*

*

Ads

Kamis, 08 Agustus 2019

Pendekar Remaja Jilid 089

Menjelang tengah malam, baik Hong Beng maupun Goat Lan yang duduk pula bersamadhi, dapat mendengar gerakan kaki beberapa orang yang amat ringan dan halus di atas genteng hotel.

Kedua orang muda itu tersenyum dan dengan penuh perhatian keduanya memasang telinga untuk mengikuti gerak-gerik orang di atas genteng. Mereka berdua sudah memiliki pendengaran yang amat tajam, maka dengan mudah dapat menduga bahwa yang datang adalah tiga orang yang ilmu gin-kangnya cukup tinggi.

Kedua orang muda itu tidak bergerak, menanti sampai ketiga orang penjahat malam itu turun dari atas genteng. Akan tetapi sungguh mengherankan karena mereka bertiga itu tidak turun, hanya berjalan hilir mudik beberapa kali seperti orang-orang yang merasa ragu-ragu.

Tiba-tiba terdengar bunyi genteng digeser, baik di atas kamar Hong Beng maupun di atas kamar Goat Lan. Kedua orang muda itu dengan urat saraf tegang menanti datangnya senjata rahasia, mereka tidak takut sama sekali. Hendak mereka lihat bagaimana penjahat-penjahat itu akan bertindak terhadap mereka di dalam kamar yang gelap itu.

Hong Beng sudah siap-siap dengan hati-hati sekali. Ia mempunyai dua dugaan, yaitu penjahat itu akan menyerang dengan senjata rahasia dengan ngawur, atau akan melompat turun ke dalam kamarnya dari atas genteng.

Dan tiba-tiba dari atas melayang turun benda kecil, akan tetapi jauh dari tempat ia berdiri di sudut kamar. Ia hampir tertawa melihat ketololan penjahat itu, akan tetapi alangkah kagetnya ketika benda itu jatuh di lantai, nampak asap mengebul. Ia hendak melompat keluar melalui jendela, akan tetapi tiba-tiba ia mencium bau yang amat wangi dan robohlah Hong Beng terguling dalam keadaan pingsan! Ternyata bahwa asap itu adalah asap yang mengandung obat memabukkan yang luar biasa kerasnya.

Goat Lan mengalami peristiwa yang sama. Sebuah benda juga jatuh di dalam kamarnya dan mengeluarkan asap. Akan tetapi, sebagai murid Sin Kong Tianglo yang berjuluk Raja Obat atau Raja Tabib, gadis ini selalu mengantongi penolak racun. Begitu ia melihat benda itu mengeluarkan asap ia telah menjadi curiga dan cepat ia memasukkan tiga buah pel merah ke dalam mulutnya, sehingga ketika ia mencium bau wangi itu, ia tidak jatuh pingsan, sungguhpun ia merasa agak pening juga.

“Bangsat curang!” ia memaki dan cepat tubuhnya melayang ke atas melalui jendela kamarnya.

Ia melihat bayangan dua orang hwesio di atas genteng, maka langsung ia menyerang dengan bambu runcingnya. Kedua orang hwesio itu bukan lain adalah Cu Tong Hwesio dan Cu Siang Hwesio. Mereka ini datang bersama Ang Lok Cu setelah mendapat kabar dari Bu Kwan Ji bahwa murid Sin Kong Tianglo telah datang membawa obat untuk putera Kaisar.

Mereka hendak mendahului kedua orang muda itu dan mencuri obat yang dibawanya. Ang Lok Cu yang mempunyai julukan Ngo-tok Lo-kai (Setan Tua Lima Racun) lalu mengeluarkan asap beracunnya yang lihai untuk membuat kedua orang muda itu pingsan agar memudahkan pekerjaan mereka.

Setelah mendengar Hong Beng roboh di dalam kamarnya, Ang Lok Cu lalu melayang turun ke dalam kamar pemuda itu, sedangkan kedua hwesio kawannya itu masih menanti untuk mendengarkan suara robohnya gadis di dalam kamar lain.

Akan tetapi alangkah kagetnya kedua orang hwesio jahat itu ketika mendengar suara angin dan makian Goat Lan. Mereka lebih terkejut lagi ketika melihat betapa dengan gerakan yang luar biasa cepatnya gadis cantik itu telah menyerang mereka dengan sepasang bambu runcing yang menotok ke arah dada mereka.

Cu Tong Hwesio dan Cu Siang Hwesio cepat mengelak sambil mencabut pedang mereka, akan tetapi Cu Siang Hwesio kurang cepat gerakannya sehingga satu tendangan susulan dari Goat Lan membuat ia menjerit kesakitan dan tubuhnya terguling di atas genteng.

“Lihai sekali!” seru Cu Tong Hwesio dan tanpa membuang waktu lagi, melihat gadis itu benar-benar hebat sepak-terjangnya, lalu hwesio ini menyambar tangan adiknya dan membawanya melompat turun dari atas genteng dengan gerakan cepat sekali.

Goat Lan tidak mau mengejar karena ia merasa kuatir akan keadaan tunangannya. Ia cepat melompat turun dan sekali tendang saja jendela kamar Hong Beng terbuka. Asap yang wangi keluar dari jendela itu. Goat Lan masih dapat melihat berkelebatnya sesosok tubuh manusia keluar dari kamar tunangannya melalui lubang di atas genteng. Akan tetapi ia tidak mau mengejar, terus menghampiri ke dalam kamar dan cepat mencari tunangannya.

Ternyata bahwa tosu yang memasuki kamar Hong Beng itu telah menyalakan lilin dan telah memeriksa buntalan pakaian Hong Beng. Goat Lan yang melihat tubuh tunangannya menggeletak di atas lantai, menjadi pucat. Cepat ia mengangkat tubuh tunangannya itu ke atas pembaringan dan tanpa sungkan-sungkan lagi ia memeriksa.






Ia menarik napas lega ketika mendapat kenyataan bahwa tunangannya tidak menderita sesuatu, hanya pingsan akibat asap yang memabukkan tadi. Dengan pertolongan air teh yang tersedia di atas meja, ia dapat membikin Hong Beng siuman dari pingsannya.
Hong Beng merasa malu sekali karena telah menjadi korban penjahat, akan tetapi Goat Lan lalu mengeluarkan beberapa butir pel dan memberikan itu kepada tunangannya.

“Aku yang kurang hati-hati,” katanya menghibur, “seharusnya aku memberi beberapa butir obat penolak ini kepadamu untuk penjagaan. Yang datang tadi adalah orang-orang yang cukup pandai, sungguhpun bukan merupakan lawan yang harus ditakuti.”

Kemudian Goat Lan menceritakan bahwa yang datang adalah dua orang hwesio dan seorang tosu.

“Aku tidak dapat melihat jelas wajah mereka,” kata gadis gagah ini, “apalagi yang memasuki kamarmu. Hanya kulihat ia adalah seorang berpakaian seperti tosu. Aku hanya berhasil menendang roboh seorang hwesio, sayang bahwa mereka telah dapat melarikan diri. Gerakan mereka cukup cepat dan ringan sekali.”

“Sudah terang bahwa maksud kedatangan mereka itu untuk mencuri dan mencari obat yang kau bawa,” kata Hong Beng. “Agaknya mereka itu bukan kaki tangan perwira yang galak tadi.”

“Kukira juga bukan,” jawab Goat Lan, “mungkin sekali mereka adalah ahli-ahli obat yang iri hati kepada mendiang Suhu, dan hendak merampas obat agar supaya nama Suhu tetap tercemar.”

“Dugaanmu betul. Melihat asap beracun tadi, tentulah mereka itu memiliki kepandaian tentang obat-obatan. Mungkin juga mereka hendak mencuri obat agar mereka dapat mengobati putera Kaisar dan merekalah yang akan berjasa.”

Demikianlah, kedua orang muda itu bercakap-cakap dengan asyik. Tiba-tiba Goat Lan teringat bahwa sudah terlalu lama ia berada di kamar Hong Beng, maka dengan wajah merah ia lalu berdiri dan berkata,

“Koko, aku harus kembali ke kamarku sendiri!”

Sebelum Hong Beng menjawab, gadis itu melompat keluar dari jendela kamar itu, meninggalkan Hong Beng yang menjadi bengong saking kagumnya melihat wajah tunangannya yang demikian manisnya tersinar oleh penerangan lilin! Ia menghela napas lalu menutup kembali jendelanya, kemudian ia melompat naik ke atas pembaringan dan rebah membayangkan wajah Goat Lan yang cantik manis!

Pada keesokan harinya, Goat Lan dan Hong Beng telah menghadap Bu Kwan Ji yang menerima mereka dengan muka ramah sehingga kedua orang muda itu berlaku makin hati-hati sekali. Sikap ini bukan menyenangkan hati mereka, bahkan menimbulkan kecurigaan di dalam hati.

“Ji-wi telah diterima oleh Hong-siang dan sekarang juga dipersilakan menghadap,” katanya dengan senyum manis dibuat-buat.

Dengan dikawal oleh Bu Kwan Ji beserta dua belas orang perwira bayangkari yang gagah dan berpakaian indah, sepasang orang muda itu memasuki istana yang luar biasa indahnya.

Bagaikan dua orang dusun yang baru pertama kali memasuki sebuah kota besar, Hong Beng, dan Goat Lan memandang ke kanan kiri dan tiada habisnya memuji dan mengagumi perabot yang memang luar biasa indahnya dan jarang dapat terlihat oleh umum.

Mereka diterima oleh Kaisar dan Permaisuri sendiri! Bukan dalam persidangan umum, dimana Kaisar dihadap oleh sekalian hamba sahaya dan bayangkari, melainkan pertemuan tersendiri.

Hong Beng dan Goat Lan merasa silau oleh pakaian yang dipakai oleh Kaisar dan Permaisuri, maka mereka dari jauh sudah menjatuhkan diri berlutut bersama semua perwira yang mengawal mereka.

“Betulkah kalian datang membawa obat untuk putera kami?” terdengar Kaisar bertanya.

Goat Lan tidak berani menjawab, merasa seakan-akan lehernya tersumbat, sehingga Hong Beng yang mewakili.

“Benar, Paduka yang mulia. Hamba berdua mewakili Yok-ong Sin Kong Tianglo, datang membawa obat dan hendak mencoba mengobati putera Paduka, mudah-mudahan saja Thian Yang Maha Kuasa akan memberi berkah-Nya.”

“Hemm, kami telah mendengar akan kesombongan Raja Obat itu! Kami sudah bosan mendengar kesanggupan ahli-ahli obat. Tahukah kalian bahwa sudah ada empat orang ahli obat kami jatuhi hukuman mati karena mereka tidak dapat memenuhi kesanggupan mereka? Kami memberitahukan hal ini karena sayang melihat kalian yang masih muda dan rupawan. Sekarang tinggalkan sebuah obatmu untuk kami cobakan kepada putera kami, mudah-mudahan ada hasilnya.”

“Mohon maaf sebanyaknya apabila hamba berani membantah,” tiba-tiba Goat Lan berkata. “Menurut pesan terakhir dari Suhu, haruslah hamba sendiri yang meminumkan obat itu kepada putera Paduka.”

Berkerutlah kening Kaisar itu.
“Apa? Apakah kau tidak percaya kepadaku? Tidak percaya kepada ahli-ahli pengobatan yang berada di dalam istana?”

“Bukan demikian, akan tetapi…”

“Cukup! Kau ini anak gadis masih muda, sampai berapa tinggi kepandaian dan berapa banyak pengalamanmu. Tabib-tabibku adalah orang-orang yang pandai dan berpengalaman. Tinggalkan obat itu dan kalian harus tunggu di dalam kota raja, jangan sekali-kali keluar sebelum ada hasil pengobatan itu!”

Bukan main gelisahnya hati Goat Lan, akan tetapi ia tidak berani membantah. Suara Kaisar itu dan keadaannya sungguh amat berpengaruh dan dengan kedua tangan menggigil ia mengeluarkan sebutir buah Giok-ko.

“Hamba mentaati perintah,” katanya kemudian. “Harap saja buah ini diberikan kepada putera Paduka yang sakit untuk dimakan mentah-mentah.”

Kaisar memberi tanda dengan tangannya dan Bu Kwan Ji maju untuk mewakili Kaisar menerima buah itu. Bukan main mangkelnya hati Goat Lan. Mengapa Kaisar mempercayai orang macam ini? Akhirnya ia dan Hong Beng dipersilakan keluar dari istana. Setelah keluar dari istana yang mewah dan megah itu, Goat Lan membanting-banting kakinya.

“Kaisar bod…”

“Sst,” kata Hong Beng mencegah.

“Kita lihat saja bagaimana perkembangannya, Moi-moi. Marah saja takkan ada artinya. Harus kau ingat bahwa pengobatan dan segala jerih payahmu ini bukan khusus untuk menolong Pangeran yang sedang sakit, melainkan untuk menjaga nama suhumu.” Keduanya lalu berjalan perlahan kembali ke hotel mereka.

Tiba-tiba terdengar seruan girang,
“Li-hiap…!”

Mereka menengok dan melihat seorang pemuda tanggung berusia kurang lebih empat belas tahun yang berwajah tampan dan berpakaian indah sedang duduk di atas kuda putih, diiringkan oleh empat orang pengawal berpakaian sebagai guru-guru silat.

“Kau…?”

Goat Lan merasa kenal dengan pemuda bangsawan ini ketika pemuda tanggung itu melompat turun, teringatlah ia bahwa dia adalah Ong Tek, putera Pangeran Ong yang dulu menjadi murid Ban Sai Cinjin dan yang telah ditolongnya dari bahaya maut ketika diserang oleh gurunya sendiri!

“Li-hiap, kau hendak ke manakah? Sungguh amat menggirangkan hati dapat bertemu dengan penolongku yang tak pernah kulupakan di tempat ini!”

Dengan sikap masih kekanak-kanakan Ong Tek lalu menghampiri Goat Lan dan menjura dengan hormatnya. Cepat Goat Lan membalasnya, karena banyak orang yang melihat mereka dengan mata heran. Siapa yang tidak merasa heran melihat putera pangeran beramah-tamah dengan seorang gadis biasa?

“Li-Hiap, marilah kau singgah di rumah orang tuaku, mereka telah merasa rindu dan ingin sekali bertemu dengan penolongku.”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar