Minggu, 18 Agustus 2019

Pendekar Remaja Jilid 109

Gerakan pedang ini sama sekali tidak pernah terduga dan pergerakannya amat wajar, tetapi tepat dan sesuai dengan gerakan lawan. Ilmu pedang ini menjadi “hidup” apabila dipergunakan menghadapi serangan lawan, karena sambil menangkis pedang Liong-coan-kiam itu terus bergerak dengan otomatis menyerang bagian yang lemah dari lawan yang masih berada dalam kedudukan menyerang itu.

Pernah dituturkan di dalam cerita Pendekar Bodoh betapa pendekar ini menciptakan Ilmu Pedang Daun Bambu dengan menjadikan daun-daun bambu yang bergerak-gerak tertiup angin sebagai “lawan-lawan” yang ratusan jumlahnya.

Kalau daun-daun bambu itu tidak bergerak tertiup angin, agaknya Sie Cin Hai si Pendekar Bodoh takkan berhasil menciptakan ilmu pedang yang lihai ini. Akan tetapi dengan ratusan daun bambu bergerak-gerak, maka gerakan pedangnya menjadi “hidup” sehingga biarpun pohon bambu terlindung oleh ratusan daunnya yang bergerak-gerak, tetap saja ujung pedangnya dapat melukai batang-batang bambu tanpa melanggar daun sehelai pun!

Tentu saja dalam hal ilmu pedang, Lili masih jauh di bawah kepandaian ayahnya. Selain belum matang betul, juga pengertiannya tentang pokok dasar gerakan masih belum sepandai ayahnya. Ditambah pula kini ia menghadapi keroyokan tiga tokoh besar di dunia kang-ouw yang telah menggemparkan dunia persilatan dengan ilmu silat mereka yang aneh pula, maka setelah bertempur puluhan jurus, Lili mulai terkurung rapat dan terdesak.

Sementara itu, tidak saja Tiong Kun Tojin dan Kam Wi berdiri dengan amat kagum menyaksikan ilmu kepandaian Lill, akan tetapi terutama sekali Kam Liong menjadi terkejut. Sedikit pun tak pernah disangkanya bahwa gadis ini memiliki kepandaian sedemikian hebatnya sehingga dapat menghadapi keroyokan Hailun Thai-lek Sam-kui!

Akan tetapi ia merasa bukan main cemasnya ketika melihat betapa gulungan sinar pedang gadis itu makin menjadi kecil karena terdesak oleh tiga senjata istimewa yang dimainkan oleh tiga iblis tua itu.

“Liong-ji,” tiba-tiba Kam Wi berkata dengan penuh kekaguman, “Nona ini benar-benar patut menjadi isterimu! Aku akan melamarnya untukmu kepada Pendekar Bodoh!”

Ucapan ini dikeluarkan dengan keras sehingga terdengar pula oleh Lili yang menggigit bibirnya dengan muka makin merah. Akan tetapi ia tidak sempat untuk melayani orang kasar yang jujur ini.

“Memang mengagumkan sekali,” kata Tiong Kun Tojin, “pinto sendiripun setuju sepenuhnya kalau Kam Liong dapat berjodoh dengan Nona Sie yang gagah perkasa ini.”

Akan tetapi ucapan tosu ini hanya perlahan dan terdengar oleh Kam Liong dan Kam Wi saja. Tentu saja Kam Liong merasa amat gembira mendengar ucapan dua orang ini.

“Sungguhpun teecu merasa setuju sekali akan tetapi orang seperti teecu mana berharga untuk menjadi jodohnya?” kata pemuda ini dengan hati berdebar.

Ucapan terakhir dari pemuda ini terdengar oleh Lili maka ia menjadi makin tak enak hati. Ia ingin sekali mengalahkan tiga orang lawannya dan segera pergi dari mereka yang membuatnya amat jengah dan malu, akan tetapi bagaimana ia dapat lolos dari kepungan tiga orang lawan yang hebat ini?

Ia mendengar penuturan Goat Lan betapa gadis kosen itu pun kalah menghadapi keroyokan Thai-lek Sam-kui, maka teringatlah ia akan cerita Goat Lan bahwa tiga iblis tua ini tidak bermaksud mencelakakan lawannya dan hanya bertempur mati-matian karena haus akan kemenangan belaka!

Mereka takkan melukaiku, pikir Lili, dan gadis ini memutar otaknya yang cerdik. Kalau aku tidak menggunakan senjata, mereka tentu takkan mendesak hebat dalam kekhawatiran mereka melukaiku dan apabila mereka memperlambat gerakan, dengan ilmu silat Kong-ciak-sinna (Ilmu Silat Burung Merak) apakah aku takkan dapat merampas senjata mereka?

Setelah berpikir demikian gadis ini lalu menyimpan pedangnya dan kini ia bersilat dengan Ilmu Silat Kong-ciak-sinna ilmu silat tangan kosong ciptaan Bu Pun Su kakek gurunya yang khusus untuk menghadapi lawan bersenjata!

Tubuh gadis yang lincah ini menjadi makin ringan dan ia melompat ke sana kemari bagaikan burung merak indah menyambar-nyambar diantara sambaran senjata lawan mencari kesempatan untuk mengulur tangan dan mencengkeram senjata lawan untuk dirampasnya.

“Aduh, hebat! Inilah agaknya Kong-ciak-sinna dari Bu Pun Su yang lihai!” Thian-he Te-it Siansu berseru. “Dia mau merampas senjata, lekas kita menghadapinya dengan tangan kosong pula!”






Ternyata kakek kate ini cerdik sekali dan ia telah tahu akan maksud gadis itu. Lili menjadi makin gelisah dan gemas. Karena sekarang ketiga orang lawannya bertangan kosong dan mereka ternyata adalah ahli-ahli lwee-keh yang tenaganya hebat, harapannya untuk dapat lolos menjadi tipis sekali.

Di dalam kemarahannya, Lili lalu mengubah gerakan tubuhnya dan kini kedua lengannya mengebulkan uap putih dan hawa pukulan yang hebat keluar dari lengan yang berkulit putih halus itu!

“Hebat sekali, inilah Pek-in-hoat-sut dari Bu Pun Su!” teriak Thian-te Te-it Siansu dengan gembira dan ia telah mencabut payungnya lagi yang segera dikembangkan untuk menangkis hawa pukulan yang luar biasa dari Lili.

Juga kedua orang adiknya lalu mengeluarkan senjata masing-masing karena dengan bertangan kosong, mereka tidak berani menghadapi Pek-in-hoat-sut yang lihai.

Bukan main gemasnya hati Lili. Ia berseru nyaring,
“Baiklah, aku akan mengadu jiwa dengan kalian!”

Dan sekejap mata kemudian, kipas dan pedangnya telah berada di kedua tangannya. Inilah keputusan terakhir yang berarti bahwa gadis ini bukan hendak pibu lagi, melainkan hendak bertempur mati-matian dengan maksud membunuh!

Akan tetapi, ketiga orang iblis tua itu tidak takut sama sekali bahkan terdengar mereka tertawa-tawa mengejek sambil mengurung Lili. Memang mereka bertiga ini tentu saja lebih kuat daripada Lili, dan betapapun gadis ini mainkan kipas dan pedangnya, tetap saja ia terkurung dan tak dapat lolos!

Tiba-tiba berkelebat bayangan yang gesit dan tahu-tahu tanpa dapat dicegah lagi oleh Tiong Kun Tojin atau Kam Wi, Kam Liong telah meloncat masuk ke dalam gelanggang pertempuran dengan pedang di tangan.

“Sam-wi Totiang, harap suka melepaskan Nona Sie!” teriak Panglima Muda ini sambil memutar pedangnya, membantu Lili menangkis serangan lawan.

Thai-lek Sam-kui menunda serangannya,
“Ha-ha-ha, Kam-ciangkun, tentu saja kami akan menghentikan serangan apabila Nona Sie suka mengaku bahwa kepandaian Hailun Thai-lek Sam-kui lebih tinggi daripada kepandaian Pendekar Bodoh!”

“Jangan ngacau!” bentak Lili. “Biarpun ada sepuluh orang seperti kalian, ayahku takkan kalah!”

Dengan gemas sekali, gadis ini lalu menyerang lagi dan disambut oleh Thai-lek Sam-kui sambil tertawa-tawa.

“Sam-wi Totiang, jangan serang dia!” Kam Liong kembali mencegah.

“Kam-ciangkun, kau sayang kepada Nona ini? Boleh kau bantu padanya agar lebih gembira permainan ini. Ha-ha-ha!”

Thian-he Te-it Siansu tertawa bergelak dan demikianlah, pertempuran kini menjadi lebih ramai lagi dengan adanya Kam Liong yang membantu Lili. Lili menjadi makin gemas. Bantuan dari Kam Liong tidak menyenangkan hatinya, karena hal itu dianggap merendahkannya. Akan tetapi apa yang dapat ia lakukan? Betapapun juga, harus ia akui bahwa seorang diri saja tak mungkin ia akan dapat lolos dan kini bantuan Kam Liong, biarpun tak dapat mendatangkan kemenangan baginya namun dapat membuat ia agak bernapas lega, tidak repot seperti tadi.

Melihat betapa pertempuran itu, terutama dari pihak Lili, dilakukan dengan sungguh-sungguh dan mati-matian, timbul hati khawatir pada Tiong Kun Tojin dan Kam Wi. Keduanya memberi tanda dengan mata dan sekali mereka menggerakkan tubuh, mereka telah melompat ke dalam gelanggang pertempuran.

“Sam-wi Beng-yu, harap suka mengalah dan mundur!” kata Tiong Kun Tojin sambil menggerakkan tangannya ke arah payung yang dipegang oleh Thian-he Te-it Siansu.

Si Kakek Kate ini merasa betapa angin pukulan yang hebat keluar dari tangan tokoh Kun-lun-pai itu, maka cepat ia menarik kembali payungnya dan melompat mundur.

Juga Kam Wi sebagai tokoh Kun-lunpai ke dua, memperlihatkan kepandaiannya. Ia hanya mengebutkan kedua ujung lengan bajunya, akan tetapi kedua ujung baju itu sudah cukup untuk menggempur tongkat dan rantai di tangan Bouw Ki dan Lak Mou Couwsu sehingga senjata mereka terpental ke belakang!

Hailun Thai-lek Sam-kui melompat mundur dan Thian-he Te-it Siansu tertawa bergelak.
“Nona Sie, sekarang kau sudah sepantasnya mengaku bahwa kepandaian Hailun Thai-lek Sam-kui masih lebih unggul daripada kepandaian Pendekar Bodoh!”

“Manusia sombong, kalau sewaktu-waktu kalian mendapat kehormatan bertemu dengan ayah, kalian ini seorang demi seorang tentu akan mendapat tamparan untuk melenyapkan kesombonganmu!” Setelah berkata demikian, Lili lalu mengangguk kepada Kam Liong dan berkata, “Kam-ciangkun, maafkan, aku tidak dapat berdiam disini lebih lama lagi!”

Ia lalu melompat jauh dan tidak perdulikan lagi seruan Kam Liong yang hendak menahannya.

Tiong Kun Tojin menarik napas.
“Seorang gadis yang gagah. Aku setuju usul Sute untuk menjodohkannya dengan Kam Liong.”

Kam Wi menegur Thai-lek Sam-kui mengapa mereka ini sebagai orang-orang tua masih suka mengganggu seorang gadis muda seperti itu. Adapun Kam Liong, betapapun mendongkolnya terhadap Thai-lek Sam-kui, namun ia tidak berani menegur. Mereka lalu masuk kembali ke dalam gua yang kini telah padam api unggunnya, lalu merundingkan cara untuk mencegah penyerbuan tentara musuh, yaitu bala tentara Mongol dan Tartar.

“Pinto mendengar berita bahwa barisan Mongol dibantu oleh orang-orang pandai dari pedalaman, entah siapa-siapa orangnya. Oleh karena inilah maka pinto dan Siok-humu sengaja mengumpulkan kawan-kawan untuk menghadapi pengkhianat-pengkhianat bangsa yang tak tahu malu itu,” kata Tiong Kun Tojin kepada muridnya. “Baiknya kau pimpin dulu pasukanmu untuk menjaga garis depan di sepanjang tembok besar, pinto akan menanti dulu disini sampai kawan-kawan kita tiba disini, baru kami akan menyusul ke garis depan.”

Setelah berunding, Kam Liong lalu kembali ke tempat dimana pasukannya berhenti dan kemudian memimpin pasukannya maju terus ke utara. Di dalam hatinya ia merasa menyesal dan kecewa sekali karena Lili telah meninggalkannya dan diam-diam ia menyumpahi Hailun Thai-lek Sam-kui yang telah menyebabkan gadis itu menjadi marah-marah dan pergi.

Akan tetapi diam-diam ia merasa girang dan bersyukur sekali karena suhu dan siok-hunya telah berjanji hendak meminang Lili untuknya kepada Pendekar Bodoh! Maklum bahwa gadis itu pasti akan pergi ke Gunung Alkata-san dimana Hong Beng dan Goat Lan berada, maka ia tidak merasa khawatir, lalu mempercepat perjalanan pasukannya ke Gunung Alkata-san.

**** 109 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar