*

*

Ads

Minggu, 11 Agustus 2019

Pendekar Remaja Jilid 095

Pangeran yang telah berusia empat belas tahun itu merasa terharu mendengar penuturan Goat Lan dan dengan berlinang air mata ia lalu berkata,

“Nona, besar sekali budi mendiang suhumu dan engkau. Kami takkan melupakan budi pertolongan yang besar ini.”

“Kau memang baik sekali, Nona Kwee. Sudah sepatutnya kau mendapat anugerah besar. Tunggu saja kalau sudah sembuh benar Pangeran!”

“Hamba tidak mengharapkan hadiah atau anugerah, karena anugerah Paduka berupa kebijaksanaan dan keadilan kepada rakyat jelata telah merupakan anugerah terbesar yang dapat Paduka berikan! Hanya hamba merasa kuatir sekali karena terang bahwa ada komplotan jahat yang tidak ingin melihat kesembuhan Pangeran Mahkota. Harap Paduka suka berlaku hati-hati dan segera menangkap orang-orang seperti Bu Kwan Ji dan ketiga orang tabib istana itu. Sudah terbukti bahwa ketika hamba memberi buah Giok-ko yang Paduka teruskan kepada orang she Bu itu, ternyata setelah sampai di tangan Pangeran telah ditukar dengan buah lain yang berbahaya!”

Kaisar mengangguk-angguk.
“Jangan kuatir, setelah selesai pengobatan ini, pasti akan kulakukan tindakan keras untuk menghukum dan menyiksa mereka supaya mengaku.”

Akan tetapi pada saat itu, di luar terdengar ribut-ribut. Hong Beng yang sudah siap sedia, mendekati pintu dan mendengarkan dari celah-celah daun pintu. Ternyata bahwa yang sedang ribut mulut dengan para bayangkari itu adalah suara Bu Kwan Ji, tiga orang tabib, dan Ban Sai Cinjin.

“Apakah kalian gila? Tidak tahukah kalian siapa aku sehingga kalian berani mampus sekali melarangku masuk ke dalam kamar Pangeran!” Terdengar suara Bu Kwan Ji membentak-bentak marah.

“Maafkan kami, Bu-ciangkun. Tentu saja kami mengenal Ciangkun dengan baik. Akan tetapi kami hanya mentaati perintah dari Hong-siang, maka harap Ciangkun suka memaklumi.”

“Bagaimana bunyi perintah Hong-siang?”

“Bahwa tidak seorang pun, siapapun juga orang itu, boleh masuk ke dalam kamar ini.”

Sunyi untuk sesaat, kemudian terdengar suara Ngo-tok Lo-koai Ang Lok Cu,
“Kami bertiga adalah tabib-tabib istana, yang bertugas menjaga Pangeran yang sedang sakit. Apakah kami juga tidak boleh masuk?”

“Menyesal sekali, Totiang, kami tidak berani melanggar perintah dan larangan Hong-siang!” jawab bayangkari yang setia itu.

“Mungkin Hong-siang tidak maksudkan kami yang dilarang masuk,” terdengar Bu Kwan Ji membujuk lagi. “Coba kau melaporkan ke dalam kepada Hong-siang, bahwa Bu-ciangkun dan ketiga tabib besar mohon menghadap untuk membuat laporan tentang pengejaran para pemberontak!”

“Kami tidak berani, Bu-ciangkun. Sudah jelas sekali perintah Kaisar bahwa siapapun juga tidak diperbolehkan masuk ke kamar ini. Bahkan kami sendiri pun kalau tidak dipanggil, tidak berani membuka pintu ini!”

Sunyi lagi sesaat lamanya.
“Apakah Hong-siang berada di dalam?” tanya lagi Bu Kwan Ji.

“Betul, Ciangkun,” jawab bayangkari.

“Siapa lagi selain Hong-siang dan para pelayan berada di dalam? Apakah ada orang luar yang masuk?”

“Setahu kami tidak ada orang luar, Ciangkun. Akan tetapi entahlah, karena Kaisar berlaku amat ganjil dan penuh rahasia kali ini.”

Pendengaran Hong Beng yang tajam dapat menangkap suara bisik-bisik dan ia maklum bahwa Bu Kwan Ji tentu sedang berunding dengan tiga orang tabib itu. Kemudian terdengar tindakan kaki mereka menjauhi tempat itu. Hong Beng menarik napas lega, karena tidak perlu ia mempergunakan senjatanya untuk mencegah mereka memasuki kamar itu.

Akan tetapi, kelegaan dalam dada Hong Beng itu tidak berlangsung lama. Menjelang tengah hari terdengar suara-suara lagi di depan pintu, dan kini selain suara Bu Kwan Ji dan kawan-kawannya, terdengar pula suara yang amat merdu dan halus.






Suara ini adalah suara selir terkasih dari Kaisar yang bernama Song Tian Ci. Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Song Tian Ci yang amat dikasihi oleh Kaisar ini telah mempunyai seorang putera dan ia telah dapat dibujuk oleh Bu Kwan Ji sehingga kedua orang durjana ini mengadakan hubungan gelap di luar tahunya Kaisar. Keduanya telah mengadakan komplotan gelap untuk membiarkan Pangeran Mahkota meninggal dunia karena penyakitnya agar kelak putera dari Song Tian Ci dapat menggantikan kedudukan raja.

Ketika Bu Kwan Ji mendengar dari para bayangkari bahwa Kaisar melarang siapapun juga memasuki kamar Putera Mahkota, panglima ini lalu cepat mencari kekasihnya itu dan kini Song Tian Ci sendiri mau ke depan untuk mempergunakan kekuasaannya memberi jalan kepada Bu Kwan Ji dan tiga orang tabib yang menjadi kaki tangannya itu.

Akan tetapi kali ini ia pun tertegun melihat betapa para bayangkari tetap tidak mau memberi jalan kepadanya! Betapapun juga, terhadap Song Tian Ci, para bayangkari tidak berani berlaku keras karena mereka telah tahu akan kekuasaan dan pengaruh selir ini yang tidak kalah oleh Permaisuri sendiri!

“Kalau kalian tidak mau memberitahukan Kaisar tentang kedatanganku, jangan kalian menyesal kalau besok kalian akap kehilangan kepala!” Selir ini berkata dengan marah sekali.

Akhirnya seorang bayangkari tidak dapat menahan rasa gelisahnya, maka ia lalu membuka pintu itu dan melangkah masuk. Alangkah terkejutnya ketika ia melihat Hong Beng berdiri dengan tongkat di tangan di belakang pintu itu! Begitu bayangkari itu masuk dan melihat Kaisar sedang duduk di atas pembaringan Putera Mahkota, ia lalu menjatuhkan diri berlutut.

“Mengapa kau masuk tanpa dipanggil!” Kaisar membentak marah. “Apakah kau sudah bosan hidup?”

“Mohon beribu ampun atas kelancangan hamba. Diluar kamar telah datang Song-thai-thai yang memaksa hamba memberitahukan kedatangannya dan permohonannya untuk masuk menjumpai Paduka.”

Mendengar bahwa selirnya yang datang, lenyaplah kemarahan Kaisar. Ia memang mencinta selir ini yang dianggapnya amat baik, maka ia berpikir lebih baik dikawani oleh selir itu dalam keadaan yang menegangkan urat syarafnya menghadapi pengobatan puteranya ini.

“Hemm, biarkan dia masuk ke dalam,” katanya kemudian.

Bayangkari itu memberi hormat mengerling dengan kening berkerut ke arah Hong Beng yang berdiri menjaga dengan tongkat di tangan kemudian kepada Goat Lan yang sedang masak daun obat. Setelah itu ia mengundurkan diri, keluar dari kamar itu untuk menyampaikan perkenan Kaisar kepada Song Tian Ci.

Dengan girang dan bangga, Song Tian Ci lalu mengajak Bu Kwan Ji, ketiga tabib yaitu Cu Tong Hwesio, Cu Siang Hwesio, dan Ang Lok Cu untuk ikut masuk ke dalam kamar. Para bayangkari kini tidak berani melarang lagi, sungguhpun perintah Kaisar hanya mengijinkan selirnya saja yang masuk. Sebagai pembuka jalan, Song Tian Ci masuk dengan jalan di sebelah depan. Di belakangnya menyusul Bu Kwan Ji, ketiga orang tabib itu, dan Ban Sai Cinjin.

Ketika pintu terbuka, Hong Beng melihat munculnya seorang wanita yang cantik sekali. Sungguhpun usia wanita ini sudah tiga puluh tahun lebih, namun kecantikannya memang mengagumkan. Ia dapat menduga bahwa ini tentu selir Kaisar yang disebut Song-thai-thai tadi oleh bayangkari, maka ia hanya menjura dan berdiri di samping, memberi jalan. Akan tetapi ketika ia melihat Bu Kwan Ji hendak ikut masuk, cepat ia melangkah maju dan membentak,

“Keluar kau!”

Tongkatnya berkelebat dan telah menodong di dada panglima itu sehingga Bu Kwan Ji menjadi terkejut dan pucat, lalu cepat melompat keluar kembali. Hong Beng cepat menutupkan kembali daun pintu itu!

Begitu tiba di dalam kamar, selir yang cantik itu berdiri dengan muka terbelalak.
“Siapa kau?” bentaknya kepada Hong Beng, kemudian ia menghampiri Goat Lan sambil membentak, “Dan kau ini perempuan dari mana dan apa yang kau lakukan di tempat ini?”

Sebelum Goat Lan dan Hong Beng dapat menjawab, Kaisar telah maju menyambut selirnya sambil tertawa-tawa.

“Lihatlah, betapa manjurnya obat yang dibawa oleh Nona ini! Lihat puteramu telah hampir sembuh!”

Kaisar itu lalu memegang tangan selirnya dan dibawanya selir itu ke dekat pembaringan Pangeran yang segera bangun dan memberi hormat dari pembaringannya kepada ibu tiri ini.

Sungguhpun di dalam hatinya Song Tian Ci merasa tertikam dan marah sekali, namun selir yang cerdik ini dapat tersenyum dengan wajah berseri.

“Sukurlah, tidak percuma setiap malam hamba bersembahyang sampai tengah malam, memohon kepada Thian Yang Maha Esa untuk menolong dan menyembuhkan penyakit puteranda. Akan tetapi, siapakah dua orang muda itu? Mengapa mereka berada disini?”

“Memang lucu sekali!” kata Kaisar sambil tertawa geli. “Lihat saja gadis muda yang cantik jelita itu. Biarpun masih muda dialah yang mengobati penyakit puteramu. Dia adalah Kwee Goat Lan, murid dari mendiang Raja Obat Sin Kong Tianglo! Dan yang seorang lagi itu, yang tak pernah melepaskan tongkatnya, dia adalah putera Pendekar Bodoh…”

Pucatlah wajah Song Tian Ci mendengar ini.
“Putera Pendekar Bodoh? Bukankah dia dan ayahnya telah menjadi pemberontak-pemberontak berbahaya?”

“Ha-ha-ha!” Kaisar tertawa. “Memang ia pemberontak! Lihat saja sikapnya. Dengan tongkat di tangan dia telah menahanku di dalam kamar ini, melarangku keluar! Ha-ha, alangkah lucunya. Aku, Kaisar yang berkuasa, ditahan di kamarku sendiri!”

Song Tian Ci makin terkejut dan cepat memandang ke sekeliling kamar dengan mata menyelidik. Ia melihat lima orang pelayan wanita duduk menanti perintah dengan menundukkan muka seakan-akan tidak ada peristiwa ganjil terjadi demikian pun dua orang thai-kam, dan empat orang penjaga yang berlutut di sudut tanpa berani bergerak! Mudah saia dilihat bahwa biarpun di situ ada Kaisar, sesungguhnya yang menguasai keadaan adalah Hong Beng, pemuda yang berdiri dengan gagahnya itu!

“Tak usah kau kuatir,” Kaisar menghibur selirnya, “biarpun pemberontak, dia adalah pemberontak yang baik! Lucu, bukan? Dia melarangku keluar dan melarang orang-orang masuk ke dalam kamar karena dia tidak mau pengobatan puteramu terganggu! Ia menyangka bahwa ketiga orang tabib kita adalah orang yang berhati khianat. Lucu, bukan?”

Bukan main terkejutnya hati Song Tian Ci mendengar ini. Sampai berapa jauhnya orang muda itu mengetahui rahasia komplotannya? Akan tetapi ia menjadi lega hati ketika Kaisar tidak menyatakan sesuatu tentang dia dan Bu Kwan Ji.

“Siapa dapat percaya tuduhan jahat itu? Paduka, harap waspada dan hati-hati, siapa tahu kalau kedua orang ini benar-benar mempunyai niat buruk!”

Akan tetapi Kaisar hanya tertawa saja dan mengajak selirnya duduk di ujung yang jauh dari tempat tidur pangeran dimana mereka lalu bercakap-cakap dengan mesra.

Sementara itu, ketika Bu Kwan Ji melihat Hong Beng berada di kamar itu dengan tongkat di tangan, ia lalu keluar dan cepat mengajak kawan-kawannya berunding.

“Celaka,” kata Bu Kwan Ji setelah mengajak kawan-kawannya pergi dari situ, “pemuda putera Pendekar Bodoh itu bersama kawan wanitanya telah berada di kamar Pangeran. Tidak tahunya merekalah yang melakukan semua larangan dan agaknya mereka hendak mengobati Pangeran disaksikan sendiri oleh Kaisar!”

Tiga orang tabib itu menjadi pucat mendengar ini.
“Tentu Kaisar telah diberi tahu oleh mereka tentang penukaran buah itu!” kata Ang Lok Cu.

“Habis, apa yang dapat kita lakukan?” kata Bu Kwan Ji bingung. “Kaisar sendiri berada di dalam kamar itu dan agaknya membantu mereka. Celaka!”

Akan tetapi diam-diam ia menaruh pengharapan besar kepada kekasihnya, yakni Song Tian Ci yang sudah masuk ke dalam kamar Putera Mahkota.

“Kita masuk saja dengan berkeras dan mengeroyok kedua orang muda itu! Apa sih sukarnya?” kata Ban Sai Cinjin sambil mengebulkan asap huncwenya.

“Akan tetapi, hal ini akan membikin marah Kaisar dan celakalah kita kalau Kaisar sudah bercuriga kepada kita!” bantah Bu Kwan Ji yang menjadi gelisah sekali.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar