Kamis, 01 Agustus 2019

Pendekar Remaja Jilid 070

“Bagus, gadis sombong dan galak. Hendak kulihat sampai di manakah kepandaianmu!”

Hong Beng lalu membalas dengan serangannya dan demikianlah, kedua orang muda itu bertempur dengan seru sekali. Saling serang, saling desak, akan tetapi keduanya memang sama-sama gesit dan lihai.

Ilmu silat Hong Beng yang berdasarkan Pat-kwa-kun-hwat dan Ngo-heng-cio-hwat benar-benar luar biasa, akan tetapi Goat Lan juga murid orang-orang sakti. Untuk menghadapi Hong Beng yang ternyata amat tangguh itu, ia segera mengeluarkan Im-yang Sin-an, pelajaran yang diwarisinya dari Im-yang Giok-cu.

Tubuh kedua orang muda ini sampai lenyap menjadi dua bayangan yang berkelebatan kesana kemari dan kadang-kadang bergulung-gulung menjadi satu. Hong Beng merasa penasaran sekali karena jangankan mengalahkan gadis ini, mendesak pun ia tidak dapat! Ia mengerahkan seluruh kepandaian dan tenaganya, dan berkat tenaga lwee-kangnya yang lebih kuat sedikit daripada Goat Lan, ia berhasil mendesak nona itu.

Akan tetapi, harus diakui bahwa dalam hal gin-kang, nona itu masih menang darinya, sehingga betapapun Hong Beng mendesak, ia tidak mampu menyentuh nona itu yang gesit laksana burung walet. Pertempuran dilanjutkan dengan hebat, seratus jurus lebih telah lewat sehingga keduanya makin penasaran dan juga kagum.

Goat Lan benar-benar menjadi marah sekali. Masa ia tidak dapat mengalahkan pemuda dusun ini? Sebagaimana diketahui, Goat Lan telah mewarisi kepandaian Hok Peng Taisu melalui ibunya, maka ia lalu mengeluarkan ilmu silat yang diterimanya dari ketiga guru besar itu untuk menghadapi Hong Beng.

Belum pernah Goat Lan begitu bersungguh-sungguh mengerahkan seluruh kepandaiannya sehingga pada jidatnya telah keluar beberapa titik peluh. Juga Hong Beng merasa pusing karena gerakan gadis itu cepat sekali.

Pada suatu saat, ketika Goat Lan telah terdesak sampai di bawah sebatang pohon, Hong Beng mengeluarkan serangan dengan gerak tipu Dewa Hutan Membelah Kayu. Ia menubruk dengan tangan kanan dibuka jarinya lalu menyerang dengan tangan kanan itu, membuat gerakan kapak membelah kayu ke arah pundak Giok Lan, sedangkan tangan kirinya siap untuk menyusul dengan serangan menotok dari bawah kiri. Ia mengembangkan tangan kirinya agar supaya gadis itu tidak mengira akan gerakan susulan ini.

Akan tetapi, Goat Lan telah mendapat gemblengan yang hebat dari para gurunya. Melihat serangan ini, ia hanya melangkahkan kaki kiri ke belakang, lalu membalikkan kedudukan tubuhnya sambil menekuk kaki kirinya itu yang kini berada di depan.

Karena tubuhnya menjadi doyong maka serangan Hong Beng itu kini tidak mengenai sasaran dan dengan cerdik sekali Goat Lan bersikap seolah-olah ia tidak memperhatikan tangan kiri Hong Beng yang siap menotok. Akan tetapi diam-diam gadis ini yang maklum bahwa ia telah membuka kesempatan bagi lawannya untuk menyerang dan menotok punggungnya, telah mengerahkan ilmu khi-kang dan mengumpulkan napas memasang Ilmu Pi-ki-hu-hiat (Menutup Hawa dan Melindungi Jalan Darah).

Benar saja, Hong Beng tidak mau melewatkan kesempatan itu dan dengan girang tangan kirinya lalu menotok jalan darah di punggung lawannya. Akan tetapi oleh karena ia tidak ingin melukai lawannya, ia hanya melakukan totokan perlahan saja yang cukup untuk membuat tubuh lawannya menjadi lemas.

Akan tetapi, alangkah terkejutnya ketika ia merasa betapa jari tangannya mengenai kulit dan daging yang lunak sekali seakan-akan tidak berurat sama sekali! Ia maklum bahwa ia telah kena dipancing dan bahwa lawannya telah menutup jalan darahnya, maka ia cepat hendak melompat mundur. Terlambat! Tangan kiri Goat Lan telah “masuk” dari bawah lengan kanannya dan berhasil pula menotok iga di bawah pangkal lengannya.

“Dukk!”

Hong Beng masih keburu mengerahkan lwee-kangnya sehingga bagian tubuh yang tertotok menjadi sekeras batu! Namun tenaga totokan Goat Lan itu masih membuatnya terhuyung mundur tiga langkah!

“Bagus sekali! Kau benar-benar lihai, Nona. Aku yang bodoh mengaku kalah karena gin-kangmu yang luar biasa. Akan tetapi, hal ini bukan berarti bahwa aku kalah dalam hal kepandaian seluruhnya. Kalau kau masih sanggup menghadapiku, marilah kita mempergunakan senjata!”

Biarpun ia mengaku kalah akan tetapi Hong Beng masih belum puas dan menantang untuk bertempur mempergunakan senjata.






Diam-diam Goat Lan terheran. Pemuda ini cukup simpatik, karena sungguhpun tadi tak dapat dikatakan pemuda ini kalah, namun dengan jujur pemuda ini berani mengakui kekalahannya yang sedikit dan tak berarti itu, bahkan kini berani secara sopan menantang untuk melanjutkan pertempuran dengan senjata! Mengapakah pemuda yang sopan santun dan halus budi bahasanya ini oleh Lili disebut kurang ajar? Namun ia tentu saja tidak mau menyerah kalah dalam hal ketabahannya, maka ia lalu tersenyum dan menjawab,

“Siapa takut kepada senjatamu? Keluarkanlah!”

Dengan heran Goat Lan melihat pemuda itu mengambil sebatang ranting kayu yang terletak di atas tanah. Ranting ini hanya sebesar ibu jari kaki dan panjangnya paling banyak selengan orang.

Melihat senjata lawannya, Goat Lan diam-diam terkejut, karena hanya orang dengan kepandaian tinggi saja yang mempergunakan senjata seringan itu. Makin sederhana senjata orang, makin berbahaya dan lihailah ilmu kepandaiannya, demikian ayah-bundanya pernah berkata. Ia menjadi malu untuk mengeluarkan sepasang bambu kuningnya, maka ia pun lalu mencari dua batang ranting yang sama besarnya dengan ranting di tangan Hong Beng, lalu sebelum lawan menyerangnya, tanpa berkata sesuatu ia lalu mengirim serangan hebat dengan ranting di tangan kiri.

Tadi ketika melihat Goat Lan mengambil dua batang ranting pula seperti yang dipungutnya, Hong Beng benar-benar terheran sampai membelalakkan matanya. Tadinya disangka bahwa gadis ini tentu akan bersenjatakan pedang atau senjata tajam lainnya.

Akan tetapi ia tidak diberi kesempatan untuk berheran-heran sampai lama, karena bagaikan seekor ular ranting di tangan nona itu telah menyerangnya dengan gerakan yang amat luar biasa! Ia cepat menggerakkan rantingnya untuk menempel ranting lawan dan merampasnya, akan tetapi belum juga rantingnya dapat menangkis, ranting lawan telah ditarik kembali dan kini ranting di tangan kanan gadis itu menotok ke arah lehernya!

“Hebat!” seru Hong Beng memuji ilmu silat yang luar biasa ini.

Berbeda dengan dia yang memegang ranting di tengah-tengah, gadis itu memegang rantingnya pada ujungnya dan menggunakan sepasang ranting itu untuk menotok.

Setelah Hong Beng melayani Goat Lan sampai tiga puluh jurus lebih, makin lama makin terheranlah dia. Ilmu silat gadis ini benar-benar luar biasa sekali dan sungguhpun ilmu tongkatnya yang dua macam itu, yaitu Pat-kwa Tung-hwat dan Ngo-heng Tung-hwat adalah raja ilmu tongkat yang jarang bandingnya di muka bumi ini, namun ternyata bahwa menghadapi ilmu silat gadis ini ia tidak banyak berdaya dan hanya dapat mengimbanginya saja, tanpa dapat mendesak dan tidak pula sampai terdesak! Saking herannya, Hong Beng lalu melompat mundur sampai dua tombak lebih dan berkata,

“Tahan, Nona! Aku harus mengetahui lebih dulu siapakah lawanku yang memiliki kepandaian sedemikian hebatnya! Aku Sie Hong Beng selama hidupku belum pernah mengganggu orang, apalagi orang seperti kau! Mengapakah kau memusuhiku sampai sedemikian rupa?”

Lenyaplah seketika itu juga kemarahan dari wajah Goat Lan dan gadis ini berdiri bengong seperti patung! Mendengar disebutnya nama itu, untuk sesaat wajahnya menjadi pucat, kemudian menjadi kemerah-merahan dan tak terasa lagi kedua ranting di tangannya terlepas dan jatuh ke atas tanah. Seakan-akan lemaslah kedua lengannya dan hatinya berdetak tidak karuan.

“Kau… kau… bernama Sie Hong Beng…?” katanya perlahan seperti berbisik.

“Ya, aku bernama Sie Hong Beng, yaitu kalau tidak ada dua Sie Hong Beng di dunia ini. Dan kau siapakah? Siapa pula adikmu yang katamu tadi pernah kuhina itu?”

Goat Lan tak dapat menjawab, hanya mukanya saja sebentar pucat sebentar merah. Tiba-tiba terdengar suara ketawa tak jauh dari situ dan ketika Hong Beng menengok ternyata yang tertawa itu adalah Lili adiknya! Gadis nakal ini tertawa-tawa sambil menyembunyikan tubuhnya di balik sebatang pohon besar sekali.

“Hi-hi, Enci Goat Lan!” Kini tiba-tiba ia menyebut “enci”. “Bagaimana kepandaian pemuda itu? Boleh juga, bukan? Apakah kau sekarang sudah mulai melupakan kakakku dan tertarik oleh pemuda ini?”

“Hemm, diakah adikmu dan kau… kau bernama Goat Lan, Kwee Goat Lan??”

Kini muka Hong Beng yang menjadi kemerah-merahan, karena ternyata bahwa gadis ini adalah tunangannya sendiri yang belum pernah dijumpainya selama ini! Dengan gemas Hong Beng lalu melemparkan rantingnya dan hampir berbareng dengan gerakan Goat Lan, ia lalu mengejar Lili yang sembunyi di balik pohon besar itu!

“Awas kutempeleng kepalamu yang penuh akal jail itu!” seru Hong Beng.

“Lili, anak nakal! Kujewer telingamu!” Goat Lan berkata pula sambil mengejar pula dengan cepat.

Hong Beng mengejar dari sebelah kiri dari pohon dan Goat Lan mengejar dari sebelah kanan pohon yang besar itu. Hampir saja kedua orang muda ini bertumbukan di belakang pohon satu sama lain, karena ternyata bahwa Lili yang nakal itu tidak ada pula di tempat itu.

Saking gugupnya, hampir saja tangan Hong Beng menangkap Goat Lan yang disangkanya Lili dan dengan mulut tersenyum malu-malu dan mata tidak berani memandang, Goat Lan berdiri di depannya.

Hong Beng tercengang dan terpesona. Alangkah cantik, gagah, dan manisnya tunangannya ini. Terdengar lagi suara ketawa dari atas dan ketika keduanya menengok ke atas, ternyata bahwa Lili sekarang telah duduk di atas cabang pohon besar itu!

“Turuntah kau, Lili! Bagus betul perbuatanmu, setelah berpisah bertahun-tahun, kau masih berani mempermainkan kakakmu sendiri!” kata Hong Beng gemas.

“Aku tidak mau sebelum kau berjanji tidak akan menempeleng kepalaku!” kata Lili dengan sikap manja.

“Hemm, seperti anak kecil saja kau, Lili! Biarlah, kali ini kau kuampunkan. Turunlah!”

“Tidak, Beng-ko, kalau aku turun, aku takut kepada Enci Lan!”

“Memang aku akan mencubit bibirmu!” kata Goat Lan gemas dengan muka masih berubah merah karena jengah.

“Nah, Engko Hong Beng. Kau dengar sendiri bagaimana galaknya calon nyonyamu! Kalau kau tidak berjanji akan membalas Enci Lan dan mencubit bibirnya apabila ia menyerangku, aku tidak mau turun dan tidak mengaku sebagai adikmu!”

Digoda seperti itu, baik Hong Beng maupun Goat Lan menjadi gemas dan malu-malu, akan tetapi tentu saja dapat diketahui bahwa di dalam dada mereka merasa amat bahagia.

“Sudahlah, Lili, kau turunlah, tentu saja… Nona Kwee tidak akan marah kepadamu.”

“Aih, aih! Mengapa pakai nona-nonaan segala? Engko Hong Beng, kau benar-benar bocengli (tidak tahu aturan, tidak berbudi), mengapa menyebut calon Soso (Kakak Ipar) dengan sebutan yang bersifat sungkan-sungkan? Kau harus menyebutnya Moi-moi!”

Muka kedua orang muda itu makin merah mendengar godaan ini dan pada saat itu, Lili melompat turun. Goat Lan segera mengulurkan kedua tangannya kepada Lili, bukan untuk mencubit bibir atau menjewer telinga, melainkan untuk memeluknya.

“Lili, aku minta dengan sangat, kasihanilah aku dan jangan kau menggoda lagi. Kau sudah lebih dari cukup menggodaku!” bisiknya.

“Engko Hong Beng,” kata Lili dan ia memandang kepada kakaknya dengan bangga, “aku girang sekali, menyaksikan kepandaianmu yang hebat! Tidak percuma kau menjadi kakakku dan menjadi calon suarni Enci Goat Lan yang cantik jelita!”

“Lili!!” seru Goat Lan.

“Lili…!” bentak Hong Beng hampir berbareng. “Jangan kau menggoda saja!”

Lili yang jenaka itu lalu menjura kepada mereka berdua.
“Maaf, maaf! Aku hanya main-main saja. Engko Han Beng, mengapa kau bisa berada di tempat ini dan apa hubunganmu dengan orang-orang pengemis yang mengerikan tadi?”

Dengan singkat Hong Beng lalu menceritakan perjalanan dan pengalamannya. Ketika mendengar tentang Lo Sian, Lili berubah air mukanya.

“Beng-ko, coba kau ceritakan bagaimana wajah orang gila itu!”

Dengan heran Hong Beng lalu menuturkan tentang wajah Lo Sian dan mendengar ini, Lili berseru,

“Suhu…!”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar