Setelah melakukan perjalanan dengan cepat selama dua pekan akhirnya sampailah Lili di tempat yang menjadi tujuan utamanya, yaitu dusun Tong-sin-bun. Ia lalu memilih rumah penginapan dan menyewa sebuah kamar. Kudanya ia serahkan kepada pelayan untuk dirawat baik-baik.
Tanpa bertanya kepada orang lain, Lili dapat mencari rumah Ban Sai Cinjin dengan mudah, oleh karena di dalam dusun yang tak berapa besar itu, hanya satu-satunya gedung yang besar dan mewah yang menjadi tempat tinggal Ban Sai Cinjin. Bahkan ketika ia bertanya kepada pelayan hotel dimana ia bermalam juga milik dari Ban Sai Cinjin yang kayaraya dan berpengaruh besar.
“Nona datang dari mana dan apakah hendak bertemu dengan Ban Sai Cinjin Loya?”
Lili tersenyum dan maklum bahwa semua pekerja di dalam hotel ini adalah anak buah Ban Sai Cinjin, maka ia menjawab,
“Ah, tidak. Aku hanya seorang pelancong yang tertarik melihat keadaan di dusun ini yang amat ramai.”
Pada senja hari itu diam-diam tanpa diketahui oleh seorang pun, Lili mengenakan pakaian yang ringkas, menggantungkan pedangnya di pinggang, lalu keluar dari penginapan itu untuk mencari musuh besarnya, Bouw Hun Ti. Ia menduga bahwa musuh besarnya itu tentu berada di kelenteng yang dulu pernah dilihatnya dengan Sin-kai Lo Sian, yaitu dalam sebuah hutan tak jauh dari dusun Tong-sin-bun itu.
Akan tetapi sebelum menuju ke hutan itu, ia sengaja menyelidiki dulu gedung besar tempat tinggal Ban Sai Cinjin yang nampak sunyi dari luar. Ketika ia hendak melompat ke atas pagar tembok yang tinggi dan yang mengelilingi gedung itu, tiba-tiba ia melihat seorang pemuda yang tampan bersama seorang setengah tua berjalan keluar dari gedung itu dengan tindakan cepat.
Lili cepat bersembunyi di tempat gelap dan memandang tajam. Bukan main heran dan terkejutnya ketika ia melihat pemuda itu. Tak salah lagi, pemuda itu tentulah Thio Kam Seng, anak laki-laki yang dulu pernah ditolong oleh suhunya, Sin-kai Lo Sian, atau yang boleh juga disebut suhengnya, karena mereka keduanya pernah menjadi murid Sin-kai Lo Sian.
Lili menjadi girang sekali dan hampir saja ia memanggil pemuda itu. Akan tetapi ia dapat menahan keinginannya ini karena teringat bahwa pemuda ini baru saja keluar dari gedung Ban Sai Cinjin.
Hal ini benar-benar aneh sekali. Kam Seng pernah hampir dibunuh oleh seorang murid Ban Sai Cinjin, bagaimana sekarang ia bisa keluar masuk demikian leluasa di gedung Ban Sai Cinjin itu? Hal ini menimbulkan kecurigaannya dan ia tidak memanggil pemuda itu, bahkan lalu diam-diam mengikuti perjalanan Kam Seng dan orang tua itu yang berjalan cepat menuju ke hutan dimana terdapat kelenteng besar kepunyaan Ban Sai Cinjin.
Tanpa bertanya kepada orang lain, Lili dapat mencari rumah Ban Sai Cinjin dengan mudah, oleh karena di dalam dusun yang tak berapa besar itu, hanya satu-satunya gedung yang besar dan mewah yang menjadi tempat tinggal Ban Sai Cinjin. Bahkan ketika ia bertanya kepada pelayan hotel dimana ia bermalam juga milik dari Ban Sai Cinjin yang kayaraya dan berpengaruh besar.
“Nona datang dari mana dan apakah hendak bertemu dengan Ban Sai Cinjin Loya?”
Lili tersenyum dan maklum bahwa semua pekerja di dalam hotel ini adalah anak buah Ban Sai Cinjin, maka ia menjawab,
“Ah, tidak. Aku hanya seorang pelancong yang tertarik melihat keadaan di dusun ini yang amat ramai.”
Pada senja hari itu diam-diam tanpa diketahui oleh seorang pun, Lili mengenakan pakaian yang ringkas, menggantungkan pedangnya di pinggang, lalu keluar dari penginapan itu untuk mencari musuh besarnya, Bouw Hun Ti. Ia menduga bahwa musuh besarnya itu tentu berada di kelenteng yang dulu pernah dilihatnya dengan Sin-kai Lo Sian, yaitu dalam sebuah hutan tak jauh dari dusun Tong-sin-bun itu.
Akan tetapi sebelum menuju ke hutan itu, ia sengaja menyelidiki dulu gedung besar tempat tinggal Ban Sai Cinjin yang nampak sunyi dari luar. Ketika ia hendak melompat ke atas pagar tembok yang tinggi dan yang mengelilingi gedung itu, tiba-tiba ia melihat seorang pemuda yang tampan bersama seorang setengah tua berjalan keluar dari gedung itu dengan tindakan cepat.
Lili cepat bersembunyi di tempat gelap dan memandang tajam. Bukan main heran dan terkejutnya ketika ia melihat pemuda itu. Tak salah lagi, pemuda itu tentulah Thio Kam Seng, anak laki-laki yang dulu pernah ditolong oleh suhunya, Sin-kai Lo Sian, atau yang boleh juga disebut suhengnya, karena mereka keduanya pernah menjadi murid Sin-kai Lo Sian.
Lili menjadi girang sekali dan hampir saja ia memanggil pemuda itu. Akan tetapi ia dapat menahan keinginannya ini karena teringat bahwa pemuda ini baru saja keluar dari gedung Ban Sai Cinjin.
Hal ini benar-benar aneh sekali. Kam Seng pernah hampir dibunuh oleh seorang murid Ban Sai Cinjin, bagaimana sekarang ia bisa keluar masuk demikian leluasa di gedung Ban Sai Cinjin itu? Hal ini menimbulkan kecurigaannya dan ia tidak memanggil pemuda itu, bahkan lalu diam-diam mengikuti perjalanan Kam Seng dan orang tua itu yang berjalan cepat menuju ke hutan dimana terdapat kelenteng besar kepunyaan Ban Sai Cinjin.
**** 043 ****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar