*

*

Ads

Senin, 26 Agustus 2019

Pendekar Remaja Jilid 124

“Kwee-hujin, ketahuilah bahwa aku bernama Ban Sai Cinjin dan kedatanganku ini hendak mencari puterimu, Nona Kwee Goat Lan. Puterimu telah berkali-kali melakukan penghinaan kepadaku dan sekarang aku sengaja datang hendak membuat perhitungan!”

Warna merah mulai menjalar pada kedua pipi Ma Hoa. Kini ia bangkit dari tempat duduknya dan Ban Sai Cinjin menjadi makin kagum karena sesungguhnya setelah berdiri, nampak betapa langsing potongan tubuh nyonya yang sudah mempunyai dua orang anak ini. Ma Hoa berjalan tenang menghampiri tamunya setelah ia menyambar sepasang bambu runcing dan menancapkannya pada ikat pinggangnya. Dengan mata bercahaya dan bibir tersenyum mengejek ia berkata,

“Ban Sai Cinjin, biarpun baru sekali ini aku bertemu denganmu, akan tetapi telah seringkali aku mendengar namamu yang buruk dan terkenal. Maka aku tidak merasa heran apabila Goat Lan bentrok denganmu, karena memang semenjak kecil dia kudidik untuk membasmi orang-orang jahat dan membela yang benar. Kau datang mencari Goat Lan untuk membuat perhitungan? Sayang, Goat Lan masih belum pulang. Akan tetapi kalau kau merasa penasaran, untuk obat kecewamu, boleh kiranya aku sebagai ibunya mewakili Goat Lan untuk membayar hutang.”

“Bagus sekali, sama anak sama ibu! Kau dan anakmu terlalu mengandalkan kepandaian sendiri, tidak memandang mata kepada orang lain. Baiklah, Kwee-hujin, karena anakmu tidak ada dan aku jauh-jauh sudah memerlukan datang, biarlah aku menerima pelajaran darimu!”

Sambil berkata demikian, Ban Sai Cinjin lalu menggerakkan huncwenya dan tersebarlah uap hitam yang berbau amat memuakkan. Akan tetapi Ma Hoa akan percuma saja disebut seorang pendekar wanita yang gagah perkasa kalau ia gentar menghadapi uap hitam beracun ini.

Puterinya adalah murid Sin Kong Tianglo-Si Raja Obat, sedangkan dia sendiri adalah murid dan anak angkat dari Kong Hwat Lojin Si Nelayan Cengeng, maka setidaknya Ma Hoa sudah tahu akan jahatnya racun ini dan tahu pula obat penawarnya.

Goat Lan sendiri setelah tamat berlajar dari Sin Kong Lojin, banyak meninggalkan pel-pel obat penawar racun maka begitu melihat uap hitam ini, Ma Hoa cepat mengeluarkan tiga butir pel merah dan memasukkan itu ke dalam mulut. Kemudian sepasang bambu runcingnya bergerak mengimbangi gerakan huncwe lawan.

“Bagus, jadi sebenarnya kaukah yang menjadi murid Hok Peng Taisu?” Ban Sai Cinjin membentak dan kini huncwenya menyambar ke arah kepala Ma Hoa.

“Ban Sai Cinjin, tak usah banyak cakap, kalau kau mempunyai kepandaian lekas keluarkan semua hendak kulihat!”

Kembali Ban Sai Cinjin mengeluarkan suara ketawa yang bahkan lebih nyaring daripada tadi sambil menyerang dengan hebatnya, dan biarpun Ma Hoa menangkis dengan bambu runcingnya, namun telinganya yang tajam masih dapat menangkap suara seruan seperti seekor burung dari luar rumah.

Hatinya tergoncang dan pikirannya bekerja keras. Ini tentu ada apa-apanya, dan hatinya mulai berdebar. Akan tetapi oleh karena tidak terjadi sesuatu ia lalu memutar bambu runcing hendak cepat-cepat mengalahkan lawan ini. Aku harus melindungi Cin-ji, pikirnya.

Akan tetapi tidak mudah untuk mengalahkan Ban Sai Cinjin dalam waktu singkat. Setelah mendapat hajaran dari Pendekar Bodoh, Ban Sai Cinjin selain berlaku hati-hati sekali dan sama sekali tidak berani memandang ringan kepada kawan-kawan Pendekar Bodoh yang ternyata memiliki kepandaian yang hebat. Dulupun kalau dia berlaku hati-hati, tidak mungkin dalam segebrakan saja ia kalah oleh Pendekar Bodoh.

Akan tetapi harus diakuinya bahwa ilmu silat bambu runcing yang dimainkan oleh nyonya ini benar-benar luar biasa. Ia pernah menghadapi sepasang bambu runcing yang dimainkan oleh Goat Lan dan sudah merasa kagum sekali.

Akan tetapi sekarang, menghadapi permainan Ma Hoa, ia benar-benar terdesak hebat sekali. Kalau dulu Goat Lan mainkan sepasang bambu runcing sehingga senjata istimewa itu seakan-akan berubah menjadi lima, sekarang bambu runcing ditangan nyonya ini seakan-akan telah berganda menjadi delapan!

Selama ini, Ban Sai Cinjin tiada hentinya berlatih dan memajukan ilmunya sehingga kepandaiannya sudah naik banyak. Dalam menghadapi nyonya pendekar ini, ia masih dapat mempertahankan diri dengan mainkan huncwenya dan kadang-kadang ia menyemburkan asap hitam biarpun tidak mempengaruhi Ma Hoa yang sudah memasukkan tiga butir pel merah di dalam mulutnya, namun tetap saja Ma Hoa harus menghindarkan kedua matanya dari serangan asap hitam yang lihai itu.






Pertempuran berjalan tiga puluh jurus dan beberapa kali Ban Sai Cinjin hampir saja terkena totokan bambu runcing sehingga keselamatan nyawanya berada di ujung rambut. Ia terdesak hebat sekali dan hati kakek mewah ini mulai menjadi gelisah sekali.
Tiba-tiba terdengar lagi suara burung hantu dan tiba-tiba Ban Sai Cinjin tertawa menyeramkan dan melompat jauh ke belakang.

“Kwee-hujin, tidak percuma kau menjadi isteri Kwee An yang terkenal namanya, karena memang ilmu silatmu hebat sekali. Aku Ban Sai Cinjin kali ini mengaku kalah. Biarlah kelak kita bertemu lagi untuk melanjutkan pertempuran ini.”

“Pengecut!”

Ma Hoa memaki akan tetapi ia tidak mengejar Ban Sai Cinjin karena kuatir kalau-kalau kakek pesolek itu menjebaknya dengan tipu “memancing harimau meninggalkan sarangnya”.

Ia bahkan cepat melompat ke dalam rumah dan menuju ke kamar Kwee Cin. Akan tetapi mukanya tiba-tiba menjadi pucat sekali, ketika ia melihat dua orang pelayannya telah rebah menggeletak dalam keadaan tertotok! Sambil menekan debaran jantungnya yang seakan-akan hendak memecahkan dada, Ma Hoa cepat berlari ke dalam kamar anaknya. Benar saja seperti yang telah dikuatirkannya, di dalam kamar itu tidak nampak lagi bayangan anaknya!

Ma Hoa sudah sering sekali menghadapi peristiwa hebat ketika mudanya, akan tetapi malapetaka kali ini benar-benar hebat sekali dan amat menusuk perasaannya. Hanya saja ia memang telah memiliki pandangan yang luas. Ia tidak menjadi putus asa, karena puteranya itu hanya diculik orang dan bukan dibunuh. Siapa pun yang menculiknya, ia masih mempunyai harapan untuk merampasnya kembali.

Cepat ia berlari keluar kamar dan membebaskan totokan dua orang pelayan itu.
“Lekas ceritakan, apa yang telah terjadi?” tanyanya dengan tenang.

Dua orang pelayan itu menceritakan bahwa dari belakang datang dua orang pengemis tua yang tak berkata sesuatu lalu menotok mereka dan kemudian mereka melihat betapa kongcu (tuan muda) telah dipanggul oleh seorang diantara kedua pengemis itu dan dibawa lari melalui pintu belakang.

Ma Hoa mendengar penuturan ini lalu cepat mengejar melalui pintu belakang. Ia mengejar terus sampai sejauh sepuluh li lebih, akan tetapi sebagaimana yang telah diduganya, ia tidak melihat bayangan dua orang pengemis penculik itu.

“Hmm, tak lain ini tentulah perbuatan Ban Sai Cinjin yang sengaja memancing dalam sebuah pertempuran dan kawan-kawannya sementara itu melakukan penculikan terhadap Kwee Cin,” pikirnya.

Ia cepat mengambil keputusan, menyerahkan penjagaan rumahnya kepada dua orang pelayan karena hari itu juga ia hendak menyusul suaminya ke utara sekalian mencari jejak Ban Sai Cinjin.

Akan tetapi ketika ia membuka peti dimana ia menyimpan kitab Thian-te Ban-yo Pit-kip (Kitab Rahasia Selaksa Pengobatan Bumi Langit) yang dititipkan oleh Goat Lan kepadanya, ternyata kitab itu bersama anaknya telah lenyap pula! Ma Hoa menjadi gemas sekali, ia menggertakkan giginya dan membanting-bantingkan kaki kanan di atas lantai.

“Ban Sai Cinjin bangsat tua yang curang! Tunggulah saja kalau sampai aku dapat melihat mukamu lagi, kau pasti akan kujadikan sate dengan bambu runcingku!”

Demikianlah, Ma Hoa lalu cepat melakukan pengejaran ke utara dan karena daerah utara memang sukar sekali dilalui serta Pegunungan Alkata-san masih asing baginya, ia tersesat jalan dan kebetulan sekali dapat menghentikan pertempuran hebat yang terjadi antara Lili dan Lie Siong.

Setelah Lili mendengar penuturan Ma Hoa ini, gadis ini pun menjadi marah sekali dan berkata dengan gemas,

“Ban Sai Cinjin memang jahat sekali. Muridnya yang bernama Bouw Hun Ti telah membunuh Yousuf kakekku dan menculikku ketika aku masih kecil. Kemudian Ban Sai Cinjin menurut penuturan dan dugaanku telah meracun Sin-kai Lo Sian guruku, telah meracuni suhuku itu sehingga Sin-kai Lo Sian kehilangan ingatan, yang membunuh Supek Lie Kong Sian juga Ban Sai Cinjin! Dan sekarang, kembali Ban Sai Cinjin menculik Adik Cin! Benar-benar orang yang jahanam dan ingin mampus.”

Ma Hoa menarik napas panjang.
“Memang di dunia ini selalu terdapat orang-orang jahat Lili. Tidak ada bedanya semenjak dahulu sampai sekarang. Dulupun ada seorang jahat bernama Hai Kong Hosiang yang selalu memusuhi orang tuamu dan kami. Akan tetapi, dibandingkan dengan Ban Sai Cinjin, Hai Kong Hosiang masih tidak begitu curang dan jahat!”

Lili juga pernah mendengar nama Hai Kong Hosiang ini karena seringkali ayah ibunya menceritakannya tentang pengalaman mereka di waktu muda (baca cerita Pendekar Bodoh).

Demikianlah, sambil bercakap-cakap Ma Hoa dan Lili, diikuti oleh Lilani dan Lo Sian serta semua orang Haimi, melanjutkan perjalanan menuju ke lereng Alkata-san dimana telah nampak tembok besar benteng tentara kerajaan itu.

**** 124 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar