*

*

Ads

Rabu, 04 September 2019

Pendekar Remaja Jilid 130

“Ayah, mari kita berlomba-lomba menghabiskan tujuh ekor tikus ini!” seru Goat Lan sambil tersenyum.

“Baik, mari kita coba!” kata Kwee An dan berbareng dengan ucapan itu, terdengar jerit kesakitan karena seorang perwira Mongol telah kena ditendang oleh tendangan berantai dari Kwee An sehingga tubuh lawan ini terlempar empat tombak lebih!

“Satu…!” seru Kwee An.

Mendengar ini, Goat Lan merasa penasaran sekali. Dengan bambu runcing di tangan kirinya ia menyerang Po Gan dengan cepat tak terduga, ketika Po Gan dengan kaget melempar tubuh ke samping, Goat Lan lalu menyambarkan bambu runcingnya ke arah dada seorang pengurus Coa-tung Kai-pang yang berdiri di belakang Po Gan. Orang itu menjerit lalu roboh tak dapat bangun lagi.

“Satu…!” Goat Lan juga berseru keras.

Kwee An tersenyum dan tak lama kemudian, hampir berbareng ayah dan anak ini berseru,

“Dua…!” dan terlemparlah dua orang pengeroyok!

Seruan ini disusul dan disusul lagi sehingga empat orang lawan masing-masing telah dirobohkan! Yang mengeroyok Kwee An kini tinggal Ban Sai Cinjin, Coa-ong Lojin dan seorang perwira Mongol, sedangkan pengeroyok Goat Lan tinggal Can Po Gan, Can Po Tin, dan seorang pengemis Coa-tung Kai-pang yang sudah empas-empis napasnya!

Melihat hal ini, bukan main marahnya Ban Sai Cinjin. Ia berseru keras memberi aba-aba dan menyerbulah puluhan perajurit, mengurung rapat-rapat sambil menyerang dan bersorak-sorak!

Tentu saja Goat Lan dan Kwee An menjadi terkejut sekali. Mereka tak usah takut menghadapi keroyokan para perajurit yang hanya merupakan orang-orang kasar, memiliki kepandaian biasa saja, akan tetapi karena jumlah mereka banyak sekali, maka untuk melepaskan diri dari kepungan mereka harus membunuh banyak sekali orang! Hal inilah yang tidak mereka kehendaki.

Kalau saja pertempuran ini merupakan sebuah peperangan, tentu mereka mengamuk dan takkan segan-segan untuk menjatuhkan pukulan maut, akan tetapi sekarang pertempuran ini hanya merupakan perselisihan mereka dan Ban Sai Cinjin, maka kurang baik kalau harus membunuh banyak orang sungguhpun mereka itu adalah orang-orang Mongol yang menjadi musuh negara.

Pada saat Goat Lan dan Kwee An dikeroyok oleh perajurit-perajurit Mongol bagaikan ribuan ekor semut mengeroyok dua ekor burung, tiba-tiba terdengar bentakan keras,

“Mundur semua! Lihat siapa yang berada dalam tawananku!”

Semua orang Mongol menengok dan mereka melihat dua orang laki-laki datang dan di tengah-tengah mereka terdapat seorang anak laki-laki yang membuat mereka semua segera menjatuhkan diri berlutut! Ternyata bahwa yang datang itu adalah Cin Hai dan Hong Beng, sedangkan yang mereka tawan adalah Pangeran Kamangis, putera dari Malangi Khan!

Melihat betapa semua perajurit mongol berlutut dan tidak berani pula mengeroyok, dan melihat betapa Pangeran Kamangis telah tertawan oleh Pendekar Bodoh, Ban Sai Cinjin menjadi pucat sekali mukanya.

“Pendekar Bodoh, kau curang! Kau menggunakan Pangeran Kamangis untuk mengalahkan aku!”

Cin Hai tersenyum sindir.
“Cacing tua, aku hanya meniru perbuatanmu. Kau telah menculik Kwee Cin yang sekarang disimpan oleh Malangi Khan. Kalau Kaisar Mongol tidak mau melepaskan Kwee Cin, kami pun akan menahan puteranya. Kau masih bernasib baik tidak mampus dalam tanganku, cacing tua!”

Setelah berkata demikian, Cin Hai lalu mengajak Goat Lan dan Kwee An untuk meninggalkan tempat itu sambil memondong Pangeran Kamangis! Ban Sai Cinjin membanting-banting kakinya dengan jengkel sekali dan ia cepat menuju ke istana Kaisar Malangi Khan untuk mencari keterangan bagaimana pangeran itu sampai dapat tertawan oleh Pendekar Bodoh.

Setibanya di depan Malangi Khan, di luar dugaannya, ia bahkan mendapat teguran keras dari Malangi Khan dan mendengar penuturan tentang keberanian Pendekar Bodoh yang membuat darahnya mendidih saking marahnya.






Malangi Khan, raja orang-orang Mongol menjadi marah sekali karena ada orang berani menculik puteranya begitu saja dari depannya tanpa dapat menangkap orang itu. Ban Sai Cinjin mendengarkan penuturan Malangi Khan dengan wajah sebentar merah sebentar pucat, tanda bahwa ia merasa malu dan juga mendongkol sekali terhadap Pendekar Bodoh.

Ternyata bahwa Cin Hai setelah memberi hajaran pada Ban Sai Cinjin, lalu melanjutkan perjalanan dengan cepat sekali memasuki istana Malangi Khan. Dengan kepandaiannya yang luar biasa, Pendekar Bodoh dapat melewati semua penjagaan. Memang penjagaan istana Malangi Khan di tempat itu tidak berapa kuat, oleh karena memang istana itu berada di tengah-tengah benteng pertahanan barisan Mongol, siapakah yang dapat masuk dan berani mengganggu?

Oleh karena itu, dapat dibayangkan betapa besar keheranan Malangi Khan ketika pada hari itu, selagi dia duduk dihadapi oleh para panglimanya untuk mengatur siasat perang yang hendak dilakukan terhadap pedalaman Tiongkok, tiba-tiba dari luar masuk seorang laki-laki setengah tua bangsa Han yang berpakaian putih sederhana, akan tetapi yang bertindak masuk dengan langkah tegap dan tenang seperti seorang raja saja!

“Hei…! Siapa kau? Berhenti!” Empat orang penjaga segera melompat dan menghadangnya.

“Minggirlah, aku hendak bertemu dengan Malangi Khan, Kaisarmu!” jawab Cin Hai dengan suara tenang, akan tetapi cukup keras sehingga terdengar oleh Malangi Khan.

Jawaban ini tentu saja menimbulkan kegemparan diantara para panglima yang menghadap Kaisar itu, juga para penjaga lalu menyerbu dan mengurung Pendekar Bodoh.

“Bunuh saja orang gila ini sebelum membikin kacau!” teriak seorang penjaga sambil menyerang dengan goloknya ke arah leher Cin Hai.

Agaknya dengan sekali pancung ia hendak menyembelih orang Han yang lancang ini! Akan tetapi segera terdengar jeritannya dan orang itu bersama goloknya terlempar jauh menimpa kawan-kawannya sendiri.

“Jangan bunuh dia, tangkap dan bawa menghadap disini!” tiba-tiba terdengar suara Malangi Khan yang menggeledek.

Tentu saja semua penjaga dan panglima yang sudah turun tangan, mentaati perintah ini.

“Orang gila, lebih baik kau menyerah untuk kami bawa menghadap Kaisar daripada sakit tubuhmu!” kata seorang panglima yang diam-diam merasa khawatir akan amukan “orang gila” yang telah disaksikan kelihaiannya ketika menghadapi serangan golok tadi.

Cin Hai tersenyum. Memang bukan kehendaknya. untuk menimbulkan keributan, pula agaknya akan lebih mudah menghadapi Kaisar Malangi Khan dengan berpura-pura menyerah daripada dengan jalan kekerasan.

“Baiklah, kau belenggu kedua tanganku!” katanya sambil tersenyum.

Melihat sikap orang setengah tua ini, semua penjaga dan panglima menjadi geli. Tentu orang gila, pikir mereka, mengapa raja ingin menghadapinya? Dengan cekatan, seorang panglima lalu mengambil rantai besi dan dengan mengeluarkan suara “klik, klik!” kedua pergelangan tangan Cin Hai telah terbelenggu erat-erat!

Ada yang menganggap perbuatan panglima itu keterlaluan. Untuk membelenggu seorang gila, mengapa harus dipergunakan belenggu besi? Belenggu macam itu biasanya hanya dipergunakan untuk membelenggu pesakitan yang lihai dan berilmu tinggi saja.

Akan tetapi ketika dua orang panglima hendak mencabut dan merampas pedang dan suling yang terselip di pinggang Cin Hai, mereka itu terperanjat dan terheran-heran. Dengan hanya melenggang dan menggerakkan tubuh, Cin Hai telah dapat mengelak dari mereka ini sehingga pedang dan sulingnya tidak sampai tercabut! Sementara itu, beberapa kali melangkah ia telah berdiri dihadapan Kaisar Malangi Khan!

“Siapakah kau? Melihat sinar mata dan sikapmu, kau bukanlah seorang gila, akan tetapi mengapa kau berani berlancang masuk kesini dan bagaimana kau dapat sampai di istana?” Kaisar Malangi Khan menyatakan keheranannya.

Cin Hai tersenyum dan karena kedua tangannya diikat ke belakang ia hanya mengangguk, lalu berkata dengan hormat,

“Malangi Khan yang besar, maaf kalau aku datang mengganggu. Aku bernama Sie Cin Hai, seorang yang bodoh sehingga banyak orang menyebutku Pendekar Bodoh, dan aku masuk kesini biasa saja, hanya agaknya orang-orangmu sedang mengantuk sehingga tidak melihatku.”

Malangi Khan nampak tertegun dan tidak percaya, sedangkan semua panglima yang berada disitu pun terkejut sekali, akan tetapi siapakah mau percaya bahwa orang yang seperti gila dan yang menyerahkan diri dibelenggu tangannya ini adalah Pendekar Bodoh yang namanya menggemparkan sekali dan yang ditakuti oleh Ban Sai Cinjin? Tak mungkin!

Beberapa orang panglima sudah terdengar tertawa kecil menahan geli hatinya karena mengira bahwa orang ini tentulah seorang gila yang mengaku-aku sebagai Pendekar Bodoh! Seorang panglima yang berwatak kasar dan keras segera menuding ke arah Cin Hai dan membentak,

“Orang gila, jangan kurang ajar di hadapan raja yang besar! Orang gila macam engkau ini mana patut menjadi Pendekar Bodoh?”

Baru saja orang ini menutup mulutnya, semua orang terkejut, termasuk Malangi Khan karena orang itu kini duduk diam seperti patung dengan mata terbelalak memandang ke arah Cin Hai. Ketika seorang kawan yang didekatnya menggoyang tubuhnya, orang ini ternyata telah duduk dengan kaku seperti patung!

Orang-orang hanya melihat sinar kecil menyambar ke arah iga panglima ini dan kini nampaklah nyata sebutir batu kecil menggelinding di bawahnya. Dan karena sinar itu datangnya dari Cin Hai, mereka cepat memandang dan bukan main kaget hati semua panglima ketika melihat bahwa kini kedua tangan Cin Hai yang tadinya dibelenggu menjadi satu di belakang tubuhnya, kini telah berada di depan tubuhnya dalam keadaan masih terbelenggu seperti tadi! Bagaimana mungkin orang yang kedua tangannya terbelenggu menjadi satu di belakang bisa pindah ke depan tubuh?

Diantara para panglima itu terdapat tiga orang panglima yang berpangkat jenderal, dan mereka ini memiliki kepandaian yang sudah cukup tinggi, dikenal sebagai tugu pelindung negara dan menjadi orang-orang kepercayaan Malangi Khan. Mereka ini masih terhitung murid keponakan dari Thai Kek Losu dan Sian Kek Losu, jago-jago nomor satu dan dua di Mongol yang menjadi murid-murid Swi Kiat Siansu (baca Pendekar Bodoh) di jaman belasan tahun yang lalu.

Oleh karena itu, tiga pelindung negara atau yang juga disebut Sam-koksu ini pernah mendengar nama Pendekar Bodoh. Tadinya mereka pun tidak percaya ketika mendengar orang ini mengaku sebagai Pendekar Bodoh karena mungkinkah hanya begini sederhana saja orang yang pernah mengalahkan supek-supek (uwa-uwa guru) mereka Thian Kek Losu dan Sian Kek Losu?

Akan tetapi ketika mereka melihat betapa kini orang yang terbelenggu itu telah dapat memindahkan tangan dari belakang ke depan, mereka menjadi terkejut sekali. Untuk dapat memindahkan dua tangan yang terbelenggu dari belakang ke depan tubuh, hanya ada dua jalan.

Yang pertama adalah jalan sederhana saja, yaitu melangkahkan kedua kaki ke belakang melewati tengah-tengah antara kedua lengan, dan jalan ke dua hanya dapat dilakukan oleh orang berilmu tinggi yang memiliki ilmu kepandaian Sia-kut-hwat (Ilmu Melepas Tulang Melemaskan Tubuh) sehingga kedua tangan itu sekaligus dapat diputar ke depan melalui atas kepala tanpa merusak sambungan tulang pundak!

Kalau seandainya orang ini melakukan jalan pertama, bagaimana mereka semua tidak dapat melihatnya dan bagaimana pula ia dapat menyerang panglima yang menghinanya tadi dengan sebutir batu kecil?

Mohopi lalu berdiri dan memeriksa panglima yang ternyata benar telah tertotok jalan darah teng-sin-hiat dengan tepat sekali. Dengan beberapa kali tepukan dan urutan tangan Mohopi dapat menyembuhkan panglima itu yang kini tidak berani banyak tingkah lagi. Adapun Kaisar yang melihat peristiwa ini, diam-diam berdebar hatinya. Benar-benar hebat kepandaian Pendekar Bodoh ini, dan apa maunya datang ke tempat ini?

“Eh, kalau benar kau yang bernama Pendekar Bodoh, apakah kau berani menghadapi Sam-koksu untuk saling menguji kepandaian?” tanya Malangi Khan.

Cin Hai tersenyum,
“Khan yang besar, sesungguhnya kejadian seperti inilah yang terbaik! Saling menguji kepandaian, saling memetik pengalaman dan menambah pengertian dari masing-masing pihak! Bukankah ini jauh lebih sempurna daripada saling berperang?”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar