*

*

Ads

Kamis, 08 Agustus 2019

Pendekar Remaja Jilid 086

Orang bertopi itu adalah seorang jago silat dari Santung, seorang ahli gwa-kang yang memiliki tenaga gajah. Namanya Can Po Gan, dan orang yang bertubuh kecil dan bermuka buruk itu adalah adiknya bernama Can Po Tin. Sungguhpun ia kecil dan buruk, akan tetapi kelirulah kalau orang memandang rendah kepadanya, karena ilmu kepandaiannya bahkan lebih lihai daripada kakaknya.

Apa pula Can Po Tin terkenal memiliki kecerdikan dan kelicinan yang luar biasa sehingga di kalangan kang-ouw ia diberi nama poyokan Si Belut! Secara kebetulan sekali, di kota ini mereka bertemu dengan Wi Kong Siansu yang telah mereka kenal dan mereka kagumi, maka mereka lalu bercakap-cakap dengan asyiknya di restoran itu.

Biarpun matanya tidak memandang ke arah meja di mana Wi Kong Siansu, Song Kam Seng, dan kedua orang saudara Can itu bercakap-cakap, namun Lili tertarik juga akan percakapan mereka dan mendengarkan sambil minum air teh yang dipesannva dari pelayan.

Ketika Lo Sian memandang kepadanya dengan mata bertanya, Lili lalu mencelupkan telunjuknya ke dalam cawan tehnya, dan menggunakan jari telunjuk yang basah itu untuk menulis huruf-huruf di atas meja agar Lo Sian dapat membacanya.

Ia menulis nama Wi Kong Siansu. Terkejutlah Lo Sian membaca nama ini karena telah beberapa kali Lili bercerita kepadanya tentang tosu ini yang amat tinggi kepandaiannya dan yang diakui oleh Lili bahwa ia pernah roboh oleh totokan tosu itu! Juga Lili pernah menceritakan bahwa Wi Kong Siansu ini adalah suheng dari Ban Sai Cinjin yang terkenal jahat. Diam-diam ia juga memperhatikan orang-orang itu dan mendengarkan percakapan mereka.

“Wi Kong Totiang berkata benar, Twako,” terdengar Si Kecil Buruk berkata kepada kakaknya yang nampak tidak percaya. “Betapapun besarnya tenaga gwa-kang, akan celakalah kalau menghadapi seorang ahli lwee-keh, karena tenaga kasar itu hanya akan terbuang sia-sia.”

“Betapapun juga sukar untuk dapat dipercaya!” membantah Can Po Gan sambil memandang kepada Wi Kong Siansu. “Aku lebih percaya bahwa tingkat kepandaian seseoranglah yang menentukan kemenangan. Tentu saja, kalau misalnya aku menghadapi Wi Kong Totiang yang tingkatnya lebih tinggi dariku, aku pasti akan kalah, tak peduli Wi Kong Totiang mempergunakan gwa-kang maupun lwee-kang. Akan tetapi kalau menghadapi orang setingkat, biarpun ia ahli lwee-keh, agaknya belum tentu aku akan kalah!”

Adiknya, Tan Po Tin tertawa dan Lili merasa bulu tengkuknya meremang mendengar suara ketawa yang tinggi kecil seperti suara ketawa seorang perempuan itu. Orang yang suara bicaranya demikian parau dan besar bagaimana bisa tertawa seperti itu?

“Twako, kau tidak tahu. Kalau kau menghadapi seorang yang ilmu kepandaian dan tenaga lwee-kangnya seperti Pendekar Bodoh, tenagamu yang besar takkan ada gunanya lagi.”

Marahlah Can Po Gan mendengar ini.
“Hemm, ingin sekali aku mencoba tenaga lwee-kang dari Pendekar Bodoh itu yang banyak didengung-dengungkan orang! Hendak kulihat apakah tenaganya ada selaksa kati!”

Wi Kong Siansu tersenyum.
“Pengharapanmu akan terkabul, Can-sicu. Akan tetapi sebelum kau bertemu dengan dia, lebih baik kau berhati-hati dan jangan terlampau mengandalkan tenagamu. Dengan ilmu silatmu Hui-houw-ciang-hwat (Ilmu Silat Pukulan Harimau Terbang) agaknya kau masih akan dapat menghadapinya, akan tetapi kalau kau mengandalkan tenagamu, kau keliru. Ketahuilah bahwa di antara ahli-ahli lwee-keh ada yang menyatakan bahwa tenaga gwa-kang amat lemahnya sehingga tak dapat menarik putus sehelai rambut. Dan kata-kata ini memang ada betulnya!”

“Totiang, mengapa kau pun memandang amat rendahnya kepada tenaga orang? Hendak kusaksikan sendiri kebenaran kata-kata sombong ini.” Kini Can Po Gan yang berangasan menjadi marah dan penasaran sekali.

“Kau ingin bukti? Nah, mari kita buktikan agar dapat menambah pengalaman dan kau bisa berlaku hati-hati,” jawab Wi Kong Siansu yang segera mencabut sehelai rambut jenggotnva yang panjang. Ia memegang rambut itu pada ujungnya dan berkata,

“Can-sicu, coba kau tarik rambut ini dan kita sama-sama lihat apakah kau dapat menarik putus rambut ini!”

Can Po Gan tertawa keras dan ia segera menjepit ujung rambut itu dengan jari telunjuk dan ibu jarinya.

“Awas, Totiang, sekali tarik saja, akan putuslah rambut ini.” katanya dan ia mengerahkan tenaganya menarik.






Akan tetapi sungguh heran! Ketika ditarik, rambut itu tidak menjadi putus, hanya mulur sedikit. Ia menambah tenaganya dan tahu-tahu rambut yang terjepit diantara kedua jarinya itu terlepas, akan tetapi tidak putus!

Kembali terdengar suara ketawa yang kecil aneh dari Can Po Tin.
“Ingat, Twako. Rambut itu mempunyai tenaga lemas, apalagi berada di dalam tangan Wi Kong Tosu! Mana kau bisa memutuskannya?”

“Rambut itu terlalu licin!” kata Can Po Gan penasaran. “Kalau tidak terlepas, tentu aku akan dapat memutuskannya!”

“Boleh kau coba sekali lagi, Can-sicu,” kata Wi Kong Siansu.

Kembali Can Po Gan memegang ujung rambut itu dan mulai menariknya. Rambut itu menegang sehingga menjadi makin kecil.

Lili yang tadi mendengar nama ayahnya disebut-sebut, menjadi mendongkol sekali. Ia maklum bahwa Wi Kong Siansu pasti telah melihatnya, karena mustahil seorang berkepandaian tinggi seperti tosu itu tidak melihatnya yang duduk demikian dekat. Melihat betapa tosu itu tidak pernah mempedulikannya, bahkan berani bercakap-cakap membicarakan ayahnya, tanda bahwa pendeta itu tidak memandang mata kepadanya, membuat gadis ini marah sekali.

Ia tidak merasa takut sedikitpun juga, biarpun ia maklum akan kelihaian Wi Kong Siansu. Melihat pertapa itu bersama orang bertopi itu kembali mendemonstrasikan tenaga lwee-kang dan gwa-kang, Lili lalu mengambil sebuah uang mas dari saku bajunya dan memegang uang itu diantara jari-jari tangan kirinya.

Ia menanti dan melihat ke arah Wi Kong Siansu yang masih saja mengadu tenaga melalui rambut itu dengan Can Po Gan. Setelah dilihatnya bahwa rambut itu telah menjadi tegang dan kecil akan tetapi tetap saja tidak dapat putus, tiba-tiba Lili lalu menggunakan jari tangannya menyentil uang emas di tangannya itu.

“Ting…!!”

Nyaring sekali suara ini ketika uang emas itu terkena sentilannya dan terlempar ke udara.

“Ah…!”

Wi Kong Siansu dan Can Po Gan berseru kaget karena ketika terdengar suara yang nyaring itu, rambut yang mereka tarik telah putus dengan tiba-tiba sekali. Tadinya Can Po Gan mengira bahwa ia telah menang dalam pertandingan ini, akan tetapi ia merasa heran sekali ketika melihat Wi Kong Siansu dan adiknya, Can Po Tin, tidak memandang kepadanya dengan kagum, sebaliknya menengok dan memandang ke arah meja di sebelah kirinya dan anehnya, pandang mata Wi Kong Siansu nampak marah.

Ia pun lalu menengok dan baru kali ini Can Po Gan melihat wajah Lo Sian yang kebetulan juga sedang memandang kepadanya.

“Sin-kai Lo Sian!”

Can Po Gan berseru ketika ia melihat dan mengenal kakek pengemis ini. Akan tetapi tentu saja Lo Sian tidak mengenalnya dan mendengar namanya disebut, ia memandang dengan tajam.

Sementara itu, Wi Kong Siansu telah bangkit berdiri dan berkata kepada Lili,
“Hemm, puteri Pendekar Bodoh, kau sungguh lancang dan jail seperti ayahmu! Akan tetapi aku harus menyatakan kagum atas ketabahan hatimu. Apakah kau masih belum mengaku kalah terhadapku?”

Lili tetap duduk di bangkunya ketika ia menjawab dengan suara dingin,
“Wi Kong Siansu, menang dan menang adalah dua macam hal yang jauh berlainan! Menang dengan mutlak adalah kemenangan yang dicapai dengan cara jujur dan berterang. Ada pula kemenangan yang dicapai dengan kecurangan dan dengan jalan pengeroyokan. Kemenanganmu terhadap aku dulu adalah kemenangan yang kedua ini. Siapa mau mengaku kalah terhadap kau? Seperti juga tadi, kau katakan rambut jenggotmu itu tidak dapat putus, bukankah dengan suara uang emasku saja sudah dapat terputus? Apakah hal ini boleh dianggap kau telah kalah pula terhadapku?”

“Bocah bermulut lincah! Apakah kau datang ini sengaja hendak memancing pertempuran dengan pinto?” Wi Kong Siansu bertanya penasaran.

“Tidak ada yang memancing pertempuran. Aku masuk ke dalam rumah makan umum untuk makan, apa salahnya dan siapa berhak melarangku?”

“Akan tetapi, mengapa kau berlancang tangan memutuskan rambutku dengan suara uangmu?” Wi Kong Siansu makin penasaran.

“Siapa pula menyuruh kalian membawa-bawa nama ayahku dalam percakapanmu?” balas Lili.

Tiba-tiba Wi Kong Siansu tertawa bergelak.
“Betul pandai! Aku mengaku kalah berdebat dengan engkau. Bagus, tolong kau sampaikan kepada ayahmu, bahwa kalau dia berani, aku mengundangnya untuk menentukan siapa yang lebih unggul, kelak pada musim semi tahun depan di puncak Thai-san! Kalau dia tidak datang, akan kuanggap bahwa Pendekar Bodoh hanya namanya saja yang besar, akan tetapi nyalinya kecil!”

“Siapa takut kepadamu?” kata Lili marah. “Jangan kata Ayah, aku sendiri pun tidak takut dan akan datang pada waktu itu!”

Wi Kong Siansu duduk kembali, tidak mau mempedulikan lagi kepada Lili. Akan tetapi, kedua saudara Can itu memandang dengan penuh penasaran. Bagaimana seorang tokoh besar seperti Wi Kong Siansu dapat bercakap-cakap dengan seorang gadis muda seakan-akan bicara dengan orang yang sama tinggi kedudukannya dalam kepandaian silat? Pula, Can Po Gan yang mendengar bahwa gadis ini adalah puteri Pendekar Bodoh, dan bahwa putusnya rambut tadi adalah disebabkan oleh gadis itu yang membunyikan uang emas dengan nyaringnya, ia menjadi amat penasaran. Ia memandang dengan senyum mengejek dan berkata,

“Jadi inikah puteri Pendekar Bodoh? Eh, Nona, kau duduk semeja dengan Sinkai Lo Sian, apamukah dia?” tanya Can Po Gan dengan kasar dan menyeringai.

“Dia adalah Suhuku, kau mau apa tanya-tanya?” Lili yang tabah itu balas bertanya dengan kasar.

Tidak saja kedua saudara Can itu yang terheran, bahkan Wi Kong Siansu juga tertegun mendengar ucapan ini. Ia pernah melihat Lo Sian dan sudah mendengar akan kepandaian Pengemis Sakti ini, akan tetapi kalau dibandingkan dengan kepandaian gadis puteri Pendekar Bodoh itu, Si Pengemis Sakti akan kalah jauh!

Hanya Kam Seng seorang yang menundukkan mukanya, diam-diam mengagumi Lili yang masih terus mengaku guru kepada Lo Sian sungguhpun gadis itu kini telah memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi daripada Lo Sian!

Terdengar suara ketawa yang menyeramkan dari Can Po Tin ketika ia mendengar ini.
“Sin-kai Lo Sian, benar-benarkah Nona ini muridmu? Dan muridmu sudah berani berlaku kurang ajar terhadap Wi Kong Siansu, kau diamkan saja? Alangkah kurang ajar dan tak tahu adat kau ini!”

Akan tetapi dengan tenang Lo Sian menjawab dengan suaranya yang dalam,
“Kalian ini siapakah? Aku tidak kenal dengan Ji-wi (Tuan Berdua), mengapa Jiwi hendak menggangguku?”

Mendengar jawaban ini, kedua saudara Can itu melengak. Akhirnya Can Po Gan yang berangasan itu lalu bangkit berdiri dan dengan langkah lebar ia menghampiri Lo Sian.

“Pengemis jembel! Kau berpura-pura tidak mengenal kami? Dulu kami pernah mengampuni jiwa anjingmu dan sekarang kau masih berani berlaku demikian kurang ajar dan tidak memandang mata? Agaknya kau minta dihajar lagi!”

Sambil berkata demikian, tangan kanan orang berangasan ini melayang dari atas dan memukul lengan tangan Lo Sian yang diletakkan di atas meja. Lo Sian cepat menarik lengannya dan “brakk!!” kepalan tangan Can Po Gan yang keras itu bagaikan palu baja menimpa meja sehingga tembus!

Cawan air teh di depan Lili melayang ke atas dengan cepat karena getaran meja itu sehingga kalau tidak cepat-cepat Lili menangkapnya, tentu isinya akan tumpah. Gadis ini menjadi marah sekali dan cepat ia berdiri, sementara itu Lo Sian sudah melompat ke belakang untuk menghindarkan diri dari serangan selanjutnya.

“Buaya darat!” Lili memaki sambil memandang dengan mata berapi. “Kepandaian macam itu saja kau pamerkan disini? Apakah kau tukang jual obat kuat?”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar