*

*

Ads

Rabu, 11 September 2019

Pendekar Remaja Jilid 149

“Harap kau bersabar, Nona…” Lie Siong berkata pula.

“Sungguh menyebalkan!” Lili berseru marah.

“Apa yang menyebalkan?”

Lie Siong mengerutkan kening dan bertanya tak senang pula. Kalau dia dianggap menyebalkan…

“Sebutanmu dengan nona-nonaan itu! Kau adalah putera dari Ie-ie Im Giok, biarpun bukan keluarga kita sudah seperti saudara saja, atau tepatnya, kita orang segolongan. Mengapa mesti berpura-pua sheji (sungkan) seperti orang asing? Tadi kau bisa menyebut namaku, apakah sekarang sudah lupa lagi? Namaku Sie Hong Li atau seperti sebutanmu tadi cukup dengan Lili saja. Siapa sudi kau panggil nona?”

Merah muka Lie Siong mendengar ini dan untuk sesaat ia hanya menundukkan mukanya saja seperti seorang anak kecil dimarahi ibunya! Lo Sian hampir tak dapat menahan gelak tawanya melihat sikap kedua orang muda yang sama-sama keras hati ini.

“Lili,” kata Lie Siong dengan lidah berat karena sesungguhnya ia merasa sungkan dan malu-malu untuk menyebut nama ini dengan mulutnya, sungguhpun nama ini setiap saat disebut-sebutnya dengan suara hatinya, “harap kau jangan main-main suka berpikir masak-masak. Tentu saja aku maklum bahwa kau memiliki keberanian dan tidak takut menghadapi Ban Sai Cinjin. Akan tetapi… urusan membalas dendam kedua orang tuaku ini biarlah kau serahkan saja kepadaku sendiri. Hanya akulah seorang yang berhak menuntut pembalasan, karena dua orang tuaku hanya mempunyai aku seorang! Lili… maukah kau memberi sedikit kelonggaran kepadaku dan tidak akan merampas pengharapanku ini? Jangan kau mendahului aku menewaskan Ban Sai Cinjin!”

Lili tertegun. Hemm, jadi demikiankah gerangan maksud hati pemuda ini? Ia tak dapat menjawab lagi hanya memandang dengan sepasang matanya yang bening.

“Siong-ji, kau keliru!” tiba-tiba Lo Sian berkata dan kedua orang muda itu terkejut karena tadi keduanya telah lupa sama sekali akan orang tua ini! “Sebagai calon mantu, Lili juga berhak penuh seperti engkau pula, untuk membalas sakit hati ayah bundamu!”

Setelah ucapan ini keluar, barulah Lo Sian sadar bahwa ia telah bicara terlalu banyak dan tak terasa lagi ia menutup mulutnya dengan tangan.

Lili tiba-tiba merasa mukanya panas dan menjadi merah sekali, maka ia lalu menundukkan mukanya. Mengapa Lo Sian membuka rahasia ini? Sungguh terlalu, pikirnya dengan gemas, akan tetapi juga girang.

Adapun Lie Siong yang mendengar ucapan ini otomatis lalu menengok ke arah Lili dan ketika melihat gadis itu menundukkan mukanya, ia menjadi makin tidak mengerti. Tadinya ia menganggap Lo Sian hanya bergurau saja untuk menggoda dia dan Lili, akan tetapi mengapa Lili gadis galak itu tidak menjadi marah, bahkan kelihatan malu-malu?

“Lo-pek, mengapa kau main-main dalam keadaan seperti ini? Mengapa Lopek menyebut Lili sebagai calon mantu ayah bundaku? Apakah artinya ini?”

Lo Sian sudah mengenal watak Lie Siong, pemuda yang tidak suka banyak bicara, akan tetapi yang berhati keras dan jujur. Setelah terlanjur bicara, ia tak dapat menutupinya lagi, maka ia lalu menceritakan dengan jelas betapa Ang I Niocu telah menganggapnya sebagai wali dan telah menetapkan perjodohan antara Lie Siong dan Lili!

“Nah, setelah sekarang kau ketahui bahwa menurut pesan ibumu, Lili adalah calon jodohmu biarpun belum diajukan pinangan resmi kepada Sie Tai-hiap, apakah kau pikir tidak sepatutnya kalau Lili nemperlihatkan baktinya kepada mendiang calon mertuanya? Ingatlah, Siong-ji, kau mengaku aku sebagai pengganti orang tuamu dan aku pun menganggap kau sebagai puteraku sendiri. Kau harus tahu bahwa lawan-lawan yang akan kau hadapi adalah orang-orang yang selain lihai juga amat cerdik dan curang. Ban Sai Cinjin kiranya tidak perlu kau takuti kepandalan silatnya, akan tetapi kau harus benar-benar awas dan waspada menghadapi siasatnya yang licin dan curang. Dengan adanya Lili membantumu, bukankah kalian akan lebih kuat dan lebih berhasil membalas dendam? Tidak saja tenagamu akan menjadi berlipat dua kali karena kepandaian Lili juga tidak rendah, bahkan kalian bisa saling menjaga dan saling bela.”

Lili yang mendengarkan semua ucapan ini sekarang tidak berani mengangkat mukanya yang kemerahan. Setelah kini rahasia itu dibuka kepada Lie Siong, entah mengapa, ia tidak berani memandang pemuda itu dengan langsung.






Adapun Lie Siong juga menjadi merah mukanya, sebentar menoleh kepada makam ibunya dengan hati terharu, kemudian kadang-kadang ia mengerling ke arah Lili dengan hati berdebar tidak karuan. Juga pemuda ini tidak dapat menjawab ucapan Lo Sian sehingga orang tua itu tersenyum lalu menganggap bahwa kedua orang muda itu kini sudah setuju untuk melakukan perjalanan bersama.

“Lie Siong, dan kau Lili. Hati-hatilah kalian melakukan tugas yang berat ini. Aku akan kembali ke rumah Sie Tai-hiap untuk melaporkan semua hal ini agar mereka pun segera beramai-ramai menyusulmu untuk memberi bantuan.”

Setelah berkata demikian, Lo Sian lalu meninggalkan dua orang muda itu dengan tindakan kaki cepat.

Sepasang remaja itu berdiri saling berhadapan. Sampai lama sunyi saja, bibir serasa terkunci rapat-rapat karena malu untuk mengeluarkan suara. Lucu sekali kalau dilihat. Lili menundukkan mukanya yang kemerahan dan Lie Siong memandang ke lain jurusan tanpa bergerak.

Pemuda ini mengerutkan keningnya. Ia seharusnya berterima kasih kepada mendiang ibunya yang demikian tepatnya memilihkan calon isteri untuknya. Ia mencintai Lili, ini ia tak ragu-ragu lagi. Bayangan gadis itu tak pernah meninggalkan cermin hatinya. Akan tetapi pada saat itu teringatlah kepada Lilani. Lili adalah seorang gadis yang cantik dan pandai, puteri dari Pendekar Bodoh, seorang gadis terhormat yang pasti akan mendatangkan peminang-perninang dari kalangan tinggi. Bagaimana ia dapat menjadi suami Lili, ia yang sudah melakukan perbuatan amat memalukan dengan Lilani? Ia yang sudah melanggar kesusilaan, yang menyia-nyiakan cinta Lilani dan yang mencemarkan kepercayaan gadis Haimi itu kepadanya? Apakah kelak Lili takkan hancur hatinya kalau mendengar tentang dia dan Lilani?

Dia tahu bahwa tak mungkin selama hidup ia akan merahasiakan hal itu dari Lili, karena dengan menyimpan rahasia itu berarti bahwa ia akan menyiksa batin sendiri selamanya, akan selalu merasa sebagai seorang yang berdosa dan tidak bersih terhadap Lili!

“Siong-ko, mengapa kau diam saja. Aku merasa seakan-akan telah menjadi patung, kau juga!” tiba-tiba Lili gadis yang lincah gembira ini lebih dulu memecahkan kesunyian. Tidak kuatlah gadis seperti Lili harus berdiam seperti itu lebih lama lagi.

Lie Siong terkejut dan terbangun dari lamunannya. Ia mengangkat muka dan bertemulah dua pasang mata. Lili memandang dengan jujur dan terang, membuat Lie Siong merasa makin kotor dan tak berharga pula.

“Lili… aku… aku merasa tidak pantas…” ia menghentikan kata-katanya.

“Tidak pantas bagaimana, Siong-ko? Lanjutkanlah!” dengan kening berkerut Lili bertanya, hatinya merasa tidak enak.

“Tidak pantas seorang pemuda seperti… aku melakukan perjalanan bersama seorang dara seperti… engkau! Sudahlah, Lili, lebih baik kau pulang saja, biar aku sendiri mencari dan menghancurkan kepala Ban Sai Cinjin. Kau tunggulah di rumah dan kelak… kelak mungkin kita akan bertemu lagi, kalau aku tidak roboh di tangan musuh-musuhku. Selamat berpisah!” Tanpa menanti jawaban, Lie Siong lalu melompat jauh dan meninggalkan tempat itu.

Lili membanting-banting kakinya dengan gemas. Ia merasa tidak dipandang mata dan diremehkan sekali. Dengan marah ia pun lalu berkelebat mengejar. Lie Siong heran sekali melihat betapa gadis itu sudah dapat menyusulnya, padahal ia telah mempergunakan ilmu gin-kangnya yang paling tinggi dan tadinya ia merasa pasti bahwa gadis itu tak mungkin dapat menyusulnya. Saking herannya ia menghentikan larinya dan menengok.

“Orang she Lie! Kalau kau tidak sudi melakukan tugas ini bersamaku, apakah kau kira aku Sie Hong Li tak dapat melakukannya sendiri? Kita sama-sama lihat saja siapa nanti yang akan lebih cepat berhasil membasmi Ban Sai Cinjin!”

Setelah berkata demikian, Lili lalu mengerahkan ilmu lari cepat dan membelok ke kiri meninggalkan Lie Siong!

Lie Siong tertegun, tidak hanya melihat kemarahan gadis itu akan tetapi melihat betapa gin-kang dari gadis ini benar-benar telah sedemikian hebatnya sehingga belum tentu kalah olehnya! Ia ingat betul bahwa dahulu ketika bertempur dengan dia, kepandaian Lili belum setinggi ini. Bagaimana gadis ini demikian cepat majunya? Apakah ia khusus dilatih dan digembleng oleh Pendekar Bodoh? Betapapun juga, Lie Siong masih belum tahu bahwa gadis ini bahkan telah mahir Ilmu Pukulan Hang-liong-cap-it-ciang-hoat yang lihai sekali dan hanya mengira bahwa Lili mendapat kemajuan dalam hal gin-kang saja.

Kini melihat kenekatan gadis itu mencari Ban Sai Cinjin dan tidak mau pulang, ia menjadi terkejut dan gelisah. Kalau sampai gadis itu berhasil bertemu dengan Ban Sai Cinjin dan kawan-kawannya, bukankah itu berbahaya sekali? Tak terasa lagi, ia pun lalu mengubah arah tujuannya dan ia berlari cepat mengejar ke arah kiri.

Lili melakukan perjalanan cepat dengan tujuan Pegunungan Thian-san. Gadis ini teringat bahwa karena musim chun yang dinanti-nantikan untuk memenuhi tantangan Wi Kong Siansu dan kawan-kawannya tak lama lagi tiba, paling banyak tiga puluh lima hari lagi, maka tentu Ban Sai Cinjin, Wi Kong Siansu, dan yang lain telah menuju ke sana.

Beberapa hari kemudian ia tiba di kota Kun-lun-an. Gadis ini sama sekali tidak tahu bahwa Ban Sai Cinjin dan kawan-kawannya juga telah berada di kota ini, bahkan telah bertemu dengan Bouw Hun Ti di tempat ini.

Sebagaimana dituturkan di bagian depan, Bouw Hun Ti pergi mencari jago-jago silat yang suka membantu mereka untuk menghadapi Pendekar Bodoh sekeluarga. Dan pada waktu itu, Bouw Hun Ti telah berada di Kun-lin-an bersama tiga orang tosu tua yang bertubuh kurus kering, akan tetapi tiga orang tosu ini sesungguhnya adalah tokoh-tokoh persilatan yang berilmu tinggi.

Ketika Ban Sai Cinjin, Wi Kong Siansu, dan ketiga Hailun Thai-lek Sam-kui melarikan diri dari kejaran Lili dan Lie Siong mereka tiba di kota ini dan bertemu dengan Bouw Hun Ti. Segera mereka membuat rencana untuk membikin pembalasan. Dengan adanya tiga orang tosu itu, mereka cukup kuat untuk menghadapi Pendekar Bodoh.

Memang, tiga orang tosu itu bukanlah orang-orang sembarangan saja, mereka adalah ketua dari Pek-eng-kauw (Perkumpulan Agama Garuda Putih) dari barat, bernama Thai Eng Tosu, Sin Eng Tosu, dan Kim Eng Tosu. Mendengar bahwa Ban Sai Cinjin hendak menghadapi Pendekar Bodoh, tiga orang ketua Pek-eng-kauw-hwe ini dengan senang hati sanggup membantu dan ikut pergi bersama Bouw Hun Ti.

Memang ketiga orang kakek ini mempunyai dendam terhadap Pendekar Bodoh. Sebetulnya bukan kepada Cin Hai mereka menaruh dendam, melainkan kepada Bu Pun Su yang telah menewaskan guru mereka (baca cerita Bu Pun Su Lu Kwan Cu atau Pendekar Sakti).

Akan tetapi oleh karena Bu Pun Su sudah meninggal dunia, maka dendam mereka itu kini hendak mereka balaskan terhadap murid dari Bu Pun Su!

Oleh karena Lili telah melakukan perjalanan jauh dan merasa lelah sekali, setelah makan dan membersihkan tubuh berganti pakaian, dara perkasa ini lalu masuk ke dalam kamarnya di sebuah hotel untuk beristirahat. Sebentar saja ia telah pulas saking lelahnya, dan di dalam tidurnya bermimpi. Dalam mimpinya ia bertemu dengan Lie Siong dan bertengkar urusan sepatunya yang dirampas dulu, kemudian mereka saling menyerang dengan hebat!

Lili tertegun dengan terkejut karena ia benar-benar mendengar suara senjata beradu nyaring sekali dan suara orang bertempur hebat! Akan tetapi alangkah terkejutnya ketika ia hendak melompat turun dari pembaringan, tubuhnya tak dapat digerakkan! Ia hendak mengerahkan tenaganya, akan tetapi mendapat kenyataan bahwa ia telah menjadi korban totokan yang luar biasa sekali sehingga ia menjadi lumpuh kaki tangannya. Suara pertempuran di atas genteng makin menghebat dan dengan bingung serta tak berdaya Lili berpikir-pikir apakah yang sesungguhnya telah terjadi.

Sebagaimana diketahui, setelah ditinggalkan oleh Lili di tengah hutan itu, Lie Siong lalu mengejar dan diam-diam ia mengikuti perjalanan gadis yang dikasihinya itu. Ia tidak berani memperlihatkan muka karena ia merasa malu dan kuatir kalau-kalau Lili akan menjadi marah.

Untuk melepaskan gadis itu begitu saja dan mencari jalan sendiri, ia tidak tega karena maklum betapa lihainya lawan-lawan yang mereka kejar-kejar. Diam-diam ia hendak melindungi gadis itu dan kalau sampai mereka bertemu dengan musuh, bukankah mereka akan dapat menghadapi dengan lebih kuat?

Demikianlah, ketika Lili bermalam di hotel di kota Kun-lin-an, diam-diam Lie Siong mengintai dan setelah melihat gadis itu memasuki kamarnya, ia pun lalu menyewa sebuah kamar di hotel itu juga! Ia telah mengambil keputusan besok pagi-pagi untuk menjumpai Lili dan menyatakan terus terang kehendaknya, yaitu melakukan perjalanan bersama. Ia telah nekat dan bersedia untuk ditertawai atau bahkan dimaki, karena melakukan perjalanan macam ini sungguh tidak enak baginya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar