*

*

Ads

Jumat, 18 Mei 2012

Pendekar Remaja Jilid 003

Kira-kira dua belas tahun yang lalu, beberapa kali kerajaan Turki mengirim ekspedisi ke Tiongkok ketika mendengar bahwa ditempat-tempat tertentu di Tiongkok terdapat harta terpendam yang nilainya sangat besar.

Ekspedisi pertama dilakukan untuk memperebutkan sebuah pulau di seberang laut Tiongkok, yang disebut Kim-san-tho (Pulau Bukit Emas) dan yang disangkanya mengandung bukit penuh logam kuning berharga itu. Dalam usaha memperebutkan pulau ini, terjadilah perang hebat antara barisan Turki, barisan Mongol, dan juga barisan Kerajaan Tiongkok untuk maksud yang sama.

Pemimpin besar dari barisan Turki adalah seorang gagah perkasa bernama Balutin yang amat sakti sehingga ekspedisi itu berhasil sampai di tempat tujuan. Akan tetapi kemudian Balutin tewas dalam pertempuran ketika melawan tentara Tiongkok yang dibantu oleh seorang hwesio lihai sekali bernama Hai Kong Hosiang dan supeknya, yaitu Kiam Ki Sianjin yang gagu akan tetapi memiliki ilmu kepandaian yang luar biasa tingginya.

Kemudian, di Turki terjadi perpecahan setelah adanya usaha-usaha yang jahat dari seorang pangeran yang disebut Pangeran Muda. Yang berkuasa di Turki pada waktu itu adalah Pangeran Tua yang adil dan bijaksana, dan diantara kedua orang pangeran ini timbullah permusuhan, akan tetapi akhirnya pengaruh Pangeran Muda dan kaki tangannya yang terdiri dari orang-orang jahat dapat dihancurkan. Dan peristiwa hebat ini dapat diikuti dengan jelas dalam cerita Pendekar Bodoh .

Didalam keributan-keributan itu, terdapatlah seorang pemuda yang dilupakan orang. Pemuda ini adalah putera tunggal dari Balutin yang gagah perkasa itu, dan pemuda ini telah berusia dua puluh lima tahun ketika ayahnya gugur dalam ekspedisi mencari Pulau Bukit Emas. Tentu saja ia merasa amat berduka dan hatinya penuh diliputi dendam, akan tetapi, biarpun ia telah mewarisi hampir seluruh kepandaian ayahnya, namun ia maklum bahwa ia tidak berdaya membalas dendam atas kematian ayahnya itu. Sedangkan ayahnya sendiri masih kalah melawan jago-jago bangsa Han apalagi dia.

Pemuda ini mempunyai darah Tionghoa, oleh karena ibunya adalah seorang bangsa Han pula yang dahulu diculik oleh Balutin dan dipaksa menjadi isterinya. Akan tetapi, ibunya meninggal dunia ketika melahirkannya sehingga terpaksa ia dirawat oleh seorang inang pengasuh yang juga seorang perempuan bangsa Han yang diculik oleh Balutin.

Ia telah menganggap inang pengasuh itu sebagai ibu sendiri dan juga oleh inang pengasuhnya itu ia diberi nama Tionghoa, yaitu Bouw Hun Ti. Selain ini, Bouw Hun Ti juga mendapat pelajaran membaca dan menulis bahasa Tionghoa oleh inang pengasuhnya, sehingga selain bahasa Turki, Bouw Hun Ti juga mahir bahasa Han. Mungkin karena ia masih berdarah Tionghoa, maka ia cinta sekali kepada inang pengasuhnya itu.

Balutin sendiri tidak begitu peduli kepada puteranya, karena panglima ini memang berwatak kurang baik dan sungguhpun ia berkedudukan tinggi, akan tetapi ia terkenal sebagai seorang laki-laki mata keranjang.

Betapapun juga, ia, memberi latihan ilmu sitat tinggi kepada putera tunggalnya itu sehingga Bouw Hun Ti memiliki ilmu kepandaian yang tinggi akan tetapi yang tidak diketahui oleh banyak orang. Setelah Balutin tewas dalam pertempuran, Bouw Hun Ti lalu keluar dari negerinya, bersama inang pengasuhnya yang telah menjadi nenek-nenek pergi ke pedalaman Tiongkok, dimana ia lalu mengembara setelah mengantar inang pengasuhnya itu kembali ke kampung halamannya.

Cita-cita Bouw Hun Ti hanya satu, ialah membalas dendam atas kematian ayahnya. Karena maklum bahwa ilmu kepandaiannya masih belum cukup tinggi untuk melaksanakan maksud ini, maka ia mulai mencari guru dalam perantauannya. Akhirnya ia bertemu dengan Ban Sai Cinjin, seorang yang berilmu tinggi, Bouw Hun Ti lalu mengangkat guru kepada orang berilmu ini dan mempelajari ilmu silat, terutama ilmu golok yang amat lihai gerakannya.

Setelah bertahun-tahun mempelajari ilmu silat dari Ban Sai Cinjin, dan kepandaiannya sudah banyak maju, Bouw Hun Ti lalu mencari musuhnya, pembunuh ayahnya. Alangkah kecewanya ketika ia mendengar bahwa Hai Kong Hosiang dan Kam Ki Sianjin telah meninggal dunia. Dan pada waktu itu, inang pengasuhnya telah meninggal dunia pula karena usia tua. Hal ini membuatnya tidak kerasan untuk tinggal lebih lama di pedalaman Tiongkok dan ia segera kembali ke negaranya, dengan hati tetap mendendam yang belum terbalas.

Dalam hati kecilnya ia merasa benci terhadap orang-orang Han yang telah membunuh ayahnya, dan terutama sekali ia memindahkan kebenciannya dari kedua musuh besar yang telah mati itu kepada para pendekar yang pernah memusuhi pengikut Pangeran Muda.

Memang, Bouw Hun Ti juga menjadi pengikut setia dari Pangeran Muda, maka setelah ia kembali ke Turki, kembali bersekutu dengan Pangeran Muda bahkan kini mendapat kepercayaan besar dan kedudukan tinggi karena Pangeran Muda tahu bahwa ia telah memiliki kepandaian tinggi.

Kedudukan yang tinggi membuat watak Bouw Hun Ti yang sudah kejam dan sombong makin menjadi. Pengaruhnya besar sekali dan mengandalkan kepandaiannya, ia mulai mendesak pengaruh Pangeran Muda dan bahkan ia mulai bercita-cita untuk mendesak pula kedudukan raja dengan pengaruhnya!

Pangeran Muda melihat hal ini menjadi khawatir sekali dan dicarinya akal untuk melenyapkan orang berbahaya ini. Pada suatu hari, dipanggilnya Bouw Hun Ti menghadap dan dinyatakannya bahwa ia amat membutuhkan seorang penasehat yang cerdik pandai. Dalam percakapan ini, disebutnya nama Yousuf.

“Kalau saja Yousuf dapat didatangkan dan membantuku, ah, hatiku akan menjadi senang. Ia adalah seorang yang arif bijaksana dan pandai mengurus pemerintahan. Oleh karena itu harap kau suka mencarinya di pedalaman Tiongkok, dan kalau mungkin, sekalian kau balaskan sakit hati kita terhadap seorang pendekar yang disebut Pendekar Bodoh, bernama Cin Hai, she Sie! Menurut para penyelidik, Yousuf kini tinggal di rumah Pendekar Bodoh itu, di kota Shaning dalam Propinsi An-hui.”

Maka berangkatlah Bouw Hun Ti ke pedalaman Tiongkok untuk melakukan tugas ini. Ia membawa dua orang pengikut yang mempunyai kepandaian cukup tinggi dan langsung menuju ke Propinsi An-hui.

Pada luarnya saja ia seakan-akan mentaati perintah Pangeran Muda, padahal di dalam hati ia mempunyai pendapat lain. Kalau sampai orang yang bernama Yousuf itu dibawa ke tanah airnya, maka hal itu berarti bahwa ia akan menghadapi saingan berat, apalagi ia mendengar bahwa Yousuf juga memiliki ilmu kepandaian tinggi. Hatinya yang kejam dan penuh kedengkian membuat ia merasa benci sekali kepada Yousuf, lebih-lebih setelah ia mendengar dari para perajurit yang dulu ikut melakukan ekspedisi mencari pulau emas, bahwa Yousuf pernah mengkhianati Kerajaan Turki, dan mengkhianati ekspedisi yang dipimpin oleh Balutin, ayahnya.

Ia menganggap kegagalan ayahnya akibat daripada pengkhianatan Yousuf ini dan oleh karenanya Yousuf harus dibunuh tidak saja untuk membalaskan dendam ayahnya, akan tetapi juga untuk mencegah orang tua itu memperoleh kedudukan tinggi di Turki!

Demikianlah sedikit riwayat Bouw Hun Ti, seorang yang berkepandaian tinggi dan yang kini datang memasuki kota Shaning dengan maksud yang amat buruk dan berbahaya. Kalau saja ia tadinya tidak memandang rendah kepada anak perempuan yang menjadi cucu Yousuf itu, tentu Lili telah menjadi korbannya yang pertama. Baiknya Lili dapat mengelak serangannya dan karenanya membuat Bouw Hun Ti terheran-heran sehingga terlambat mengejarnya.

Kini Bouw Hun Ti bersama dua orang pengikutnya melanjutkan perjalanannya mencari rumah kediaman Pendekar Bodoh. Ia adalah seorang yang cerdik dan sebelum memasuki kota Shaning terlebih dahulu ia telah melakukan penyelidikan sehingga ia tahu bahwa Cin Hai beserta isterinya sedang keluar kota dan yang berada di rumah hanyalah Yousuf seorang.

Hal ini amat menggembirakan hatiriya karena sepanjang pendengarannya, Pendekar Bodoh dan isterinya adalah orang-orang yang merupakan lawan amat tangguh ditambah pula dengan Yousuf, maka ia merasa jerih juga! Kini kedua suami isteri itu tidak berada di rumah dan hal ini merupakan kesempatan yang amat baik baginya.

**** 003 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar