Senin, 26 Agustus 2019

Pendekar Remaja Jilid 125

“Nona Kwee, kalau aku mau menunjukkan tempat itu bukan berarti bahwa aku takut akan ancamanmu, aku lebih takut kalau-kalau aku disangka ikut berjiwa pengkhianat. Akan tetapi biarpun dengan segan, aku harus memberitahukan kepadamu bahwa mendatangi tempat itu untuk menolong adikmu sama halnya dengan membunuh diri! Penjagaan di situ selain kuat sekali, juga Susiok sendiri berada di situ, selalu berdekatan dengan adikmu. Dan tentang kepandaian Susiok, dia telah memperoleh kemajuan hebat apalagi dibantu oleh Coa-ong Lojin dengan anak buahnya!”

“Tidak peduli, aku tidak takut! Lekas tunjukkan dimana tempat adikku ditahan!”

Goat Lan mendesak, adapun Hong Beng tidak berkata sesuatu karena ia maklum bahwa tunangannya sedang gelisah, bingung dan kuatir sekali. Song Kam Seng lalu minta kertas dan alat tulis, lalu menggambarkan keadaan gunung di sebelah utara Alkata-san, dimana terdapat markas Malangi Khan dan bala tentaranya. Tempat tahanan Kwee Cin itu ternyata berada di paling belakang sehingga untuk datang ke tempat itu harus melalui dulu benteng dari tentara Mongol!

“Nah, kalian ketahui sendiri betapa berbahayanya untuk menyerbu tempat ini. Aku memberitahukan semua ini agar supaya kalian dapat merundingkan dengan orang-orang tuamu dan mencari siasat baik, jangan sekali-kali berlaku sembrono. Sungguh mati kalau sampai berlaku nekad dan terjadi sesuatu yang mengerikan, akulah orang pertama yang akan merasa menyesal sekali. Selamat tinggal!”

“Ucapanmu tidak menakutkan kami, Song Kam Seng! Betapapun juga aku akan pergi membebaskan adikku dan merampas kembali Thian-te Ban-yo Pit-kip!”

Mendengar suara nona ini amat tetap dan nekad, Kam Seng yang sudah melompat sampai di pintu itu segera menunda kepergiannya. Ia menengok dan berkata,

“Jalan satu-satunya yang lebih aman adalah dari belakang bukit dimana tidak ada tentara Mongol, akan tetapi perjalanan melalui tempat itu amat berbahaya. Lagi pula setelah kau berhasil memasuki benteng sebelah belakang, kau masih harus berhadapan dengan Susiok, dengan Coa-ong Lojin, dan banyak lagi orang-orang kang-ouw termasuk empat puluh orang lebih anggota Coa-tung Kai-pang.” Setelah berkata demikian, tubuh Kam Seng berkelebat dan lenyap dari situ!

“Gin-kangnya boleh juga!” kata Hong Beng.

“Koko, kita harus menyusul Adik Cin sekarang juga. Siapa tahu kalau-kalau jahanam itu akan mengganggunya.”

“Lan-moi, kurasa kata-kata Song Kam tadi ada benarnya. Dalam hal ini kita harus berlaku hati-hati. Bukan sekali-kali aku merasa jerih mendengar penjagaan musuh yang demikian kuatnya, akan tetapi kalau memang benar orang tua kita akan datang tak lama lagi, apakah tidak baik berunding dulu dengan mereka, dan minta nasihat mereka bagaimana? Kau tahu bahwa Ban Sai Cinjin akan menjaganya dengan luar biasa kuatnya karena ia maklum bahwa keluarga kita takkan tinggal diam begitu saja!”

“Justru sekaranglah kita harus bertindak, Koko. Bukankah tadi Song Kam Seng menyatakart bahwa tak lama lagi tentu Ban Sai Cinjin akan mengancam kita agar jangan membantu tentara kerajaan? Hal ini berarti bahwa sekarang Ban Sai Cinjin belum tahu bahwa kita telah mendengar tentang diculiknya adikku, maka penjagaan disana tentu tidak begitu diperkuat. Kita datang tiba-tiba pula, kalau mungkin menangkap Ban Sai Cinjin dan memaksanya mengembalikan kitab Thian-te Ban-yo Pit-kip dan melepaskan Adik Cin.”

Hong Beng memandang tunangannya. Ia tahu bahwa kehendak dan ketetapan hati tunangannya yang tabah ini tak mungkin dapat dibantah lagi, dan ia pun maklum bahwa pekerjaan ini benar-benar amat berbahaya, maka akhirnya ia menyatakan persetujuannya.

Hong Beng lalu memberitahukan kepada para perajurit bahwa dia dan Goat Lan hendak melakukan penyelidikan pada markas musuh, kemudian pemuda ini membuat sepucuk surat yang dimasukkan dalam sampul, diberikan kepada pengawal dengan pesan agar supaya surat itu diberikan kepada Pendekar Bodoh atau kawan-kawan yang lain kalau-kalau ada yang datang mencari mereka di benteng ini.

Maka berangkatlah Hong Beng dan Goat Lan pada malam hari itu juga, membawa tongkat hitamnya yang menjadi tanda bahwa dia adalah ketua dari Hek-tung Kai-pang, sedangkan Goat Lan tidak lupa membawa sepasang bambu runcingnya.

**** 125 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar