ia ingin tahu tentang ayahnya.”

“Aku tahu, Pek-pek. Karena itulah maka lebih-lebih harus disesalkan kekurang ajarannya! Aku telah menolong suku bangsa Haimi dan diangkat menjadi pemimpin mereka, sekarang dia dan gadis itu datang mau apakah?”

“Lili, gadis itu adalah puteri kepala suku bangsa Haimi. Lie Siong dan aku sengaja mengantarkannya untuk mengembalikannya kepada suku bangsanya. Kusaksikan sendiri betapa girangnya orang-orang Haimi ketika bertemu dengan Nona Lilani itu. Mengapa kau suruh dia ditangkap?”

“Biarpun dia puteri Manako dan Meilani, akan tetapi pada saat ini akulah yang menjadi kepala disini, Pek-pek. Tidak boleh ia berlaku sesuka hatinya. Kalau ia ingin menjadi pemimpin ia harus dapat merebutnya dari tanganku! Aku diangkat menjadi pemimpin bukan atas kehendakku, dan aku diberi tugas untuk memimpin mereka sampai ke benteng pasukan kerajaan dimana mereka dapat berlindung, apakah sekarang aku harus menyerahkannya begitu saja kepada seorang gadis bernama Lilani? Sudahlah, Pek-pek, kau duduklah saja dan dengarkan apa yang hendak dikatakan oleh mereka berdua!”

Lo Sian terbelalak heran memandang wajah Lili yang nampaknya marah dan cemburu itu. Tadinya ia mengira bahwa gadis ini main-main, karena seperti biasanya, Lili suka sekali bermain-main dan berjenaka atau melucu. Akan tetapi sekarang pemudi ini nampaknya bersungguh-sungguh sehingga Sin-kai Lo Sian hanya diam sambil memandang dan menduga-duga.

Sementara itu, Lili sudah menepuk tangannya memanggil penjaga yang berada di luar pondoknya. Ia memerintahkan agar supaya dua orang muda tawanan itu disuruh masuk, Lilani dan Lie Siong masuk sambil mengangkat kepala, memandang “ratu baru” dari suku bangsa Haimi itu dengan hati ingin tahu sekali siapakah orangnya yang telah menolong bangsa itu dan kini menjadi kepalanya.

Sungguh menarik sekali melihat pertemuan antara tiga orang muda yang elok ini dan Lo Sian beruntung sekali dapat menyaksikan pertemuan yang menarik ini. Tiga orang muda itu saling pandang, Lili dengan bibirnya yang manis tersenyum mengejek, sedangkan Lie Siong dengan mata terbelalak dan muka agak pucat. Adapun Lilani untuk sesaat seperti orang terkejut sekali dan mukanya menjadi kemerah-merahan akan tetapi gadis ini lalu berlari maju dan menjatuhkan diri berlutut di depan Lili!

“Nona yang gagah perkasa besar sekali budimu terhadap bangsaku. Perkenankanlah aku menghaturkan terima kasih atas pertolonganmu dan percayalah bahwa kami bangsa Haimi selamanya takkan melupakan jasa dan pertolonganmu.”

Lili tersenyum makin mengejek.
“Aku mendengar bahwa kau adalah puteri dari bekas pemimpin besar suku bangsa Haimi. Bukankah kau datang untuk menduduki pangkat pemimpin menggantikan orang tuamu? Sanggupkah kau menggeser aku dari tempat dudukku? Ketahuilah, aku yang telah dipilih dan diangkat menjadi kepala disini dan karena aku memperoleh kedudukan ini mengandalkan pedangku, maka kalau kau menghendaki kedudukan ini, cobalah kau kalahkan aku lebih dulu.”

“Lihiap, bagaimana aku berani menantang penolong bangsaku? Memang terus terang saja aku tadinya bercita-cita untuk memimpin bangsaku yang bodoh. Akan tetapi sekarang bintang terang telah jatuh dari atas langit menerangi kehidupan bangsaku yang tertindas dan selalu berada dalam kegelapan. Bintang itu adalah kau sendiri, Lihiap. Setelah kau dikirim oleh Tuhan untuk membimbing bangsaku, bagaimana aku dapat menghendaki kedudukan pemimpin? Tidak, aku cukup puas kalau aku dapat menjadi pelayanmu, Lihiap.”

Tertegun dan terharu juga hati Lili mendengar ucapan ini, akan tetapi ketika ia melirik ke arah Lie Siong dan melihat betapa jidat pemuda itu berkerut seakan-akan tidak senang hati mendengar dan melihat sikapnya, Lili menjadi makin panas.

“Hemm, siapakah yang ingin menjadi ratu disini? Aku tidak haus akan kedudukan dan tidak ingin menjadi kepala! Aku hanya kebetulan saja menjadi pemimpin karena mereka pilih dan sudah menjadi tugas seorang gagah untuk menolong mereka yang tertindas. Tentu saja aku akan menyerahkan kedudukan ini kepadamu tanpa kau minta kalau memang betul kau adalah puteri kepala yang berhak menjadi pemimpin. Akan tetapi bagaimana aku dapat menyerahkan kedudukan ini begitu saja? Bagaimana aku dapat menyerahkan nasib ratusan orang ke dalam tangan orang yang belum kuketahui kecakapannya? Oleh karena itu, coba kau perlihatkan kepandaianmu kepadaku untuk kulihat apakah kau sudah cukup kuat memimpin orang-orang sedemikian banyaknya!”

Merah wajah Lilani mendengar ucapan ini. Biarpun dianggap sudah berkepandaian tinggi diantara bangsanya, mungkin yang paling tinggi diantara semua orang Haimi, akan tetapi bagaimana ia dapat memperlihatkan kepandaiannya itu di hadapan seorang gadis luar biasa seperti Lili ini? Ia pernah menyaksikan kepandaian Lili ketika bertempur melawan Lie Siong dahulu itu. Bahkan Lie Siong sendiri belum tentu dapat mengalahkan Lili, apalagi dia?






Dengan gugup dan bingung, Lilani tak dapat menjawab, hanya menundukkan kepala dengan wajah merah. Ia hendak minta tolong kepada Lie Siong, akan tetapi tidak berani. Pemuda ini tidak mempedulikan lagi kepadanya dan ia maklum bahwa pemuda ini telah jatuh cinta kepada Lili yang kini menantangnya! Ia tahu betul bahwa sepatu yang ditimang-timang oleh Lie Siong di malam hari dahulu itu adalah sepatu Lili! Tak terasa pula, dua titik air mata mengalir turun dan merayap di sepanjang pipinya yang halus dan kemerahan.

Melihat keadaan Lilani, Lie Siong tidak tega sekali dan timbullah hati penasaran melihat sikap Lili yang dianggapnya keterlaluan. Ia harus mengakui bahwa begitu bertemu dengan Lili hatinya berdebar tidak karuan.

Gadis itu duduk di atas kursinya demikian cantik, demikian agung, demikian jelita sehingga agaknya tidak ada orang yang lebih pantas menjadi seorang ratu! Rambut yang hitam dan gemuk itu agak kacau di kepala yang bermuka indah itu. Matanya demikian tajam bersinar dan kocak, dengan bibirnya yang manis sekali tersenyum mengejek, membuat lesung pipit di pipi kiri.

Tubuhnya yang padat dan potongannya yang langsing itu menambah kegagahan dan kemolekannya. Ah, benar-benar seorang gadis luar biasa yang kenyataannya melebihi mimpinya!

Ketika ia melirik ke arah kaki yang kecil mungil itu, teringatlah ia akan sepatu yang masih dikantonginya dan diam-diam hatinya makin berdebar jengah dan malu. Akan tetapi kini sikap Lili membuatnya penasaran sekali. Seorang gadis seperti ini tidak selayaknya bersikap demikian kejam terhadap Lilani. Biarpun ia tidak mencinta Lilani, namun hatinya penuh rasa kasihan terhadap gadis ini dan siapapun juga, juga tidak Lili yang diam-diam merampas hatinya, boleh mengganggu dan menyakiti hati gadis yang bernasib malang ini!

“Nona Sie, sebagai seorang gagah dan terutama sekali sebagai puteri Pendekar Bodoh yang terkenal budiman, tidak selayaknya kau memperlakukan Nona Lilani seperti ini! Dia adalah puteri dari kepala suku bangsa Haimi yang amat dihormati oleh bangsanya dan sudah sewajarnya kalau dia menjadi pemimpin bangsanya. itu sudah menjadi haknya! Mengapa kau sekarang mengandalkan kepandaianmu bukan untuk membantu dan menolongnya, bahkan kau pergunakan untuk menghinanya? Tidak malukah engkau! Untuk apakah kedudukan ini bagi seorang gagah seperti Nona?”

Mendengar ucapan ini merahlah wajah Lili, menambahkan kecantikannya sehingga Lie Siong yang memandangnya merasa napasnya sesak! Gadis ini marah sekali, dan anehnya, ia tidak marah atas kata-kata yang keras ini, melainkan marah ia melihat pemuda ini membela Liliani! Boleh dibilang marah karena cemburu, benar-benar aneh.

“Ah, jadi Nona Lilani mempunyai seorang pelindung yang gagah? Pantas saja Nona Haimi ini berani melakukan perjalanan ribuan li tidak tahunya selalu berada di bawah lindungan seorang pemuda gagah! Ha, kalau begitu, biarlah aku mencoba kepandaian pelindungnya, untuk menguji apakah sudah patut menjadi pelindung dan bayangkari seorang Ratu Haimi!”

Sambil berkata demikian, Lili lalu melompat turun dari bangkunya dan mencabut pedang Liong-coan-kiam dan kipas mautnya!

Lie Song adalah seorang pemuda yang keras hati. Menghadapi tantangan Lili, biarpun ia menjadi bingung sekali, akan tetapi ia merasa malu kalau mundur. Ia pun lalu mencabut pedang Sin-liong-kiam dan berkata,

“Nona Sie, sesungguhnya tidak ada alasan bagiku untuk bertempur melawanmu, akan tetapi aku akan mencemarkan nama orang tuaku kalau aku menolak tantangan berkelahi dari siapapun juga. Biarlah aku menebus kekalahanku dahulu di kuil Siauw-lim-si di Kiciu!”

Kini marahlah Lili. Tidak sepatutnya orang menyebut-nyebut peristiwa ini. Sekaligus ia teringat akan sepatunya yang dirampas, maka ia berkata keras.

“Bagus! Biarlah aku pun mendapat kesempatan untuk membalas penghinaanmu. Kau mengaku putera Ang I Niocu, akan .tetapi aku tetap tidak percaya, karena putera Ang I Niocu takkan sekurang ajar itu! Tidak saja kau telah merampas sepatu yang berarti menghinaku, akan tetapi kau juga berani menculik Lo-pek-pek!”

Sambil berkata demikian, Lili lalu melompat keluar dari pondoknya. Lie Siong juga melompat keluar dan di pekarangan pondok yang luas itu mereka berhadapan bagaikan dua jago yang berlagak hendak bertempur mati-matian.

Semua orang Haimi, tua muda laki perempuan yang memang berkumpul di depan pondok itu untuk menanti Lilani memandang dengan melongo dan terheran-heran. Lilani dengan diikuti oleh Lo Sian berlari keluar pula dan gadis ini sambil menangis menjatuhkan diri berlutut di depan Lili.

“Lihiap, janganlah… Lihiap, kau tidak tahu… Lie Siong Tai-hiap tidak menghinamu… ia tidak mencintaiku, pembelaannya keluar dari wataknya yang budiman dan gagah. Lihiap, jangan kau menyerangnya…”

Lili tertegun mendengar pengakuan ini, akan tetapi ia tidak pedulikan Lilani dan tetap saja melompat dan mulai menyerang Li Siong dengan pedangnya. Li Siong menangkis, terdengar suara nyaring dan bunga api berpijar menyilaukan mata!

Lilani melompat nekad, menghalang diantara kedua orang jagoan itu, lalu ia berkata kepada Lie Siong dengan suara penuh permohonan

“Tai-hiap, simpanlah pedangmu. Lihiap ini adalah penolong bangsaku, jangan kau musuhi. Senjata tidak bermata, bagaimana kalau kalian saling melukai…?”

Gadis ini menangis dan melihat puteri pemimpin mereka menangis sedih, semua orang perempuan Haimi yang berada di situ tak dapat menahan pula keharuan hati mereka dan ramailah wanita-wanita itu menangis!

Akan tetapi Lie Siong yang keras hati sudah tersinggung keangkuhannya oleh Lili. Kalau ia dibela oleh wanita-wanita ini dengan tangis mereka, selamanya ia akan merasa rendah dan kurang berharga dalam pandangan Lili, maka ia berseru keras,

“Sie Hong Li, kau kira aku Lie Siong takut kepadamu? Biarpun kau puteri Pendekar Bodoh, akan tetapi aku tidak takut menghadapi pedangmu, ayo keluarkanlah kepandaianmu dan cobalah kau memenggal kepalaku kalau dapat!”

Lili memang seorang yang keras dan pemarah pula, sungguhpun ia mudah marah dan mudah pula ketawa. Mendengar tantangan ini, ia mengeluarkan seruan nyaring dan tubuhnya berkelebat cepat melampaui atas kepala Lilani dan dengan gerakan yang dahsyat pedang dan kipasnya menyambar kepada Lie Siong.

Pemuda ini sudah merasai kelihaian Lili, maka ia tidak berani berlaku lambat. Cepat ia memutar pedangnya dan ketika pedang gadis itu dapat ditangkisnya, ia rnerasa betapa angin pukulan hebat menyambar dari tangan kiri yang memegang kipas. Cepat ia melompat ke belakang, kemudian ia membalas dengan serangan kilat. Tidak saja ujung pedangnya menuju ke arah dada Lili, akan tetapi lidah pedang naganya yang merah dan panjang itu pun terputar mencari sasaran pada leher lawannya!

Lili memperlihatkan kepandaiannya. Sekali ia menyampok dengan kipasnya, gagang kipas telah menangkis pedang dan sampokan kipas telah membuat lidah pedang lawannya itu tertiup ke samping. Demikianiah, dua orang muda ini saling serang lagi dengan hebatnya, mengeluarkan kepandaian masing-masing dan saling tidak mau mengalah.

Lo Sian tidak bisa berbuat sesuatu. Ia maklum bahwa kepandaiannya masih kalah jauh oleh kepandaian dua orang muda luar biasa ini. Diam-diam ia menghela napas dan berkata penuh kekaguman,

“Pendekar-pendekar remaja ini benar-benar mengagumkan. Ah, aku orang tua sudah tidak berguna lagi!” Sedangkan Lilani hanya dapat menutupi mukanya sambil menangis.

Pada saat itu terdengar bentakan nyaring sekali dan sesosok bayangan yang luar biasa gesitnya menyerbu ke dalam gelanggang pertempuran.

“Orang jahat dari mana berani sekali berlaku kurang ajar terhadap keponakanku!”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar