Senin, 15 Juli 2019

Pendekar Remaja Jilid 033

“Aku sudah siap!” kata Lie Siong dengan suara dingin saja seakan-akan tidak menghadapi urusan penting.

Sambil tertawa haha-hihi, Si Jenggot Pendek lalu membelitkan ujung tambang kepada kaki kanan Lie Siong tepat pada tulang keringnya, di atas pergelangan kaki, agak di bawah betisnya. Kemudian setelah memeriksa bahwa ikatan tali pada kaki itu cukup kuat takkan terlepas bila ditarik, ia lalu mendekati kawan-kawannya dan sambil tersenyum-senyum ia berkata perlahan,

“Kita menggunakan tenaga tiba-tiba menariknya agar ia jatuh terjengkang!”

Tiga orang tersenyum gembira dan menganggukkan kepalanya. Mereka lalu berdiri berbaris dan memegang tambang itu. Semua orang memandang dengan napas tertahan, karena betapapun mereka merasa lucu dan penasaran kepada pemuda yang mereka anggap berotak miring ini, melihat wajah yang elok dan kulit yang halus itu mereka merasa kasihan juga.

Sedikitnya kaki yang tak seberapa besarnya itu pasti akan patah oleh tarikan empat orang kuat ini, pikir mereka. Bahkan seorang pengusaha yang berpakaian kuning dan yang masih muda berwajah tampan, lalu menghampiri Lie Siong dan berkata,

“Hian-te, mengapakah kau melakukan hal yang bodoh ini? Kau mintalah maaf kepada mereka dan aku yang tanggung bahwa perkara ini akan dibikin habis sampai disini saja.”

Lie Siong paling tidak suka kalau ada orang menaruh hati kasihan kepadanya, maka sambil mengerling tajam ke arah orang itu, ia berkata,

“Jangan ikut campur, dan mundurlah!”

Tentu saja semua orang makin merasa tak senang melihat sikap ini, dan orang baju kuning itu pun mundur dengan muka kemerahan.

“Aku sudah siap, hayo tariklah sekuatmu!” kata Lie Siong sekali lagi.

Orang berjenggot pendek itu memberi aba-aba,
“Tarik…!!” dan keempat orang itu mengerahkan seluruh tenaga membetot tambang itu sehingga urat-urat pada lengan dan dada mereka mengembung.

Semua orang memandang dan terbayanglah sudah di mata mereka betapa pemuda elok ini akan jatuh tunggang-langgang dengan kaki patah. Akan tetapi… sungguh aneh, sama sekali tidak terjadi hal seperti itu!

Pemuda elok itu masih berdiri seperti tadi, kaki kiri diangkat ke depan, kedua tangan ditaruh di belakang dan sedikit pun ia tidak berkedip seakan-akan sama sekali tidak merasa akan tarikan dan sama sekali tidak mengerahkan tenaga untuk mempertahankan diri!

“Aduh…! Sungguh aneh!” terdengar suara penonton.

“Tak masuk di akal!”

“Tak mungkin…!”

“Ajaib sekali…!!”

Kalau semua orang yang menonton menjadi terheran-heran, empat orang jagoan itu lebih terkejut lagi. Tambang itu telah tertarik sehingga menegang, bahkan terdengar bergerit saking kuatnya mereka menarik, akan tetapi mereka merasa seakan-akan sedang menarik sebuah gunung saja!

Untuk sesaat mereka saling pandang, kemudian dengan amat penasaran mereka lalu menarik lagi. Kini tarikan mereka tidak teratur lagi, suara mereka “ah-ah, uh-uh” sambil mengerahkan tenaga sekuatnya, sehingga mereka terhuyung ke sana terdorong ke mari, akan tetapi tetap saja kaki yang dilibat tambang dan ditarik itu sama sekali tidak bergeming sedikit pun!

Kini tak seorang pun penonton dapat mengeluarkan suara, bahkan bernapas pun mereka hampir lupa! Keempat orang jagoan itu sambil membetot, memandang kepada pemuda itu dengan mulut ternganga saking herannya, akan tetapi mereka tidak berhenti menarik.






Mustahil tidak dapat merobohkannya, pikir mereka dan kembali mereka mengerahkan tenaga seadanya untuk membetot kaki yang hanya kecil saja itu!

Peluh sebesar kacang telah menitik turun dari jidat mereka, dan napas mereka mulai terengah-engah setelah beberapa lama mereka menarik dengan tenaga sepenuhnya. Lie Siong merasa bahwa sudah cukup ia memperlihatkan tenaganya, maka ia lalu membentak keras.

“Tidak lekas lepaskan tambang?”

Sambil berkata demikian, tanpa menurunkan kaki kirinya, kaki kanannya melakukan gerakan mengisar dan… tak dapat ditahan pula, empat orang jagoan itu terdorong ke depan dan karena mereka masih belum melepaskan tambang itu, mereka jatuh saling timpa!

Yang paling sial adalah Si Jenggot Pendek karena ia tertindih oleh dua orang kawannya dan karena jatuhnya dengan hidung di depan, maka ketika ia merangkak bangun kembali, hidungnya yang tadinya mancung telah menjadi pesek dan berdarah!

Kini ramailah orang-orang itu memuji dan menyatakan keheranan mereka. Bagaimana mungkin terjadi hal yang aneh ini? Biarpun sudah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, mereka masih belum dapat percaya bahwa seorang pemuda yang lemah-lembut dan berkulit halus itu dapat memiliki tenaga yang demikian besarnya. Siapakah pemuda lihai ini? Mereka saling bertanya tanpa berani menanyakan sendiri kepada pemuda itu.

Pada saat itu, nampak dua orang berlari dari bawah lereng dan mereka ini adalah seorang laki-laki tinggi besar bersama seorang hwesio. Ketika laki-laki tinggi besar itu tiba disitu dan melihat Lie Siong, ia lalu cepat berseru kepada semua orang,

“Dia adalah iblis putih!”

Orang ini adalah seorang diantara penebang pohon yang dulu pernah dirobohkan oleh Lie Siong, dan mendengar seruan ini, semua orang menjadi pucat mukanya, ada yang menggigil dan bahkan ada yang cepat mengangkat kaki lari dari situ!

Akan tetapi, ketika mereka melihat hwesio yang datang bersama penebang tadi, semua orang menjadi tabah kembali dan mengikuti hwesio itu menghampiri Lie Siong. Hwesio itu bukan lain adalah Pek I Hosiang sendiri.

Melihat bahwa yang menimbulkan keributan itu adalah Lie Siong, Pek I Hosiang lalu merangkapkan kedua tangan di depan dada sambil memberi hormat.
“Omitohud, tidak tahunya Siauw-enghiong (Orang Muda Gagah) yang datang disini! Maafkan murid-murid pinceng yang bodoh dan tidak tahu aturan, Siauw-eng-hiong. Sesungguhnya ketika pinceng mendengar bahwa mereka ini hendak menyerbu ke dalam hutan segera pinceng menyusul kesini untuk mencegah mereka.”

Melihat Lie Siong hanya berdiri tanpa menjawab, hwesio itu lalu memandang kepada semua orang dan berkata,

“Cuwi sekalian, harap mendengarkan kata-kata pinceng. Mulai sekarang janganlah ada seorang pun berani mengganggu hutan di atas itu! Ketahuilah bahwa disitu tinggal dua orang pendekar sakti yang mengasingkan diri! Pegunungan ini mempunyai banyak sekali hutan-hutan besar, mengapa harus mengganggu hutan kecil? Kalau kalian sayang diri jangan sekali-kali berani memasuki hutan itu. Ang I Niocu dan puteranya bukanlah siluman, akan tetapi pendekar-pendekar besar yang berkepandaian tinggi dan tidak mau diganggu!”

Semua orang terkejut mendengar ini, karena tak pernah mereka sangka bahwa hwesio ini pun telah kenal kepada kedua orang yang tadinya dianggap siluman itu terutama sekali para murid yang pernah mendengar nama Ang I Niocu yang tersohor!

Mereka cepat memandang kepada pemuda yang diperkenalkan sebagai putera Ang I Nicou itu, akan tetapi alangkah heran dan kagetnya semua orang ketika melihat bahwa disitu tidak nampak lagi bayangan pemuda tadi!

Pemuda tadi telah lenyap bersama buntalan pakaiannya tanpa diketahui oleh seorang pun kecuali Pek I Hosiang. Hwesio ini berkata,

“Dia sudah pergi!” Ia menghela napas. “Masih baik bahwa pemuda itu sendiri yang datang disini, tidak bersama ibunya. Kalau kalian berani mengganggu ibunya tak dapat kubayangkan kengerian yang menjadi akibatnya!”

Semenjak saat itu, semua orang memandang hutan itu sebagai tempat keramat dan tak seorang pun berani naik ke situ. Nama Ang I Niocu makin terkenal, dan juga puteranya menjadi buah bibir semua orang yang tinggal di sekitar Pegunungan Ho-lan-san.

**** 033 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar