*

*

Ads

Rabu, 11 September 2019

Pendekar Remaja Jilid 147

Ban Sai Cinjin beberapa kali membanting-banting kakinya dan wajahnya menjadi sebentar pucat sebentar merah. Ia merasa marah dan sakit hati betul. Telah berkali-kali ia menerima penghinaan dan kekalahan hebat dari pihak Pendekar Bodoh dan kawan-kawannya, dan kali ini ia menerima hinaan yang paling hebat.

Gedungnya habis, kuilnya musnah, semua barang-barangnya menjadi abu, muridnya yang terkasih, Hok Ti Hwesio tewas bersama beberapa orang hwesio lain dan juga kedua saudara Can dari Shan-tung itu tewas dalam membelanya. Bagaimana ia tidak menjadi sakit hati dan marah?

Juga Wi Kong Siansu menjadi marah dan penasaran sekali. Ia telah mendengar dari sutenya bahwa muridnya, yaitu Song Kam Seng, juga telah tewas dalam tangan Pendekar Bodoh! Tentu saja ia tidak tahu bahwa Kam Seng terbunuh oleh Ban Sai Cinjin sendiri yang dengan pandainya telah rnemutar balik duduknya perkara dan menyatakan bahwa Kam Seng terbunuh oleh Pendekar Bodoh ketika membantu orang-orang Mongol di utara!

Kini melihat sepak terjang Ang I Niocu, Wi Kong Siansu menjadi makin marah karena menurut anggapannya, Ang I Niocu telah berlaku kejam dan ganas sekali.

“Orang yang membawa lari Ang I Niocu tentu pengemis hina dina itu,” kata Wi Kong Siansu, “dan tentu Lo Sian pula yang membakar kuil ini!”

“Sayang dahulu tidak kuhancurkan kepalanya!” Ban Sai Cinjin berkata gemas. “Akan tetapi, sambil membawa orang luka, dia pasti tidak dapat lari jauh dan tak mungkin keluar dari hutan sambil membawa-bawa Ang I Niocu. Mari kita mencari dia!”

Demikianlah, dengan hati penuh geram, Ban Sai Cinjin, Wi Kong Siansu, diikuti oleh ketiga Hailun Thai-lek Sam-kui yang juga merasa penasaran, pada pagi hari itu juga melakukan pengejaran.

Maka, dapat dibayangkan betapa kaget dan gelisahnya hati Lo Sian ketika tiba-tiba lima orang kakek yang tangguh itu tahu-tahu telah berdiri di depannya di dekat makam Ang I Niocu dan Lie Kong Sian!

“Ha-ha-ha, pengemis jembel, apa kau kira akan dapat melarikan diri dari sini?”

Ban Sai Cinjin tertawa bergelak karena girang dapat menemukan orang yang dibencinya. Apalagi ia melihat Lili berada di situ dan melihat gadis musuh besarnya ini, timbullah harapannya untuk membalas penghinaan yang telah ia derita dari Pendekar Bodoh.

“Dimana Ang I Niocu siluman wanita?”

“Ban Sai Cinjin, harap kau suka mengingat akan perikemanusiaan. Kau telah membunuh Lie Kong Sian, dan sekarang kau telah menewaskan Ang I Niocu pula. Masih belum puaskah kau? Mereka telah tewas dan telah kukubur baik-baik, harap kau jangan mencari urusan lagi,” kata Lo Sian yang merasa kuatir kalau-kalau lima orang kakek yang tangguh ini akan mengganggu Lili.

Akan tetapi Ban Sai Cinjin berseru marah,
“Pengemis bangsat! Kau kira aku tidak tahu bahwa kau yang membakar kuilku? Kau enak saja bicara untuk membujukku agar jangan mengganggumu dan mengganggu setan perempuan ini. Kau kira aku akan melepaskan anak Pendekar Bodoh begitu saja tanpa membalas penghinaan-penghinaannya?”

Sambil berkata demikian Ban Sai Cinjin melangkah maju dan menggenggam huncwenya lebih erat lagi.

Akan tetapi Lili sama sekali tidak merasa jerih, bahkan kini sepasang matanya yang bening itu mengeluarkan cahaya berapi dan wajahnya yang cantik itu kini menjadi merah sekali. Biarpun ia kini tidak memegang senjata apa-apa karena kipas dan pedang Liong-coan-kiam telah rusak ketika ia bertemu dengan nenek luar biasa yang menjadi gurunya itu, namun ia tidak merasa jerih sama sekali, bahkan lebih tabah daripada dulu ketika menghadapi Ban Sai Cinjin dan Wi Kong Siansu.

“Ban Sai Cinjin manusia binatang! Kau bilang takkan melepaskan anak Pendekar Bodoh, akan tetapi apakah kau kira aku Sie Hong Li akan membiarkan kau hidup lebih lama lagi setelah kita bertemu disini?”

Setelah berkata demikian, tubuhnya berkelebat cepat dan dengan tangan kirinya ia menyerang ke arah leher Ban Sai Cinjin. Begitu bertemu, gadis ini telah menyerang dengan tipu dari Hang-liong-cap-it-ciang-hoat yang luar biasa lihainya!






Ban Sai Cinjin ketika melihat gadis itu menyerangnya dengan tangan kosong, memandang rendah sekali dan cepat ia mengulur tangan kiri untuk menangkap pergelangan tangan gadis itu sedang tangan kanan menggerakkan huncwe untuk mengetok kepala Lili!

Akan tetapi ia tidak kenal kelihaian ilmu pukulan Hang-liong-cap-it-ciang-hoat yang baru pertama kali ini dipergunakan oleh orang di dunia ramai! Ketika tangan kirinya menyentuh pergelangan tangan kiri Lili, Ban Sai Cinjin berteriak kaget dan cepat-cepat ia menarik kembali tangannya karena merasa betapa telapak tangannya seakan-akan menyentuh api membara!

Dan Lili hanya menundukkan sedikit kepalanya untuk menghindarkan serangan huncwe dari lawannya, akan tetapi tangan kirinya tetap meluncur ke arah leher Ban Sai Cinjin! Kakek mewah ini terkejut bukan main dan cepat ia menggulingkan tubuhnya ke atas tanah, akan tetapi masih saja tangan kanan Lili yang menyambar lagi mengenai kepala huncwenya dan terdengar suara “prak!” ternyata kepala huncwenya itu hancur lebur dan api tembakaunya berhamburan!

Ban Sai Cinjin bergulingan jauh kemudian melompat berdiri dengan muka pucat dan memandang ke arah gadis itu dengan kedua mata terbelalak! Juga Wi Kong Siansu dan ketiga tokoh dari Hailun itu berdiri bengong.

Mereka belum pernah menyaksikan ilmu silat yang sedemikian hebatnya. Akan tetapi kekagetan mereka hanya sebentar saja karena segera Wi Kong Siansu mencabut Hek-kwi-kiam dari punggungnya. Telunjuk kirinya menuding ke arah Lili dan jidatnya berkerut ketika ia berkata dengan garang,

“Sie Hong Li, hari ini terpaksa pinto mengambil nyawamu untuk membalas dendam muridku, Song Kam Seng!”

Lili mendengar ini menjadi makin marah. Ia melirik ke arah Ban Sai Cinjin dan maklum bahwa kakek mewah itu telah memutar balikkan kenyataan, maka ia tersenyum sindir. Ia tahu bahwa tiada gunanya untuk membantah dan ribut mulut membela diri, dan dengan suara lantang ia menjawab,

“Wi Kong Siansu, dahulu kau pernah membantu Ban Sai Cinjin merobohkan aku dengan curang, kemudian kau berani pula menentang Ayahku. Hemm, pendeta yang bermata buta seperti kau ini mana bisa membedakan mana salah mana benar, mana baik mana jahat? Majulah, kau kira aku takut kepadamu?”

Wi Kong Siansu lalu menerjang dengan pedangnya yang bercahaya kehitaman, mainkan Ilmu Pedang Hek-kwi-kiam-hoat dengan amat marah. Akan tetapi segera ia menjadi terkejut sekali karena benar-benar gadis itu jauh sekali bedanya dengan dahulu.

Dahulu pun Lili telah merupakan seorang gadis yang tinggi sekali kepandaiannya, seorang gadis muda yang sudah menerima warisan ilmu-ilmu silat tinggi seperti San-sui-san-hoat dari Swi Kiat Siansu, juga telah mahir sekali mainkan Ilmu Pedang Liong-coan-kiam-sut, ilmu-ilmu pukulan yang lihai dari Bu Pun Su seperti Kong-ciak-sinna dan Pek-in-hoatsut.

Kini gadis itu seakan-akan harimau yang tumbuh sayapnya setelah memiliki ilmu silat yang amat luar biasa gerakannya dan yang mendatangkan hawa pukulan hebat sekali ini. Bahkan Wi Kong Siansu tiap kali tergetar tangannya apabila hawa pukulan dari tangan nona itu menyambar ke arahnya!

Hailun Thai-lek Sam-kui ketika melihat Wi Kong Siansu agaknya tidak bisa mendesak Lili, segera berseru dan maju mengeroyok. Luka Bouw Ki di pundaknya ketika ia mengeroyok Ang I Niocu telah diobati sedangkan Lak Mau Couwsu telah membikin betul rantainya, maka kini tiga iblis ini dengan lengkap dapat mengurung Lili.

Akan tetapi gadis ini benar-benar luar biasa sekali. Tubuhnya berkelebatan bagaikan kilat menyambar-nyambar dan setiap serangan senjata lawan dapat dielakkannya dengan gesit sekali atau ditangkisnya dengan sepasang lengannya yang mengandung tenaga luar biasa.

Bahkan serangan gadis ini benar-benar membuat empat orang pengeroyoknya terkejut dan harus berlaku hati-hati. Ternyata bahwa sebelas jurus dari Hang-liong-cap-it-ciang-hoat ini luar biasa sekali daya tahan dan daya serangnya.

Adapun Ban Sai Cinjin setelah melihat Lili dikurung oleh suhengnya dan Hailun Thai-tek Sam-kui, lalu mendelik menghampiri Lo Sian dengan huncwenya yang telah terpotong tidak berkepala lagi itu! Sin-kai Lo Sian melihat nafsu membunuh pada mata Ban Sai Cinjin, maka Pengemis Sakti ini lalu bersiap sedia untuk membela diri mati-matian.

“Lo Sian, dahulu aku berlaku salah tidak terus membunuhmu sehingga kau mendatangkan banyak urusan. Sekarang harus kuhancurkan kepalamu!”

Sambil berkata demikian, Ban Sai Cinjin lalu menyerang dengan gagang huncwenya itu. Biarpun huncwenya telah hilang kepalanya, akan tetapi gagang huncwe itu terbuat dari baja tulen yang keras sehingga kini merupakan tongkat atau toya pendek yang masih cukup berbahaya.

Lo Sian yang selama ini tidak pernah terpisah dari tongkatnya, cepat mengangkat tongkat itu dan menangkis. Terdengar suara keras dan terpaksa Lo Sian melompat mundur dengan telapak tangan tergetar dan panas!

Ban Sai Cinjin tertawa bergelak. Kakek mewah ini timbul kesombongannya kalau sudah menang, maka sambil menyeringai ia lalu mendesak Lo Sian yang memang masih kalah jauh tingkat kepandaiannya.

Dengan nekat dan mati-matian Lo Sian berusaha mempertahankan diri dan membalas serangan Ban Sai Cinjin, akan tetapi beberapa jurus kemudian terdengar suara keras dan tongkat di tangan Lo Sian patah menjadi dua oleh gagang huncwe di tangan Ban Sai Cinjin.

Ban Sai Cinjin tertawa bergelak lalu menubruk maju. Lo Sian mengelak ke kiri akan tetapi sebuah tendangan dari Ban Sai Cinjin mengenai betisnya dan membuat Lo Sian terjungkal. Ban Sai Cinjin melangkah maju dengan gagang huncwe terangkat dan dengan sekuat tenaga ia menimpakan gagang huncwe itu ke arah kepala Lo Sian!

“Prak!!”

Bunga api berpijar dan gagang huncwe itu untuk kedua kalinya patah dan tinggal sedikit saja. Ban SaiCinjin kaget sekali dan cepat melompat ke belakang. Ternyata bahwa pada saat yang amat berbahaya bagi nyawa Lo Sian itu, sebatang pedang berbentuk ular dengan gerakan cepat sekali telah menangkis gagang huncwe itu dan menyelamatkan nyawa Lo Sian.

“Lie Siong…!” Lo Sian berseru girang sekali ketika melihat pemuda yang baru datang ini.

“Lo-pek, minggirlah dan biarkan aku membunuh tikus busuk ini!” kata Lie Siong sambil memutar pedangnya dan menyerang Ban Sai Cinjin dengan hebatnya.

Seperti ketika ia menghadapi Lili tadi, kini Ban Sai Cinjin juga merasa heran dan terkejut sekali. Sekali serang saja pemuda ini telah dapat mematahkan gagang huncwenya! Alangkah jauh bedanya dengan dulu ketika ia bertempur melawan pemuda ini.

Padahal dulu dia sendiri betum semaju ini ilmu kepandaiannya dan akhir-akhir ini ia telah melatih diri dan memperoleh kemajuan pesat. Namun dibandingkan dengan kedua orang muda ini, ia telah tertinggal jauh! Tentu saja Ban Sai Cinjin tidak tahu bahwa Lili telah mendapat gemblengan luar blasa dari seorang nenek di dalam sumur yang mengajarnya Hang-liong-cap-it-ciang-hoat, dan bahwa Lie Siong juga telah bertemu dengan seorang kakek luar biasa yang mengajarnya bermain gundu!

Karena gagang huncwenya kini tak dapat dipergunakan lagi, Ban Sai Cinjin terpaksa menghadapi Lie Siong dengan kedua tangannya yang juga tak boleh dipandang ringan. Ia melancarkan pukulan-pukulan disertai ilmu hoat-sut (ilmu sihir) yang selain mengandung tenaga luar biasa, juga disertai bentakan-bentakan yang dapat melumpuhkan semangat lawannya.

Namun Lie Siong hanya mengeluarkan suara meriyindir. Tangan kirinya mainkan Ilmu Pukulan Pek-in-hoat-sut yang mengeluarkan uap putih untuk menolak pengaruh ilmu hitam lawannya, sedangkan pedang tetap mengurung Ban Sai Cinjin dengan rapat.

“Ban Sai Cinjin, kau harus membayar nyawa ayahku!” bentaknya berulang-ulang dan pedangnya yang berbentuk naga itu menyambar-nyambar dekat sekali dengan dada dan leher Ban Sai Cinjin.

“Suheng, bantulah aku merobohkan setan ini!” terpaksa Ban Sai Cinjin berseru kepada Wi Kong Siansu sampai mandi keringat karena ia merasa bahwa kalau dilanjutkan, sebentar lagi ia pasti akan roboh binasa oleh pemuda yang luar biasa ini.

Wi Kong Siansu ketika mendengar seruan ini, cepat menengok dan terkejutlah dia melihat betapa sutenya berada dalam keadaan amat berbahaya. Cepat ia melompat dan pedangnya Hek-kwi-kiam meluncur dan melakukan serangan kilat ke arah tubuh Lie Kong.

Pemuda ini maklum akan kelihaian Wi Kong Siansu, maka ia menangkis sambil mengerahkan tenaga lwee-kangnya yang baru diperkuat oleh latihan yang ia terima dari gurunya yang aneh.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar