*

*

Ads

Senin, 22 Juli 2019

Pendekar Remaja Jilid 055

Bagaimanakah gadis itu yang ternyata adalah Kwee Goat Lan, dapat tiba-tiba muncul disitu? Dan mengapa tahu-tahu sudah dikeroyok oleh Ban Sai Cinjin dan Hok Ti Hwesio pada saat Lili tertawan dalam kamar Kam Seng?

Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan dalam percakapan antara Ong Tek putera pangeran dan Hok Ti Hwesio, pemuda cilik dari kota raja itu merasa amat muak dan tidak senang melihat peristiwa yang terjadi di dalam kuil dimana ia belajar silat kepada Ban Sai Cinjin.

Betapapun juga, Ong Tek adalah seorang pemuda bangsawan yang semenjak kecil dididik dengan pelajaran-pelajaran kesopanan dan juga ia telah banyak membaca kitab-kitab kuno dimana terdapat segala macam pelajaran tentang kebajikan. Ia menjadi terkejut dan juga kecewa melihat dengan kedua mata sendiri betapa jahat adanya orang-orang yang selama ini ia hormati dan junjung tinggi.

Maka ia lalu masuk ke dalam kamarnya sambil menangis, lalu ia memaksa kepada Tan-kauwsu, utusan dari ayahnya itu, untuk pada malam hari itu juga meninggalkan kuil dan pulang ke kota raja.

Sikap pemuda bangsawan ini membuat Hok Ti Hwesio menjadi curiga dan cepat hwesio ini menjumpai suhunya. Ketika Ban Sai Cinjin mendengar keadaan muridnya dari kota raja itu, ia pun mengerutkan alisnya.

“Sungguh berbahaya,” katanya perlahan. “Kalau anak itu pulang dan menceritakan segala peristiwa yang terjadi kepada ayahnya dan para pembesar, nama kita akan hancur dan tercemar.”

“Mengapa pusing-pusing, Suhu? Kalau Sute tidak mau menurut kehendak kita dan bahkan hendak merusak nama kita, lebih baik kita lenyapkan dia dan guru silat itu, habis perkara!”

Ban Sai Cinjin menjadi ragu-ragu.
“Enak saja kau bicara! Apa kau kira Ong Tek itu orang biasa saja yang boleh kita perbuat sesuka kita! Kalau ia sampai lenyap, apa kau kira Pangeran Ong tidak akan mencari dan menimbulkan huru-hara yang akan menyulitkan kita?”

Hok Ti Hwesio tersenyum
“Apa sih bahayanya seorang putera bangsawan macam Ong Tek? Sedangkan menghadapi orang-orang besar seperti pendekar Pek-le-to Lie Kong Sian, Mo-kai Nyo Tiang Le, Sin-kai Lo Sian, kita masih dapat membereskan mereka tanpa banyak ribut dan tak seorang pun mengetahui, apalagi seorang manusia macam Ong Tek dan seorang guru silat seperti orang she Tan itu? Suhu, mengapa kita tidak mau meminjam nama puteri Pendekar Bodoh untuk melenyapkan mereka? Kita siarkan bahwa yang menewaskan Ong Tek dan Tan-kauwsu adalah puteri Pendekar Bodoh, bukankah ini baik sekali?”

Ban Sai Cinjin berseri wajahnya.
“Kau benar! Kau memang cerdik sekali, Hok Ti!” ia memuji. “Kita lenyapkan kedua orang itu, kemudian kita bikin puteri Pendekar Bodoh seperti Lo Sian. Ha-ha-ha-ha! Akan lenyap jejak mereka dan tak seorang pun mengetahuinya.”

Pada saat itu, terdengar tindakan kaki dua orang yang berlari keluar dari kelenteng itu.
“Nah, itu mereka agaknya hendak melarikan diri pada malam hari ini juga. Kita harus bertindak cepat sebelum Supek mengetahui!” kata Hok Ti Hwesio yang merasa takut kepada supeknya, Wi Kong Siansu yang pada saat itu sudah berada di dalam kamarnya.

Ban Sai Cinjin dan Hok Ti Hwesio lalu melompat keluar dan mereka melihat Ong Tek diikuti oleh Tan-kauwsu yang menggendong buntalan pakaian putera pangeran itu.

“Ong Tek, kau hendak pergi ke manakah?” Ban Sai Cinjin membentak.

Melihat suhunya datang bersama Hok Ti Hwesio, Ong Tek menjadi terkejut dan sinar ketakutan membayangi wajahnya yang tampan.

“Suhu… teecu hendak… hendak pulang ke kota raja bersama Tan-suhu. Teecu… merasa rindu kepada ayah dan ibu…!”

“Hemm, kau hendak lari dari kami, ya? Bagus, murid macam apa kau ini? Tidak boleh, kau tidak boleh pergi! Kau tentu hendak membuka mulut besar di kota raja tentang kami, ya?”

“Tidak… tidak, Suhu… tidak!” kata Ong Tek dengan muka pucat ketika melihat suhunya melangkah maju dengan huncwe mengancam di tangan.






“Kau murid durhaka. Kau harus diberi hajaran!”

Tan-kauwsu melompat maju.
“Jangan kau berani mengganggu Ong-kongcu, Ban Sai Cinjin! Ingat, dia adalah putera Pangeran Ong!”

Ban Sai Cinjin tertawa bergelak.
“Haha-ha. Segala tikus busuk seperti kau berani pula ikut campur bicara! Apa kau kira aku takut kepada segala macam pangeran? Biar kepada Kaisar sendiri pun aku tidak takut!”

Ia lalu melangkah maju dan mengayun huncwenya ke arah kepala guru silat she Tan itu! Serangan ini hebat dan cepat sekali, akan tetapi Tan-kauwsu sungguhpun tidak memiliki ilmu silat yang dibandingkan dengan kepandaian Ban Sai Cinjin, namun ia telah banyak merantau dan telah memiliki pengalaman yang banyak dalam pertempuran. Cepat ia mengelak ke belakang akan tetapi hawa pukulan huncwe itu masih membuatnya terhuyung-huyung ke belakang.

Pada saat Ban Sai Cinjin hendak mengejar untuk mengirim pukulan maut, tiba-tiba dari atas genteng menyambar turun sesosok bayangan manusia yang begitu cepat gerakannya sehingga nampak bagaikan seekor burung garuda menyambar.

“Manusia setan!” seru bayangan itu dengan suaranya yang nyaring dan merdu. “Kau benar-benar kejam!” dan tiba-tiba huncwe di tangan Ban Sai Cinjin yang sudah dipukulkan ke arah kepala Tan-kauwsu itu terpental mundur oleh tenaga pukulan dari atas!

Ketika Ban Sai Cinjin yang merasa terkejut sekali itu memandang, ternyata di depannya telah berdiri seorang gadis yang cantik manis dengan dua lesung pipit di sepasang pipinya.

Gadis ini cantik dan jenaka sekali, sepasang matanya bersinar-sinar bagaikan sepasang bintang pagi, mulutnya tersenyum lebar sehingga giginya yang rata dan putih berkilau bagaikan mutiara itu nampak berkilat.

Ban Sai Cinjin tercengang karena sama sekali tak pernah disangkanya bahwa seorang gadis muda dapat menahan huncwenya dengan tangan kosong saja! Ia maklum bahwa ia sedang menghadapi seorang gadis muda yang menjadi murid orang sakti.

Gadis cantik itu tersenyum manis.
“Kau tentu yang bernama Ban Sai Cinjin Si Huncwe Maut. Hemm, pantas saja kau disebut Huncwe Maut, karena hampir saja kau membunuh orang lagi.” Ia lalu menengok ke arah Ong Tek dan Tan-kauwsu, lalu berkata kepada Ong Tek, “Aku sudah mendengar bahwa kau adalah seorang putera pangeran. Entah bagaimana kau bisa tersesat dalam neraka dunia ini, akan tetapi itu bukan urusanku. Lebih baik kau lekas melanjutkan niatmu pergi dari sini. Lebih cepat lebih baik. Jangan takut, boneka besar pengusir burung di sawah ini serahkan saja kepadaku!”

Ong Tek memandang tajam, agaknya untuk mengukir wajah gadis penolongnya itu dalam ingatannya, kemudian ia mengangguk memberi hormat dan segera pergi, diikuti oleh Tan-kauwsu.

“Ong Tek, jangan kau berani pergi dari sini!” seru Hok Ti Hwesio yang segera mencabut pisaunya dan menyambitkan pisau terbangnya itu ke arah Ong Tek!

Pisau itu terbang lewat di dekat gadis itu yang dengan tenang mengulur tangan dan sekali tangannya bergerak, pisau itu telah disampok ke bawah sehingga pisau itu kini meluncur ke bawah dan menancap di atas lantai!

“Hemm, hwesio gundul, sudah banyak aku mendengar tentang hwesio-hwesio gundul yang pada hakekatnya hanyalah penjahat-penjahat rendah dan yang mencemarkan nama para pendeta Buddha! Agaknya kau yang paling rendah diantara mereka semua!”

Bukan main marahnya Ban Sai Cinjin mendengar ucapan dan melihat sikap gadis itu. Tanpa banyak cakap lagi ia lalu menyerang dengan huncwenya. Juga Hok Ti Hwesio lalu menubruk kembali pisaunya, mencabutnya dari lantai dan maju menyerang.

Ban Sai Cinjin yang biasanya amat sayang kepada gadis cantik, biarpun harus diakui bahwa dara di hadapannya ini memiliki kecantikan yang amat menggiurkan dan jarang terdapat, kini sama sekali tidak terguncang hatinya, bahkan ingin sekali ia membunuh gadis ini. Demikianlah, Ban Sai Cinjin dan muridnya lalu menyerang hebat kepada gadis manis itu yang melayani mereka dengan tangan kosong.

Sungguh hebat ilmu gin-kang dari gadis itu. Dengan lincahnya ia dapat mengelakkan dari sambaran huncwe dan pisau lawannya, bahkan ia masih sempat memaki-maki, mentertawakan dan membalas serangan mereka dengan pukulan-pukulan yang tidak boleh dipandang ringan.

Ban Sai Cinjin terkejut sekali melihat sepak terjang gadis ini. Diam-diam ia mengeluh dalam hatinya. Selama hidupnya, belum pernah ia mengalami malam sesial ini. Berturut-turut telah datang dua orang gadis yang aneh dan lihai sekali! Kalau saja ia tidak terluka pundaknya oleh pukulan kipas dari Lili sore tadi, tentu ia akan dapat menyerang lebih baik terhadap gadis yang baru datang ini.

Ia dapat melihat betapa gadis itu mempergunakan Ilmu Silat Bi-ciong-kun (Kepalan Menyesatkan) yang menjadi pecahan Ilmu Silat Tangan Kosong Kwan-im-siu-ban-po (Dewi Kwan Im Menyambut Selaksa Musuh)!

Akan tetapi pergerakan kedua tangan gadis ini aneh, agak berbeda dengan ilmu silat tersebut, dan yang membuatnya diam-diam harus mengakui dan mengagumi adalah ilmu ginkang dari gadis ini. Ilmu meringankan tubuhnya mengingatkan ia kepada empat besar di dunia dan terutama sekali kepada Bu Pun Su! Akan tetapi, gadis yang kini tertawan dalam kamar Kam Seng dan yang menjadi cucu murid Bu Pun Su sendiri, agaknya tidak sehebat ini ilmu gin-kangnya!

Melihat betapa ia dan gurunya sama sekali tak berdaya, bahkan telah dua kali ia menerima pukulan tangan halus akan tetapi antep itu, Hok Ti Hwesio mulai berteriak-teriak memanggil supeknya minta bantuan! Hanya berkat ilmu kebalnya yang hebat, ia terhindar dari malapetaka ketika tangan gadis itu berhasil memukulnya sampai dua kali.

Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, teriakan-teriakan Hok Ti Hwesio terdengar oleh Kam Seng yang berada di dalam kamarnya menghadapi Lili yang tertawan. Suara senjata yang didengarnya adalah suara pisau di tangan Hok Ti Hwesio beradu dengan huncwe Ban Sai Cinjin.

Memang, Goat Lan yang jenaka dan nakal itu berkali-kali menyampok tangan Hok Ti Hwesio sehingga pisaunya menjadi nyeleweng dan membentur senjata suhunya sendiri, membuat Ban Sai Cinjin menjadi makin marah dan mendongkol.

Goat Lan terheran ketika melihat seorang pemuda tampan dengan pedang di tangan maju mengeroyoknya. Ia melihat gerakan pedang yang cukup tangkas dan lihai. Kini setelah dikeroyok tiga, ia tidak mendapat banyak kesempatan untuk membalas dengan serangannya.

Akan tetapi ia benar-benar tabah dan jenaka. Biarpun tiga orang lawannya amat tangguh, ia masih melayani mereka dengan tangan kosong, mempergunakan kelincahan gerakan tubuhnya, menyambar-nyambar di antara gelombang serangan.

Dan pada saat itu, datanglah Lili. Hal ini benar-benar tak pernah disangka oleh Goat Lan. Tentu saja ia menjadi amat gembira dan girang. Telah bertahun-tahun ia tidak bertemu dengan Lili, mungkin sudah ada tiga tahun. Ia melihat betapa calon adik iparnya ini maju menyerbu dengan senjata kipas dan pedang. Ia merasa amat heran ketika melihat betapa Lili menyerbu Ban Sai Cinjin dengan muka merah dan mata berapi, agaknya Lili amat marah dan membenci kakek mewah itu.

Melihat kemarahan Lili yang agaknya penuh nafsu membunuh itu, Goat Lan tidak mau main-main lagi dan ketika ia berseru keras, kaki kanannya dengan gerakan Soan-hong-twi (Tendangan Kitiran Angin) telah berhasil menendang tubuh belakang Hok Ti Hwesio.

Tendangan ini dilakukan dengan tenaga yang ratusan kati beratnya dan cukup membuat tulang punggung lawan menjadi patah-patah. Akan tetapi, bagaikan sebuah bal karet, tubuh Hok Ti Hwesio terpental keras dan ketika membentur dinding, lalu mental kembali dan bergulingan di atas lantai tanpa luka sedikit pun!

Goat Lan terheran-heran sehingga untuk sesaat ia berdiri bengong memandang manusia bal itu! Tentu saja ia tidak tahu bahwa Hok Ti Hwesio telah melatih diri dengan ilmu kebal yang luar biasa dan yang dimilikinya setelah ia makan jantung tiga orang manusia!

Pada saat Goat Lan berdiri bengong memandang Hok Ti Hwesio saking herannya, Kam Seng mengirim tusukan maut dengan pedangnya. Ujung pedangnya telah berada dekat sekali dengan dada kiri Goat Lan, akan tetapi alangkah terkejut hati Kam Seng ketika tiba-tiba, bagaikan tubuh seekor ular, tubuh gadis itu melenggok ke kiri dan tusukan itu hanya lewat di pinggir tubuhnya saja!

Dan sebelum Kam Seng kehilangan rasa herannya, tiba-tiba ia merasa lengan kanannya sakit dan pedangnya telah terlepas dari pegangannya! Tanpa ia ketahui, dengan gerakan yang amat cepat bagaikan kilat menyambar, Goat Lan telah mengirim totokan ke arah urat nadinya!






Tidak ada komentar:

Posting Komentar