*

*

Ads

Jumat, 16 Agustus 2019

Pendekar Remaja Jilid 105

Kam Liong yang merasa senang sekali, membalapkan kudanya menuju ke kota Shaning. Ia merasa amat bahagia, karena dapat bertemu dengan Pendekar Bodoh dan isterinya dan dapat membantu mereka. Tak dapat tidak, ia tentu telah mendatangkan kesan baik di dalam hati mereka.

Akan lebih licinlah jalan menuju kepada cita-citanya, yaitu melakukan pinangan terhadap Lili. Dan sekarang ia bahkan mendapat perkenan mereka untuk menyampaikan berita tentang Hong Beng dan tentang kedua suami isteri itu kepada Lili, gadis yang membuatnya tidak nyenyak tidur setiap malam.

Akan tetapi, ketika ia teringat akan sesuatu, tak terasa pula ia menahan lari kudanya. Ia duduk di atas kuda yang kini tidak lari lagi itu dengan bengong dan wajahnya menjadi muram sekali. Bagaimana kalau ternyata bahwa Lili sudah ditunangkan dengan lain orang? Seperti halnya Hong Beng dan Goat Lan, tanpa ia duga mereka ini sudah bertunangan! Siapa tahu kalau-kalau Lili juga sudah ditunangkan! Tidak, tidak, tidak mungkin! Ia membantah jalan pikirannya sendiri dan kembali ia mengaburkan kudanya.

Ketika ia memasuki kota Shaning, tiba-tiba ia melihat seorang gadis berjalan seorang diri dari depan. Ia menjadi terkejut dan juga girang karena ia mengenal gadis itu yang bukan lain adalah Lili yang berjalan sambil menggendong buntalan dan gagang pedangnya nampak di balik punggungnya. Biarpun gadis itu berada di tempat yang jauh, sekali melihat bayangannya saja, Kam Liong akan mengenalnya!

Ia cepat melompat turun dari kudanya dan kini ia berjalan kaki sambil menuntun kuda, menyongsong kedatangan Lili. Gadis ini pun telah mengenalnya, maka segera menghampirinya. Lili bukan seorang gadis pemalu dan ia ramah-tamah pula. Panglima muda ini telah berlaku ramah kepadanya, bahkan telah memberi surat tentang kakaknya, maka tidak dapat ia membiarkan pemuda itu lalu begitu saja. Setelah berhadapan keduanya memberi hormat sambil menjura.

“Sie-siocia (Nona Sie), sungguh kebetulan sekali kita dapat bertemu di sini! Aku sedang menuju ke rumahmu untuk menyampaikan pesan orang tuamu!”

Lili tertegun. Bagaimana ayah-bundanya dapat menyampaikan pesan kepadanya melalui Panglima Muda ini? Akan tetapi, setelah membalas penghormatan pemuda itu ia berkata,

“Di manakah kau berjumpa dengan ayah ibuku, Kam-ciangkun?”

“Di luar kota Tiang-an. Akan tetapi, marilah kita duduk disana karena ceritaku panjang, Nona.”

Kam Liong menunjuk ke arah sebatang pohon besar yang berada di pinggir jalan, maka Lili lalu mengikuti pemuda ini ke tempat itu. Setelah mengikat kudanya pada akar pohon dan membiarkan binatang itu makan rumput di bawah pohon, Kam Liong lalu mengajak gadis itu duduk di atas batu besar dan mulailah ia menceritakan semua hal yang telah terjadi. Ia menuturkan tentang Goat Lan dan Hong Beng, kemudian menuturkan pula tentang pertemuannya dengan Pendekar Bodoh dan isterinya.

“Jadi kalau begitu, ayah dan ibuku telah berangkat dan menyusul ke utara, Kam-ciangkun?”

Kam Liong mengangguk.
“Mungkin ayah-bundamu telah pergi bersama Kwee Lo-enghiong, karena menurut mereka, sebelum berangkat hendak pergi ke Tiang-an mengajak orang tua gagah she Kwee itu.”

Lili nampak kecewa.
“Ah, kalau begitu mereka tentu telah berangkat. Aku harus segera menyusul mereka ke utara! Ah, kasihan sekali Engko Hong Beng dan Enci Goat Lan!” Kemudian ia bangkit berdiri, menjura kepada Kam Liong dan berkata,

“Kam-ciangkun, banyak terima kasih atas semua jerih payahmu menyampaikan berita penting ini kepadaku. Aku harus berangkat sekarang juga untuk menyusul mereka di utara!”

“Nanti dulu, Nona Sie. Ketahuilah bahwa aku sendiri pun hendak memimpin pasukan menuju ke utara. Aku telah berjanji kepada kakakmu untuk membantu mereka menghalau para pengacau dan membuat penjagaan kuat di perbatasan utara untuk menolak bahaya yang datang dari pihak Mongol. Perjalanan ke utara bukanlah perjalanan mudah selain di daerah itu amat tidak aman, banyak sekali penjahat, juga bagi yang belum pernah melakukan perantauan ke daerah itu, akan sukar mencari jalan ke Alkata-san.

Tentu saja aku percaya penuh bahwa kau takkan gentar menghadapi para penjahat, akan tetapi, kalau kau sudi, lebih baik kau melakukan perjalanan bersama aku dan pasukanku. Selain tidak membuang banyak waktu untuk mencari-cari, juga lebih baik berkawan di tempat berbahaya itu daripada seorang diri saja. Daerah itu amat dingin dan kalau sampai kau terserang hawa dingin dan jatuh sakit, siapa yang akan menolongmu? Dengan bergabung, kita lebih kuat menghadapi bahaya. Tentu saja aku tidak memaksamu, yakni kalau kau sudi melakukan perjalanan dengan orang bodoh seperti aku ini.”






Lili berpikir sejenak. Panglima Muda ini cukup sopan dan pemurah, seorang kawan seperjuangan yang tidak menjemukan. Juga dia sudah banyak menolongnya, maka apa salahnya melakukan perjalanan bersama? Kalau dipikir-pikir memang betul juga ucapan Panglima Muda ini, karena bukankah Sin Kong Tianglo, guru dari Goat Lan yang demikian sakti pun terkena bencana di daerah dingin itu?

Selain dari pada semua itu, ia masih ingin banyak bertanya kepada panglima ini, baik mengenai pengalaman-pengalaman Goat Lan dan Hong Beng, maupun penjelasan tentang isi suratnya dulu yaitu surat dari Kam Liong yang memberitahukan bahwa kakaknya telah menjadi orang buruan!

“Baiklah, Kam-ciangkun, dan untuk kedua kalinya, terima kasih atas kebaikan hatimu.”

Kam Liong merasa girang sekali, seakan-akan kejatuhan bulan. Akan tetapi tentu saja ia tidak mengutarakan kegirangannya ini, hanya nampak senyumnya melebar dan wajahnya berseri.

“Marilah kita ke kota Shaning dulu, Nona. Aku perlu memberi pesan kepada pembesar di Shaning agar pekerjaanku memeriksa penjagaan di selatan dapat diwakili oleh seorang perwira lain.”

Demikianlah, kedua orang muda ini masuk kota Shaning dan Kam Liong cepat memberi perintah kepada pembesar setempat untuk menyampaikan surat-surat perintahnya kepada komandan barisan yang menjaga di daerah selatan.

Pembesar itu ketika melihat tanda pangkat yang dikeluarkan oleh Kam Liong, segera menghormatinya sebagai seorang panglima kerajaan yang berkedudukan tinggi. Pemuda ini lalu minta seekor kuda yang baik untuk Lili, dan pada hari itu juga, berangkatlah keduanya keluar dari kota Shaning, langsung menuju ke utara!

Melihat sepasang orang muda ini membalapkan kuda mereka, sungguh amat sedap dipandang. Yang laki-laki muda, tampan, dan gagah sekali. Yang wanita cantik jelita dan juga amat gagah. Mereka seakan-akan merupakan dua orang pembalap yang melarikan kuda untuk berlomba.

Diam-diam Kam Liong makin merasa kagum kepada Lili yang ternyata selain berkepandaian tinggi, juga pandai sekali naik kuda. Ingin sekali ia menyaksikan sampai dimana ketinggian ilmu kepandaian puteri dari Pendekar Bodoh ini. Kepandaian Hong Beng telah ia saksikan dan ia merasa kagum sekali. Apakah Lili juga sepandai kakaknya?

Di sepanjang jalan, Kam Liong selalu disambut dengan penuh penghormatan oleh para perwira dan pembesar setempat sehingga diam-diam Lili juga mengagumi pemuda yang masih muda sudah menduduki tempat tinggi ini. Juga Kam Liong selalu memperlihatkan sikap sopan santun, jauh sekali bedanya dengan pemuda kurang ajar yang mencuri sepatunya itu! Lebih-lebih kalau ia teringat betapa pemuda kurang ajar itu telah menculik Lo Sian, makin gemaslah hatinya!

Ketika Kam Liong ditanya oleh Lili tentang pengalaman Goat Lan dan Hong Beng, Panglima Muda ini lalu menceritakannya dengan sejelasnya, dibarengi dengan pujian-pujian kepada Goat Lan dan Hong Beng sehingga Lili makin suka kepada pemuda ini.

“Dan ketika aku melihatmu, kau nampak murung. Sebenarnya, kalau boleh kiranya aku mengetahui, kau sedang menuju ke manakah, Nona?”

Kalau pertanyaan ini diajukan oleh Kam Liong pada saat mereka bertemu, belum tentu Lili mau menceritakannya. Akan tetapi oleh karena gadis ini melihat betapa Kam Liong sungguh-sungguh seorang pemuda yang baik, gagah, dan boleh dijadikan kawan, ia lalu berkata sambil menarik napas panjang.

“Ah, di rumah telah terjadi peristiwa yang cukup menggemparkan dan membingungkan hatiku.”

Kam Liong segera memandang dengan penuh perhatian.
“Apakah yang terjadi, Nona? Siapa kiranya orang gila yang berani main-main di rumah orang tuamu?”

“Ada orang jahat yang telah menculik Sin-kai Lo Sian bekas suhuku.”

“Apa…? Kau maksudkan Sin-kai Lo Sian, orang tua gagah yang dulu kujumpai bersamamu, orang tua yang menuliskan kata-kata bersemangat di dinding makam panglima itu?”

Lili mengangguk.
“Benar, dia yang diculik orang.”

Kemudian ia lalu menuturkan peristiwa yang terjadi di rumahnya, betapa seorang pemuda bernama Song Kam Seng masuk ke dalam rumah seperti maling dan betapa tahu-tahu Lo Sian telah lenyap. Ia tidak menceritakan kepada Kam Liong bahwa ia tahu siapa penculik itu. Hatinya segan menuturkan siapa adanya orang yang menculik Lo Sian karena kalau memang betul pemuda kurang ajar itu putera Ang I Niocu, bukankah itu berarti ia memburukkan nama Ang I Niocu yang amat dikasihi oleh ayah bundanya?

Kam Liong menggeleng-geleng kepalanya.
“Aneh sekali. Orang yang bernama Song Kam Seng itu, mengapa ia masuk rumah seperti pencuri? Apakah yang dicurinya?”

“Entahlah, hanya kutahu bahwa ia menaruh hati dendam terhadap ayah, dan rupanya karena ayah tidak berada di rumah ia hendak mencuri sesuatu.”

“Yang lebih aneh lagi adalah lenyapnya Sin-kai Lo Sian. Siapa orangnya yang berani dan dapat menculiknya? Dia adalah seorang tua yang memiliki kepandaian tinggi bagaimana bisa diculik begitu saja? Aku masih meragukan apakah betul-betul diculik orang. Siapa tahu kalau memang dia sengaja pergi? Orang-orang kang-ouw memang banyak yang mempunyai watak aneh,” kata- pemuda itu.

Setelah diam sejenak, Lili teringat akan surat dulu itu, maka tanyanya,
“Dan sekarang, Kam-ciangkun, maukah kau menjelaskan isi suratmu kepadaku dahulu itu? Kesalahan apakah yang telah diperbuat oleh kakakku Hong Beng sehingga kau menyatakan bahwa ia menjadi orang buruan?”

Merahlah wajah Kam Liong mendengar pertanyaan ini.
“Aku telah salah sangka, Nona. Ketika itu, aku memang mengira bahwa pemuda itu putera Pendekar Bodoh, karena ia pandai sekali dan ia dapat mainkan ilmu-ilmu silat yang menjadi kepandaian ayahmu. Akan tetapi ketika aku bertemu dengan Saudara Hong Beng barulah aku tahu bahwa sesungguhnya pemuda itu bukanlah putera ayahmu.”

Ia lalu menceritakan pertemuannya dengan Lie Siong ketika Lie Siong menolong Lilani dari tangan Gui Kongcu.

Mendengar penuturan ini, diam-diam Lili merasa dadanya tidak enak sekali. Hemm, tidak tahunya “pemuda kurang ajar” yang telah merampas sepatunya itu telah menolong gadis cantik yang dulu dilihatnya mengejar-ngejar pemuda itu dan agaknya hubungan mereka menjadi demikian eratnya sehingga mereka tidak dapat berpisah lagi!

Mendengar penuturan Kam Liong bahwa pemuda yang disangka saudaranya itu mempunyai pedang yang berbentuk naga dan lidah merah dan pedang naga itu lihai sekali, ia tidak sangsi pula bahwa pemuda yang menolong Lilani itu tentulah pemuda kurang ajar yang mengaku-putera Ang I Niocu.

“Tahukah kau, Kam-ciangkun, siapa nama pemuda yang kau sangka saudaraku itu?”

“Ia berwatak aneh, keras dan tinggi hati sekali, Nona. Ia tidak mau memperkenalkan namanya. Akan tetapi ilmu pedangnya sungguh-sungguh hebat sekali. Kurasa, melihat ilmu silatnya, kepandaiannya tidak berada di sebelah bawah kepandaian kakakmu, Saudara Hong Beng.”

Lili mencibirkan bibirnya hingga dalam pandangan Kam Liong nampak manis sekali.
“Huh, kepandaian macam itu saja mengapa dikagumi? Kalau aku bertemu dia pedang naganya pasti takkan berkepala lagi!”

Kam Liong merasa heran sekali mengapa gadis ini agaknya marah dan membenci pemuda berpedang naga itu, akan tetapi ia tidak berani banyak bertanya. Makin besar keinginan hatinya untuk menyaksikan kepandaian gadis yang agaknya jumawa sekali ini. Ia tidak percaya kalau kepandaian gadis ini akan lebih tinggi daripada kepandaian pemuda yang menolong Lilani itu.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar