*

*

Ads

Jumat, 26 Juli 2019

Pendekar Remaja Jilid 061

Akan tetapi, bukan main kagetnya ketika pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali ia mendengar suara.

“Lopek, selamat tinggal dan terima kasih!”

Ketika ia melompat bangun dan keluar dari kamarnya, ternyata tamunya yang cantik dan aneh itu telah pergi dan tidak berada di dalam kamar lagi. Di atas mejanya terdapat tiga potong uang perak yang cukup besar!

Kembali kakek itu menjatuhkan diri berlutut dan mulutnya berkemak-kemik seperti laku seorang dukun meminta berkah dari Penghuni Langit!

Goat Lan memang meninggalkan rumah itu secara diam-diam dan di waktu hari masih pagi sekali, karena ia merasa tidak enak melihat sikap kakek yang berlebih-lebihan dan yang amat tahyul itu. Malam tadi, ia telah merasa heran sekali ketika melihat benar-benar ada orang yang mengintai rumah kakek itu. Lebih-lebih herannya ketika ia menyerbu keluar, ia disambut oleh seorang laki-laki setengah tua yang berkepandaian tinggi! Begitu keluar pintu karena melihat berkelebatnya bayangan yang mengintai, ia lalu mengulur tangan hendak menangkap pundak orang itu dengan gerakan dari Gin-na-hwat (ilmu silat yang mempergunakan tangkapan dan cengkeraman).

Akan tetapi ketika orang laki- laki itu menangkis, Goat Lan merasa betapa tangkisan itu berat dan kuat sekali mengandung tenaga lwee-kang yang tak boleh dibuat gegabah! Ia maklum bahwa “siluman” ini adalah seorang ahli silat yang berkepandaian tinggi, maka cepat ia lalu mengeluarkan Ilmu Silat Im-yang-kun-hwat dan menyerang hebat.

Sampai beberapa belas jurus orang itu dapat mempertahankan diri akan tetapi akhirnya sebuah totokan jari tangan Goat Lan pada pundaknya membuat ia berseru kesakitan dan melarikan diri ke arah hutan!

Hal inilah yang membuat Goat Lan mendapat kesimpulan bahwa di dalam hutan itu tentu terdapat orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian silat tinggi. Ia masih belum dapat menetapkan apakah orang-orang itu termasuk golongan orang jahat ataukah orang gagah yang menyembunyikan diri dari dunia ramai.

Orang yang malam tadi bertempur dengan dia adalah seorang yang memiliki kepandaian tinggi sehingga totokannya tidak membuatnya roboh, hanya berseru kesakitan akan tetapi masih dapat melarikan diri. Kalau saja ia tidak mempunyai keperluan mencari obat To-hio-giok-ko yang berada di lembah sungai dalam hutan itu, tentu ia tidak mau memasuki hutan mencari penyakit atau perkara dengan orang-orang yang dianggap siluman oleh kakek itu.

Dengan waspada dan hati-hati sekali Goat Lan berjalan memasuki hutan itu, lalu mencari sungai yang mengalir di hutan. Hutan ini benar-benar liar dan penuh dengan pohon-pohon besar, penuh pula dengan semak-semak belukar yang belum pernah dijamah oleh tangan manusia.

Ketika ia tiba di pinggir sungai yang ditumbuhi rumput-rumput hijau, tiba-tiba ia mendengar suara gerakan diantara semak-semak. Ia cepat memandang dan menghentikan langkah kakinya, akan tetapi ia tidak melihat sesuatu yang mencurigakan.

Ah, tentu seekor binatang yang lari bersembunyi, pikirnya. Dengan tenang dan tabah ia melanjutkan perjalanannya di sepanjang Sungai Sungari yang lebar dan jernih airnya, terus menuju ke utara. Matanya mencari-cari ke kanan kiri, melihat rumput-rumput yang tumbuh disitu.

Beberapa kali ia seperti mendengar suara tindakan orang yang mengikutinya akan tetapi tiap kali ia menengok tidak melihat bayangan seorang pun. Diam-diam ia merasa ngeri juga. Benarkah dongeng kakek itu bahwa di dalam hutan ini terdapat banyak siluman dan setan? Ia seperti mendengar tindakan kaki orang yang ringan sekali dan kalau memang yang berjalan itu seorang manusia, ia tentu akan dapat melihatnya.

Sampai tiga kali ia merasa seperti mendengar orang berjalan, akan tetapi betapa pun cepatnya ia menengok ke belakang, ia tidak pernah melihat sesuatu, kecuali daun-daun pohon yang bergerak tertiup angin atau seekor burung yang terbang sambil mengeluarkan seruan kaget.

Ah, peduli apa dengan siluman maupun orang? Asal saja ia tidak menggangguku, pikirnya. Ia lalu melanjutkan usahanya mencari daun dan buah obat itu. Akan tetapi sampai matahari naik tinggi, belum juga ia mendapatkan Daun Golok Buah Mutiara. Banyak terdapat pohon bermacam-macam di tempat itu, akan tetapi tidak ada yang berdaun seperti golok dan berbuah seperti mutiara.

Goat Lan adalah seorang gadis muda yang lincah dan jenaka, maka ia mulai merasa tipis harapannya. Ia kurang sabar dan akhirnya ia duduk beristirahat di bawah pohon sambil makan buah yang dipetiknya di tengah perjalanan itu.






Tiba-tiba ia melempar buah yang dimakannya dan melompat berdiri. Ia mendengar suara orang bicara dan tak lama kemudian muncullah empat orang laki-laki di tempat itu berlompatan keluar dari balik pohon-pohon besar.

Melihat mereka ini, berdebarlah jantung Goat Lan dan ia merasa bulu tengkuknya meremang. Benar-benarkah ada siluman muncul di siang hari? Tiga diantara empat orang yang muncul ini benar-benar tidak pantas disebut manusia, adapun orang ke empat potongan tubuhnya seperti yang telah bertempur dengan dia malam tadi! Orang ke empat ini, seorang setengah tua yang bertubuh kekar dan berjenggot lebat, tersenyum menyeringai dan berkata kepada tiga orang kawannya yang seperti siluman,

“Sam-wi-enghiong (Tuan Bertiga Yang Gagah), inilah Nona yang gagah dan jelita itu!”

Tak salah lagi, orang inilah yang telah bertempur dengan dia malam hari tadi, pikir Goat Lan dan mendengar orang itu bercakap-cakap dengan bahasa manusia kepada tiga orang yang seperti siluman, legalah hatinya. Apapun juga yang akan terjadi, ia tidak merasa gentar menghadapi sesama manusia! Ia mulai menaruh perhatian kepada tiga orang aneh itu.

Memang, tiga orang ini benar-benar mempunyai bentuk yang lucu dan aneh. Mereka ini bukan lain adalah Hailun Thai-lek Sam-kui (Tiga Iblis Geledek dari Hailun). Yang tertua bernama Thian-he Te-it Siansu (Manusia Dewa Nomor Satu di Dunia) dan sungguhpun ini bukan sebuah nama, namun oleh orang ini diaku sebagai nama julukannya!

Thian-he Te-it Siansu ini adalah seorang yang tubuhnya seperti seorang anak-anak, akan tetapi kepalanya botak dan jenggotnya sudah putih semua, mukanya jelas muka seorang kakek yang sudah tinggi usianya. Kedua kakinya kecil seperti kaki anak-anak pula, demikian pun tangannya. Orang kate ini memegang sebatang payung yang ujungnya tumpul dan setiap ranting payungnya terbuat dari benda yang berujung runcing dan terbuat dari logam keras.

Orang ke dua adalah seorang pendek gemuk sekali yang bermuka lebar dan mulut serta kedua matanya besar-besar. Kepalanya tertutup kopyah pendeta yang bertuliskan huruf “Buddha”. Orang ini selalu tersenyum lebar dan ia berjalan sambil menyeret sebuah rantai panjang dan besar. Inilah orang kedua dari Hailun Thai-lek Sam-kui yang bernama Lak Mou Couwsu.

Adapun orang ke tiga berpotongan tubuh seperti suling, tinggi kurus dengan kepala kecil tertutup kopyah kecil pula. Kumisnya hanya beberapa lembar di kanan kiri dan jenggotnya hitam seperti jenggot kambing modelnya. Ia memegang sebatang tongkat dan namanya adalah Bouw Ki.

Melihat keadaan mereka, agaknya tidak pantas sama sekali bahwa mereka ini adalah Hailun Thai-lek Sam-kui yang telah terkenal di seluruh dunia kang-ouw dan membuat para orang gagah gentar mendengar nama mereka!

Orang ke empat, yaitu orang setengah tua yang tadi bertempur dengan Goat Lan, sebenarnya adalah Bouw Hun Ti! Memang, sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Bouw Hun Ti pergi ke utara untuk membujuk dan minta bantuan Hailun Thai-lek Sam-kui untuk memperkuat kedudukannya menghadapi musuh-musuhnya, yaitu Pendekar Bodoh dan kawan-kawannya.

Ketika Bouw Hun Ti dan kawan-kawannya tiba di dusun itu, dan sebagaimana biasa ketiga orang iblis itu tidak suka bermalam di tempat ramai, melainkan memilih hutan belukar, Bouw Hun Ti berjalan-jalan dan ia melihat Goat Lan!

Bouw Hun Ti selain jahat dan kejam, juga mempunyai kelemahan terhadap wajah elok. Maka begitu melihat Goat Lan yang cantik jelita seperti bidadari, ia menjadi tertarik. Malam hari itu ia mendatangi gubuk kakek yang menjadi tuan rumah Goat Lan, akan tetapi tak disangkanya sama sekali bahwa gadis itu ternyata bukanlah makanan empuk, bahkan ia terkena totokan yang amat lihai!

Tentu saja Bouw Hun Ti menjadi terkejut dan curiga. Siapakah gadis muda yang lihai sekali ini? Dan apakah perlunya seorang gadis pendekar bangsa Han sampai di tempat itu? Ia lalu menceritakan keadaan gadis itu kepada tiga orang kawannya yang juga amat tertarik hatinya.

Seorang diantara ketiga iblis itu, yaitu Lak Mou Couwsu, adalah seorang yang amat malas dan paling doyan tidur. Sampai matahari naik tinggi, belum juga ia bangun dan masih mendengkur di bawah pohon di dalam hutan itu. Bouw Hun Ti sudah kehabisan kesabarannya, karena ingin sekali mencari gadis yang lihai malam tadi.

Akan tetapi ketika ia hendak membangunkan Lak Mou Couwsu, hampir saja ia menjadi kurban kaki kakek aneh ini. Begitu ia memegang lengan Lak Mou Couwsu dengan maksud hendak rnenggugahnya, tiba-tiba kaki kanan orang tua aneh itu bergerak cepat sekali menendang ke arah dadanya!

Baiknya pada saat itu, tangannya telah disambar oleh Thian-he Ta-it Siansu yang membetotnya ke belakang sehingga tendangan itu tidak mengenai sasaran. Bouw Hun Ti terkejut sekali dan ketika ia memandang ke arah orang yang masih tidur mendengkur, ia mendapat kenyataan bahwa kakek gemuk itu masih tidur nyenyak!

“Bouw-enghiong, jangan kau bertindak sembarangan!” Kakek kate botak itu menegurnya. “Dia ini biarpun amat pemalas dan doyan tidur, akan tetapi sekali-kali tidak boleh dibangunkan, karena sebelum tidur ia tentu telah memasang dan membuat semua urat-urat bersiaga. Siapa saja yang menyentuhnya, otomatis tentu akan diserangnya, sungguhpun ia masih dalam keadaan tidur!”

Bouw Hun Ti menjulurkan lidahnya. Selama hidupnya, baru kali ini ia mendengar keanehan dan kelihaian seperti itu. Oleh karena itu, ia menahan kesabarannya dan menanti sampai matahari naik tinggi barulah orang tua itu sadar dari pulasnya. Mereka lalu berangkat dan di tengah jalan bertemulah mereka dengan Goat Lan!

Tiga iblis tua itu memandang kepada Goat Lan sambil tertawa-tawa dan Hailun Thai-lek Sam-kui bertanya,

“Nona muda, kau siapakah dan siapa pula Suhumu sehingga kau mampu mengalahkan dia?” Ia menunjuk kepada Bouw Hun Ti.

Goat Lan menjura dan berkata dengan halus,
“Orang tua, burung-burung di udara bertemu di angkasa tak pernah saling bertanya dan mengurus persoalan yang tiada sangkut pautnya dengan dirinya. Kita orang-orang perantau sebaiknya mencontoh burung-burung itu.”

Memang Goat Lan tidak ingin orang mengetahui keadaannya dan tak menghendaki orang mengetahui akan maksudnya mencari obat untuk putera kaisar. Siapa tahu orang ini termasuk mereka yang hendak menghalangi usaha mendiang suhunya.

Mendengar jawaban ini, Thian-he Te-it Siansu tertawa bergelak dan ia memandang kepada kawan-kawannya yang juga tertawa geli. Hanya Bouw Hun Ti seorang yang memandang kepada Goat Lan dengan pandang mata menyatakan kekagumannya dan juga penasaran. Setelah melihat Goat Lan di siang hari, ia makin tertarik akan kecantikan nona ini dan makin penasaranlah hatinya mengapa ia sampai kalah oleh seorang nona yang demikian muda.

“Ha-ha, Nona yang baik!” kata Thian-he Te-it Siansu, “kau tidak saja berkepandaian lumayan akan tetapi juga memiliki pandangan luas dan ketabahan yang cukup. Hutan yang seliar ini kau berani masuki. Sungguhpun aku orang tua tidak dapat menyangkal kebenaran ucapanmu, akan tetapi ketahuilah bahwa baru bertemu dengan kami tiga orang-orang tua saja sudah merupakan hal yang langka dan luar biasa bagimu. Kami adalah Hailun Thai-lek Sam-kui, tiga orang tua dari Hailun yang bodoh! Dan sahabat baik kami ini,” ia menudingkan telunjuknya ke arah Bouw Hun Ti, “adalah seorang yang cukup ternama juga. Namanya Bouw Hun Ti dan kepandaiannya cukup lihai! Nah, setelah kami memperkenalkan nama, masihkah kau menganggap bahwa kau terlampau tinggi untuk memperkenalkan diri kepada kami?”

Goat Lan terkejut sekali mendengar nama ketiga orang tua ini karena ia pun pernah mendengar dari kedua suhunya bahwa Hailun Thai-lek Sam-kui adalah tokoh-tokoh persilatan yang pandai dan ditakuti orang.

Akan tetapi, mendengar nama Bouw Hun Ti membuat dia lebih tercengang lagi dan kemarahan membuat mukanya menjadi merah padam. Inikah si jahat yang pernah menculik Lili dan membunuh Yousuf?

“Sam-wi Locianpwe,” katanya kepada kakek kate itu sambil menjura memberi hormat, “sesungguhnya merupakan kehormatan besar bagi teecu (murid) yang muda dan bodoh telah dapat bertemu muka dengan Sam-wi Locianpwe. Teecu bernama Kwee Goat Lan.”

Terbuka lebar mata ketiga orang kakek itu.
“Ha, kau sudah pernah mendengar nama kami? Bagus, kalau begitu, tentu kau murid seorang pandai.”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar